Tuesday, 9 June 2015

PENDEKATAN SAVI



AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)

Diajukan untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah Model Pembelajaran Matematika.

 

Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi            (1105194/07)
Egi Agustian                           (1105661/15)
M. Junaedi                              (1101465/23)
Topik Rusmana                       (1105142/34)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

 

PENDEKATAN SAVI

 A. Pengertian Pendekatan SAVI
Pendekatan SAVI berawal dari Inggris pada abad ke-19. Pada saat itu pendidikan hanya memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Pandangan tersebut menyebabkan aktivitas tubuh dan pikiran dilakukan secara terpisah dalam kegiatan belajar sehingga proses pembelajaran berlangsung kaku dan kurang menyenangkan. Pembelajaran yang berlangsung pada saat itu juga menekankan pada proses individual. Proses pembelajaran ini ditentang oleh Dave Meier yang selanjutnya mengadakan melakukan penelitian. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi somatis, auditori, visual, dan intelektual. Menurut Meier (Hannah &Syaichudini, 2009), “Belajar bukanlah peristiwa kognitif yang terpisah melainkan sesuatu yang melibatkan diri seseorang secara utuh baik tubuh, pikiran, jiwa, dan kecerdasan”.  Pandangan tersebut mengantarkan Meier dalam mencetuskan salah satu pendekatan pembelajaran aktif yang diberi nama pendekatan SAVI  (somatis, auditori, visual, dan intelektual).
Pelopor pendekatan SAVI Dave Meier adalah Direktur Center for Accelerated Learning di Lake Geneva, Wisconsin organisasi yang didirikannya pada 1980. Meier (Miratus, 2013) mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi, yakni: “Tubuh atau somatis, pendengaran atau auditori, penglihatan atau visual, dan pemikiran atau intelektual.
Menurut Rosadi (Hannah & Syaichudini, 2009), “Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang menekankan pembelajaran dengan memanfaatkan semua alat indra siswa”. Alat indra yang mungkin dapat digunakan dalam proses pembelajaran berupa mata, telinga, dan alat indra lainnya yang dapat memberikan respon. Sejalan dengan pendapat tersebut Goez (2011) mengungkapkan bahwa, “Pendekatan SAVI adalah proses belajar siswa dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera”.  Sehingga selain memanfaatkan alat indra juga melibatkan aktifitas fisik dalam pembelajarannya. Selain itu menurut pendapat tanpa nama (2012) pembelajaran merupakan  penggabungan gerakan fisik  dengan aktifitas intelektual  dan penggunaan semua indra  dapat berpengaruh besar pada pembelajaran salah satunya seperti pendekatan SAVI.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang menekankan pada proses pembelajaran aktif yang selain melibatkan intelektual juga melibatkan alat indra dalam membangun pengetahuan dan memahami makna. Dapat dikatakan jika dalam pembelajaran melibatkan ketiga hal tersebut maka pembelajaran tersebut akan menjadi bermakna bagi siswa.


  B. Landasan Teori
Suatu pendekatan pembelajaran tentunya akan kokoh jika ditunjang oleh teori belajar. Teori belajar yang mendukung pendekatan pembelajaran SAVI adalahteori belajar multiple intelligence, teori belajar humanistic,  dan teori belajar quantum learning.

1.      Teori belajar multiple intelligence.
Pada tahun 1983 Howard Gardner (Tanpa nama, 2010) dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence, mengusulkan tujuh macam komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple Intellegence (Intelegensi Ganda). Intelegensi ganda meliputi: Kecerdasan linguistic-verbal, kecerdasan logika-matematik, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik,  kecerdasan interpersonal,  kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.Pokok-pokok pikiran Gardner (Tanpa nama, 2010)  adalah:

a.    Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya.
b.    Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak dan pikiran manusia.
c.    Kecerdasan selain dapat berubah, dapat pula diajarkan kepada orang lain.
d.   Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh.

2.      Teori pembelajaran quantum learning.
Quantum Learning adalah gabungan kegiatan yang seimbang antara bekerja dan bermain, dengan kecepatan yang mengesankan dan dibarengi dengan kegiatan yang menggembirakan. Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
De Porter (Miratus, 2013), dalam bukunya Quantum Learning, mengemukakan tiga modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga modalitas tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditoral, dan modalitas kinistetik (somatis). Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial belajar melalui apa yang mereka dengar, dan pelajaran kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan.
Konsep-konsep kunci yang menjadi prinsip quantum learning menurut De porter (Tanpa nama, 2010), adalah:

a.       Teori otak kanan-otak kiri.
b.      Pilihan modalitas (visual, auditorial, kinestetik.
c.       Teori kecerdasan ganda.
d.      Pendidikan holistic (menyeluruh).
e.       Belajar berdasarkan pengalaman.
f.       Belajar dengan simbol (metaphorik learning).
g.      Simulasi/permainan. 
 
3.      Teori belajar humanistik.
Teori belajar humanistik dikembangkan oleh seorang ahli yang bernama Throndike (1874-1949). Teori humanistik lebih mementingkan faktor pengalaman (keterlibatan aktif) siswa di dalam proses belajar. Menurut Throndike (Restu, 2010), prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah:

a.    Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.    Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
c.    Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
d.   Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
e.    Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam danlestari.
f.       Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
g.    Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.

C.    Prinsip Pendekatan SAVI

Agar pengaplikasian suatu pendekatan dapat terlaksana dengan optimal maka harus berlandaskan prinsip dasarnya. Dengan berpedoman dengan prinsip maka keberhasilan pembelajaran akan semakin baik. Berikut prinsip pokok pendekatan pembelajaran SAVI menurut Meier (Mayliana, 2013), yaitu:

1.    Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran.
2.    Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3.    Kerjasama membantu proses belajar.
4.    Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
5.    Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6.    Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7.    Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

D.    Komponen Pendekatan Pembelajaran SAVI

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang terpadu dari berbagai komponen gaya belajar, yaitu: somatis atau gerak tubuh, auditori atau pendengaran, visual atau penglihatan, dan intelektual atau pikiran. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai keempat komponen tersebut.

1.      Belajar Somatis
Somatis berasal dari Bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma (seperti dalam psikomatis). Jadi belajar somatis adalah belajar dengan indra peraba, kinestis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan  tubuh sewaktu belajar. Somatis bisa diartikan sebagai gerak tubuh (hands-on) yang menuntut belajar dengan mengalami dan melakukan. Pada proses pembelajaran siswa tidak harus selalu duduk melainkan bisa melakukan aktivitas fisik lain yang produktif dalam belajar. Gerak tubuh yang dinamis bisa meningkatkan sirkulasi dalam tubuh yang selanjutnya dapat mendatangkan energi segar ke otak. Hal inilah yang diharapkan dapat membuat proses pembelajaran bisa lebih menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar pada siswa. Anak-anak yang bersifat somtis tidak dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat pikiran mereka tetap hidup, sering dianggap mengganggu, tidak mampu belajar dan merupakan ancaman bagi sistem.
Menurut tanpa nama (2010) bahwa, “Tubuh dan pikiran itu satu, keduannya merupakan satu sistem elektris-kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Pemisahan antara tubuh dan pikiran merupakan ketimpangan  bagi  siswa”. Pemisahan bagi siswa yang memiliki karakter somatis akan menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya.
Gaya belajar somatis akan terlatih jika siswa dirancang untuk: membuat model dalam suatu proses atau prosedur, memeragakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep, mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya, menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar dan lain-lain), dan melakukan kajian lapangan.
2.      Belajar Auditori
Belajar  auditori lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari.  Ketika  membuat suara sendiri pun dengan berbicara, beberapa area penting di otak menjadi aktif.Model siswa auditori lebih cepat menyerap informasi melalui apa yang ia dengarkan. Menurut Meier (Mayliana & Sofyan, 2013) pembelajaran melalui auditori merupakan,

Pembelajaran yang memanfaatkan telinga dan suara kita. Sadar atau tidak, telinga kita akan terus menangkap dan menyimpan pesan auditori, selain itu beberapa area penting di otak akan menjadi aktif saat seseorang membuat suara sendiri dengan berbicara.

Auditori menekankan pada proses pembelajaran yang melibatkan indra pendengaran, sehingga aktivitas pembelajaran bisa melalui mendengarkan, berbicara, presentasi, dan menanggapi. Bagi manusia yang normal secara fisik, belajar secara auditori merupakan cara belajar yang paling pertama. Sama halnya dalam proses pembelajaran, siswa tidak akan pernah lepas dari aktivitas mendengarkan yang selanjutnya mengutarakan. Belajar auditori menuntut siswa untuk mampu memperoleh informasi melalui kegiatan mendengarkan. Selanjutnya apabila siswa sudah memperoleh informasi, berikan kesempatan serta arahan kepada siswa supaya mereka mampu mengutarakan informasi yang diketahuinya melalui aktivitas berbicara.
Ciri-ciri siswa auditori menurut De Porter dan Herbarcki (Tanpa nama, 2010) diantaranya adalah:
a.    Lebih cepat dengan mendengarkan.
b.   Menggerakan bibir mereka dan menggucapkan tulisan dibuku ketika membaca.
c.    Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
d.   Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.
e.    Bagus dalam berbicara dan bercerita.
f.    Berbicara dengan irama yang terpola.
g.   Suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.
h.   Suka mengerjakan tugas berkelompok.

Gaya belajar auditori akan meningkat jika pembelajaran dirancang seperti: Membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer, menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung didalam buku pembelajaran yang dibaca mereka, pembelajar secara berpasang-pasangan menbincangkan secara terperinci apa yang mereka baru saja mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkanya, mempraktikkan suatu ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan, dan berkelompok kemudian bicara tanpa henti saat sedang menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka panjang.
3.      Belajar Visual
Menurut Meier (Mayliana & Sofyan, 2013), “Secara ilmiah dikatakan bahwa komunikasi visual lebih kuat karena manusia mempunyai lebih banyak peralatan di kepala mereka untuk memproses informasi visual dari pada untuk indra lain”.  Oleh karena itu, ketajaman visual lebih menonjol pada sebagian orang. Sementara itu Owen Caskey (tanpa nama, 2010) menegaskan bahwa,

Orang yang menggunakan pencitraan (simbol) untuk mepelajari informasi teknis dan ilmiah rata-rata memperoleh nilai 12% lebih baik untuk ingatan jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan pencitraan, dan 26% lebih baik untuk ingatan jangka panjang. Statistik ini berlaku bagi setiap orang tanpa memandang usia, gender atau gaya belajar yang diplih.

Cara membantu siswa yang memiliki gaya belajar visual adalah dengan memberikan contoh dari dunia nyata, memberikan diagram, peta gagasan, ikon-ikon, dan gambar dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. Kadang-kadang mereka dapat belajar lebih baik jika mereka mampu menciptkan peta gagasan, diagram, ikon, dan citra mreka sendiri dari hal-hal yang sedang mereka pelajari.
4.      Belajar Intelektual
Kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman  dan menciptkan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual merupakan bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.
Menurut Meier (Mayliana & Sofyan, 2013),
Kata inteklektual menunjukkan tentang pola pikir pembelajar saat mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut.
Intelektual menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru.Aspek intelektual akan terlatih jika siswa diajak untuk terlibat dalam beberapa aktifitas seperti: memecahkan masalah, menganalisa pengalaman, mengerjakan perencanaan strategis, melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menyaring informasi dan meramalkan implikasi suatu gagasan.

E.     Tahap-Tahap Pendekatan Pembelajaran SAVI

Menurut Meier (Charito. 2013), pembelajaran SAVI akan tercapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan jika empat tahap dilaksanakan dengan baik, yaitu persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil.
1.    Tahap Persiapan
Pada tahap ini guru harus membangkitkan minat serta motivasi siswa untuk belajar. Siswa harus merasa tertarik dan nyaman untuk mengikuti proses pembelajaran sehingga perlu diciptakan suasan lingkungan yang kondusif. Guru bisa melibatkan siswa mulai dari awal pembelajaran dan memunculkan rasa ingin tahu yang mendalam dari dalam siswa terhadap materi ajar yang akan disampaikan.
2.    Tahap Penyampaian
Pada tahap ini guru membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, dan pemanfaatkan alat indra. Guru bisa memberikan sedikit demonstrasi yang bisa memberikan gambaran kepada siswa mengenai materi ajar. Penyampaian ini dilakukan agar bisa membantu siswa dalam memahami materi ajar dan siswa mampu menghubungkan materi tersebut dengan konteks lain yang sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Tahap Pelatihan
Pada tahap ini guru membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pe-ngetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Guru bisa memberikan serta mengarahkan siswa untuk lebih memahami materi ajar melalui cara lain atau bahkan bisa menggunakan cara tersendiri yang dilakukan oleh siswa. Siswa bisa diarahkan untuk melakukan proses pembelajaran secara berkelompok sehingga mareka akan terlatih untuk saling bertukar pendapat. Pada tahap ini siswa dituntut untuk melakukan aktivitas fisik, bahkan bila perlu guru dan siswa bisa membuat permainan sehingga proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan. Melalui tahap ini kemampuan matematis siswa bisa dilatih secara bertahap.
4.    Tahap Penampilan Hasil
Pada tahap ini guru membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil pekerjaan mereka kepada siswa lainnya. Selanjutnya guru bisa memberikan latihan tambahan kepada siswa untuk memperkuat pemahaman siswa mengenai materi ajar. Agar proses pembelajaran lebih bermakna, berikan persoalan tambahan mengenai materi ajar yang berhubungan dengan kehidupan nyata siswa.

F.     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan SAVI

Setiap pendekatan sekalipun pendekatan tersebut sangat modern tentunya terdapat pula kekurangannya disamping memiliki kelebihan. Tidak ada satupun pendekatan pembelajaran yang sempurna. Pendekatan yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi sehingga yang terbaik adalah menggunakan beragam pendekatan dalam mengajar. Yang paling penting adalah ketepatan dalam penggunaan suatu pendekatan. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan SAVI. Menurut Goez (2011), kelebihan dari pendekatan SAVI antara lain:

1.    Membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual.
2.    Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif.
3.    Mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa.
4.    Memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.

Menurut Goez (2011) dan Whinie (2013) pendekatan SAVI juga memiliki kekurangan, yaitu:

1.    Penerapan pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik, (Goez, 2011).
2.    Pendekatan SAVI ini cenderung kepada keaktifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadikan siswa itu minder, (Whinie, 2013).
3.    Pendekatan yang memang tidak kaku tetapi harus disesuaikan dengan pokok bahasan materi pembelajaran. Jadi tidak berlaku untuk semua pelajaran matematika, (Whinie, 2013).

Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan dari pendekatan SAVI ini, yang perlu diperhatikan oleh guru yaitu:
1.      Memahami dan menguasai konsep-konsep pendekatan SAVI dan konsep-konsep dari materi yang akan diajarkan.
2.      Mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran.

G.    Implementasi Pendekatan SAVI

Berdasarkan tahapan yang telah dipaparkan maka dapat dibuat suatu implementasi pembelajarannya. Implementasi pembelajaran SAVI dapat direncanakan dalam empat tahapan pokok pembelajaran. Berikut implementasi pendekatan SAVI pada materi perkalian bilangan bulat.
1.        Tahap persiapan
a.     Guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
b.    Guru bisa melakukan tanya jawab bersama siswa untuk merangsang rasa ingin tahu siswa terhadap materi ajar
2.        Tahap Penyampaian
a.    Siswa menyimak penjelasan mengenai bilangan bulat. Penjelasan yang dimaksud bukan langsung kepada konsep perkalian bilangan bulat. melainkan lebih kepada contoh nyata yang memiliki sangkut paut perkalian bulat dalam kehidupan.
b.    Siswa dan guru bisa melakukan tanya jawab. Guru harus mengarahkan siswa untuk selalu berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
c.    Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 3-5 orang siswa.
d.   Tiap kelompok menyediakan media pembelajaran yang sudah diperiapkan sebelumnya. Media yang digunakan yaitu beberapa gelas plastik yang berwarna kuning dan merah serta beberapa kubus satuan yang berwarna kuning dan merah (ukuran sisi sekitar 2-3 cm).
e.    Setiap kelompok memperoleh lembar kerja.
f.     Siswa menyimak penjelasan dari guru mengenai aturan penggunaan media tersebut. Adapun aturan media “gelas dan kubus” (gebus), yaitu:
1)   Untuk bilangan pengali yaitu diibaratkan dengan gelas. Gelas kuning untuk bilangan positif (+), dan gelas merah untuk bilangan negatif (-).
2)   Untuk bilangan yang dikali yaitu diibaratkan kubus satuan. Kubus kuning untuk bilangan positif (-) dan kubus merah untuk bilangan negatif (-).
3)   Untuk hasil perkalian yaitu kesesuaian warna antar gelas dan kubus satuan yang ada didalamnya. Jika warna gelas sama denga warna kubus satuan yang ada di dalamnya sama maka hasil perkaliannya adalah bilangan positif (+), dan jika tidak sama maka hasil perkaliannya adalah bilangan negatif (-).
g.    Setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa (LKS).
3.        Tahap Pelatihan
a.     Guru memberikan aktivitas pembelajaran lanjutan kepada siswa. Guru bisa menggunakan garis bilangan dengan memanfaatkan lantai kelas.
b.    Siswa menyimak penjelasan dari guru mengenai aturan permainan dengan memanfaatkan lantai garis bilangan. Bila perlu guru menuliskan aturan permainan di papan tulis dan jika siswa masih bingung dengan aturan main yang ada, guru bisa memberikan sedikit demonstrasi.
Aturan main:
1)        Untuk bilangan pengali positif (+) maka kita maju beberapa kali sesuai dengan angka yang tercantum.
2)        Untuk bilangan pengali negatif (-) maka kita mundur beberapa kali sesuai dengan angka yang tercantum.
3)        Untuk bilangan positif (+) yang dikali, menunjukkan arah awal permainan yaitu ke kanan dan angka yang tercantum menunjukkan jumlah lantai untuk setiap kali perpindahan.
4)        Untuk bilangan negatif (-) yang dikali, menunjukkan arah awal permainan yaitu ke kiri dan angka yang tercantum menunjukkan jumlah lantai untuk setiap kali perpindahan.
5)        Lihat! Ada di lantai ke berapa berapa kita terakhir berhenti?
c.     Setiap kelompok mendapat beberapa soal. Karena aktivitas ini masih merupakan penanaman konsep awal, maka guru bisa membuat soal perkalian bilangan bulat yang hasilnya tidak lebih dari jumlah lantai yang digunakan sebagai garis bilangan.
d.    Setiap kelompok mengerjakan soal-soal tersebut. Guru bisa memberikan arahan agar semua siswa terlibat aktif dalam pengerjaan soal.
5.        Tahap penampilan hasil
a.    Setiap kelompok membuat kesimpulan mengenai hasil permainan yang mereka lakukan.
b.    Setiap kelompok melakukan diskusi untuk membahas serta mencari hubungan antara hasil pengerjaan LKS dengan hasil permainan garis bilangan.
c.    Setiap kelompok menyampaikan hasil pekerjaan dan diskusi mereka kepada siswa yang lain.
d.   Setiap siswa harus menyimak dan mengamati penampilan dari tiap kelompok.
e.    Setiap siswa bisa mengajukan pertanyaan terhadap penampilan kelompok yang lain.
f.     Siswa dan guru membuat kesimpulan bersama mengenai materi ajar.
Guru bisa memberikan latihan lanjutan untuk memperkuat pemahaman siswa mengenai materi ajar.


DAFTAR PUSTAKA


Charito, Rohim. dkk. (2013). Penerapan pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, intelektual) untuk meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran matematika volume bangun ruang. [Online] tersedia di: http://eprints.uns.ac.id/11450/1/960-2611-1-PB.pdf.Diakses 1 Mei 2014.

 

Goez.(2011). Pendekatan SAVI. [Online] Tersedia di: http://goez17.wordpress.com/2011/11/23/pendekatan-savi/. Diakses 2 Mei 2014.


Hannah, Nur dan Moch. Syaichudini. (2009). Penerapan Pendekatan Savi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. [Online] Tersedia di: http://ebooku.webs.com/documents/Penerapan%20Pendekatan%20Savi%20Untuk%20Meningkatkan%20Hasil%20Belajar%20Siswa.pdf. Diakses 1 Mei 2014.

Miratus, Dya. (2013). Makalah Model Pembelajaran SAVI. [Online] tersedia di: http://dyamiratus.blogspot.com/2013/03/makalah-model-pembelajaran-savi.html. diakses 2 Mei 2014.

 

Nur. (2010). Pendekatan SAVI. [Online] Tersedia di: http://mbahnur.wordpress.com/2010/02/17/pendekatan-savi/. Diakses 5 Mei 2014.


Whinie. (2013). Model SAVI. [Online] tersedia di: http://sweetywhinie.blogspot.com/2013/03/model-savi.html. Diakses 6 Mei 2014.

 

versi FULL makalah bisa di download di bawah ini :

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ

 Versi FULL Makalah Bisa di DOWNLOAD Dibawah INI :

DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL

versi FULL makalah bisa di download di bawah ini :

Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
versi FULL makalah bisa di download di bawah ini :

Copy and WIN : http://ow.ly/KNIC

1 comment:

  1. Mohon untuk bapak/ibu yang mengenal tentang model pembelajaran SAVI, untuk membantu menerapkan model tersebut di tempat saya,mohon number kontak person supaya bisa lebih mudah untuk berkoordinasi, thanks

    ReplyDelete