AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)
Diajukan
untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah
Model Pembelajaran Matematika.
Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi (1105194/07)
Egi Agustian (1105661/15)
M. Junaedi (1101465/23)
Topik Rusmana (1105142/34)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
2014
PENDEKATAN SAVI
A. Pengertian Pendekatan SAVI
Pendekatan SAVI
berawal dari Inggris pada abad ke-19. Pada saat itu pendidikan hanya memandang
manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Pandangan tersebut menyebabkan
aktivitas tubuh dan pikiran dilakukan secara terpisah dalam kegiatan belajar
sehingga proses pembelajaran berlangsung kaku dan kurang menyenangkan.
Pembelajaran yang berlangsung pada saat itu juga menekankan pada proses
individual. Proses pembelajaran ini ditentang oleh Dave Meier yang selanjutnya
mengadakan melakukan penelitian. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa manusia
memiliki dimensi somatis, auditori, visual, dan intelektual. Menurut Meier
(Hannah &Syaichudini, 2009), “Belajar bukanlah peristiwa kognitif yang
terpisah melainkan sesuatu yang melibatkan diri seseorang secara utuh baik
tubuh, pikiran, jiwa, dan kecerdasan”.
Pandangan tersebut mengantarkan Meier dalam mencetuskan salah satu
pendekatan pembelajaran aktif yang diberi nama pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, dan intelektual).
Pelopor pendekatan SAVI Dave Meier adalah Direktur
Center for Accelerated Learning di
Lake Geneva, Wisconsin organisasi yang didirikannya pada 1980. Meier (Miratus, 2013) mengemukakan
bahwa manusia memiliki empat dimensi, yakni: “Tubuh atau somatis, pendengaran atau auditori, penglihatan atau visual, dan
pemikiran atau intelektual”.
Menurut Rosadi
(Hannah & Syaichudini, 2009), “Pendekatan
SAVI merupakan pendekatan yang menekankan pembelajaran dengan memanfaatkan
semua alat indra siswa”. Alat indra yang mungkin dapat digunakan dalam proses
pembelajaran berupa mata, telinga, dan alat indra lainnya yang dapat memberikan
respon. Sejalan dengan pendapat tersebut Goez (2011) mengungkapkan bahwa,
“Pendekatan SAVI adalah proses belajar siswa dengan menggabungkan gerakan fisik
dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera”. Sehingga selain memanfaatkan alat indra juga
melibatkan aktifitas fisik dalam pembelajarannya. Selain itu menurut pendapat tanpa
nama (2012) pembelajaran merupakan penggabungan gerakan fisik dengan
aktifitas intelektual dan penggunaan semua indra dapat berpengaruh
besar pada pembelajaran salah satunya seperti pendekatan SAVI.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang menekankan pada proses pembelajaran
aktif yang selain melibatkan intelektual juga melibatkan alat indra dalam
membangun pengetahuan dan memahami makna. Dapat dikatakan jika dalam pembelajaran
melibatkan ketiga hal tersebut maka pembelajaran tersebut akan menjadi bermakna
bagi siswa.
B. Landasan Teori
Suatu
pendekatan pembelajaran tentunya akan kokoh jika ditunjang oleh teori belajar.
Teori belajar yang mendukung pendekatan pembelajaran SAVI adalahteori belajar multiple intelligence, teori belajar humanistic, dan teori belajar quantum learning.
1.
Teori belajar multiple
intelligence.
Pada
tahun 1983 Howard Gardner (Tanpa nama, 2010) dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence, mengusulkan tujuh macam
komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple
Intellegence (Intelegensi Ganda). Intelegensi ganda meliputi: Kecerdasan
linguistic-verbal, kecerdasan logika-matematik, kecerdasan spasial-visual,
kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.Pokok-pokok pikiran
Gardner (Tanpa nama, 2010) adalah:
a.
Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat
kecerdasannya.
b.
Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di
bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak dan pikiran manusia.
c.
Kecerdasan selain dapat berubah, dapat pula diajarkan
kepada orang lain.
d.
Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu
kesatuan yang utuh.
2.
Teori pembelajaran quantum
learning.
Quantum Learning adalah gabungan
kegiatan yang seimbang antara bekerja dan bermain, dengan kecepatan yang
mengesankan dan dibarengi dengan kegiatan yang menggembirakan. Quantum learning ialah kiat, petunjuk,
strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya
ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan
bermanfaat.
De Porter (Miratus, 2013), dalam bukunya Quantum
Learning, mengemukakan tiga modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga
modalitas tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditoral, dan modalitas
kinistetik (somatis). Pelajar visual
belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial belajar melalui apa
yang mereka dengar, dan pelajaran kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan.
Konsep-konsep
kunci yang menjadi prinsip quantum
learning menurut De porter (Tanpa nama, 2010), adalah:
a.
Teori otak kanan-otak kiri.
b.
Pilihan modalitas (visual, auditorial, kinestetik.
c.
Teori kecerdasan ganda.
d.
Pendidikan holistic (menyeluruh).
e.
Belajar berdasarkan pengalaman.
f.
Belajar dengan simbol (metaphorik learning).
g.
Simulasi/permainan.
3.
Teori belajar humanistik.
Teori belajar humanistik
dikembangkan oleh seorang ahli yang bernama Throndike (1874-1949). Teori
humanistik lebih mementingkan faktor pengalaman (keterlibatan aktif) siswa di
dalam proses belajar. Menurut Throndike (Restu, 2010), prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah:
a.
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
c.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya.
d.
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam
proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
e. Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam danlestari.
f. Kepercayaan terhadap diri sendiri,
kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan
untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
g. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses
belajarnya daripada hasil belajar.
C. Prinsip Pendekatan SAVI
Agar
pengaplikasian suatu pendekatan dapat terlaksana dengan optimal maka harus
berlandaskan prinsip dasarnya. Dengan berpedoman dengan prinsip maka
keberhasilan pembelajaran akan semakin baik. Berikut prinsip pokok pendekatan
pembelajaran SAVI menurut Meier (Mayliana,
2013), yaitu:
1.
Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran.
2.
Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
3.
Kerjasama membantu proses belajar.
4.
Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara
simultan.
5.
Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
6.
Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
7.
Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan
otomatis.
D. Komponen Pendekatan Pembelajaran SAVI
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang terpadu dari berbagai komponen gaya belajar, yaitu: somatis atau gerak tubuh, auditori atau pendengaran, visual atau penglihatan, dan intelektual atau pikiran. Berikut akan dipaparkan lebih lanjut mengenai keempat komponen tersebut.
1. Belajar Somatis
Somatis berasal dari Bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma
(seperti dalam psikomatis). Jadi belajar somatis adalah belajar dengan indra
peraba, kinestis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta
menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Somatis bisa diartikan sebagai gerak
tubuh (hands-on) yang menuntut
belajar dengan mengalami dan melakukan. Pada proses pembelajaran siswa tidak
harus selalu duduk melainkan bisa melakukan aktivitas fisik lain yang produktif
dalam belajar. Gerak tubuh yang dinamis bisa meningkatkan sirkulasi dalam tubuh
yang selanjutnya dapat mendatangkan energi segar ke otak. Hal inilah yang
diharapkan dapat membuat proses pembelajaran bisa lebih menyenangkan sehingga
dapat menumbuhkan semangat belajar pada siswa. Anak-anak
yang bersifat somtis tidak dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh
mereka untuk membuat pikiran mereka tetap hidup, sering dianggap mengganggu,
tidak mampu belajar dan merupakan ancaman bagi sistem.
Menurut
tanpa nama (2010) bahwa, “Tubuh dan pikiran itu satu, keduannya merupakan satu
sistem elektris-kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Pemisahan antara
tubuh dan pikiran merupakan ketimpangan bagi siswa”. Pemisahan bagi
siswa yang memiliki karakter somatis akan menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya.
Gaya
belajar somatis akan terlatih jika siswa dirancang untuk: membuat model
dalam suatu proses atau prosedur, memeragakan suatu
proses, sistem, atau seperangkat konsep, mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya, menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan
belajar dan lain-lain), dan melakukan kajian lapangan.
2. Belajar Auditori
Belajar auditori
lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari. Ketika
membuat suara sendiri pun dengan berbicara, beberapa area penting di
otak menjadi aktif.Model siswa auditori lebih cepat menyerap informasi melalui
apa yang ia dengarkan. Menurut Meier (Mayliana
&
Sofyan, 2013) pembelajaran melalui auditori merupakan,
Pembelajaran
yang memanfaatkan telinga dan suara kita. Sadar atau tidak, telinga kita akan
terus menangkap dan menyimpan pesan auditori, selain itu beberapa area penting
di otak akan menjadi aktif saat seseorang membuat suara sendiri dengan
berbicara.
Auditori
menekankan pada proses pembelajaran yang melibatkan indra pendengaran, sehingga
aktivitas pembelajaran bisa melalui mendengarkan, berbicara, presentasi, dan
menanggapi. Bagi manusia yang normal secara fisik, belajar secara auditori
merupakan cara belajar yang paling pertama. Sama halnya dalam proses
pembelajaran, siswa tidak akan pernah lepas dari aktivitas mendengarkan yang
selanjutnya mengutarakan. Belajar auditori menuntut siswa untuk mampu
memperoleh informasi melalui kegiatan mendengarkan. Selanjutnya apabila siswa
sudah memperoleh informasi, berikan kesempatan serta arahan kepada siswa supaya
mereka mampu mengutarakan informasi yang diketahuinya melalui aktivitas
berbicara.
Ciri-ciri siswa auditori menurut De Porter dan Herbarcki (Tanpa
nama, 2010) diantaranya adalah:
a.
Lebih cepat dengan mendengarkan.
b.
Menggerakan bibir mereka dan
menggucapkan tulisan dibuku ketika membaca.
c.
Senang membaca dengan keras dan
mendengarkan.
d.
Dapat mengulangi kembali dan
menirukan nada, birama, dan warna suara.
e.
Bagus dalam berbicara dan bercerita.
f.
Berbicara dengan irama yang terpola.
g.
Suka berbicara, berdiskusi dan
menjelaskan sesuatu panjang lebar.
h.
Suka mengerjakan tugas berkelompok.
Gaya
belajar auditori akan meningkat jika pembelajaran dirancang seperti: Membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer,
menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung
didalam buku pembelajaran yang dibaca mereka, pembelajar secara
berpasang-pasangan menbincangkan secara terperinci apa yang mereka baru saja
mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkanya, mempraktikkan suatu
ketrampilan atau memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat
dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan, dan berkelompok kemudian bicara
tanpa henti saat sedang menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka
panjang.
3. Belajar Visual
Menurut Meier (Mayliana & Sofyan, 2013), “Secara ilmiah dikatakan
bahwa komunikasi visual lebih kuat karena manusia mempunyai lebih banyak
peralatan di kepala mereka untuk memproses informasi visual dari pada untuk
indra lain”. Oleh karena itu, ketajaman
visual lebih menonjol pada sebagian orang. Sementara itu Owen Caskey (tanpa
nama, 2010) menegaskan bahwa,
Orang yang menggunakan pencitraan (simbol) untuk mepelajari
informasi teknis dan ilmiah rata-rata memperoleh nilai 12% lebih baik untuk
ingatan jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan
pencitraan, dan 26% lebih baik untuk ingatan jangka panjang. Statistik ini
berlaku bagi setiap orang tanpa memandang usia, gender atau gaya belajar yang
diplih.
Cara membantu siswa yang memiliki
gaya belajar visual adalah dengan memberikan contoh dari dunia nyata,
memberikan diagram, peta gagasan, ikon-ikon, dan gambar dari segala macam hal
ketika mereka sedang belajar. Kadang-kadang mereka dapat belajar lebih baik
jika mereka mampu menciptkan peta gagasan, diagram, ikon, dan citra mreka
sendiri dari hal-hal yang sedang mereka pelajari.
4. Belajar Intelektual
Kata
intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara
internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptkan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman
tersebut. Intelektual merupakan bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan
masalah, dan membangun makna.
Menurut Meier (Mayliana & Sofyan, 2013),
Kata inteklektual menunjukkan tentang pola pikir
pembelajar saat mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman
tersebut.
Intelektual menghubungkan pengalaman mental, fisik,
emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru.Aspek intelektual akan
terlatih jika siswa diajak untuk terlibat dalam beberapa aktifitas seperti:
memecahkan masalah, menganalisa pengalaman, mengerjakan perencanaan strategis,
melahirkan gagasan kreatif, mencari dan menyaring informasi dan meramalkan
implikasi suatu gagasan.
E. Tahap-Tahap Pendekatan Pembelajaran SAVI
Menurut Meier (Charito. 2013),
pembelajaran SAVI akan tercapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan jika
empat tahap dilaksanakan dengan baik, yaitu persiapan, penyampaian, pelatihan,
dan penampilan hasil.
1.
Tahap
Persiapan
Pada tahap ini guru harus membangkitkan
minat serta motivasi siswa untuk belajar. Siswa harus merasa tertarik dan
nyaman untuk mengikuti proses pembelajaran sehingga perlu diciptakan suasan
lingkungan yang kondusif. Guru bisa melibatkan siswa mulai dari awal pembelajaran
dan memunculkan rasa ingin tahu yang mendalam dari dalam siswa terhadap materi
ajar yang akan disampaikan.
2.
Tahap
Penyampaian
Pada tahap ini guru membantu siswa
menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan,
dan pemanfaatkan alat indra. Guru bisa
memberikan sedikit demonstrasi yang bisa memberikan gambaran kepada siswa
mengenai materi ajar. Penyampaian ini dilakukan agar bisa membantu siswa dalam
memahami materi ajar dan siswa mampu menghubungkan materi tersebut dengan
konteks lain yang sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Tahap
Pelatihan
Pada tahap ini guru membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pe-ngetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Guru bisa memberikan serta mengarahkan siswa untuk lebih
memahami materi ajar melalui cara lain atau bahkan bisa menggunakan cara
tersendiri yang dilakukan oleh siswa. Siswa bisa diarahkan untuk melakukan
proses pembelajaran secara berkelompok sehingga mareka akan terlatih untuk
saling bertukar pendapat. Pada tahap ini siswa dituntut untuk melakukan
aktivitas fisik, bahkan bila perlu guru dan siswa bisa membuat permainan
sehingga proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan. Melalui tahap
ini kemampuan matematis siswa bisa dilatih secara bertahap.
4.
Tahap
Penampilan Hasil
Pada tahap ini guru membantu siswa menerapkan dan
memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga
hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil
pekerjaan mereka kepada siswa lainnya. Selanjutnya guru bisa memberikan latihan
tambahan kepada siswa untuk memperkuat pemahaman siswa mengenai materi ajar.
Agar proses pembelajaran lebih bermakna, berikan persoalan tambahan mengenai
materi ajar yang berhubungan dengan kehidupan nyata siswa.
F. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan SAVI
Setiap
pendekatan sekalipun pendekatan tersebut sangat modern tentunya terdapat pula
kekurangannya disamping memiliki kelebihan. Tidak ada satupun pendekatan
pembelajaran yang sempurna. Pendekatan yang satu dengan yang lainnya saling
melengkapi sehingga yang terbaik adalah menggunakan beragam pendekatan dalam
mengajar. Yang paling penting adalah ketepatan dalam penggunaan suatu
pendekatan. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari pendekatan SAVI. Menurut
Goez (2011), kelebihan dari pendekatan SAVI antara lain:
1.
Membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh
melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual.
2.
Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik
dan efektif.
3.
Mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan
kemampuan psikomotor siswa.
4.
Memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui
pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.
Menurut
Goez (2011) dan Whinie (2013) pendekatan SAVI juga memiliki kekurangan, yaitu:
1.
Penerapan pendekatan ini membutuhkan kelengkapan sarana
dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhan,
sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk
pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik, (Goez, 2011).
2. Pendekatan SAVI ini cenderung kepada
keaktifan siswa, sehingga untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang,
menjadikan siswa itu minder, (Whinie, 2013).
3. Pendekatan
yang memang tidak kaku tetapi harus disesuaikan dengan pokok bahasan materi
pembelajaran. Jadi tidak berlaku untuk semua pelajaran matematika, (Whinie, 2013).
Untuk
mengatasi kekurangan-kekurangan dari pendekatan SAVI ini, yang perlu
diperhatikan oleh guru yaitu:
1.
Memahami dan menguasai konsep-konsep pendekatan SAVI
dan konsep-konsep dari materi yang akan diajarkan.
2.
Mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan dalam
pelaksanaan pembelajaran.
G. Implementasi Pendekatan SAVI
Berdasarkan
tahapan yang telah dipaparkan maka dapat dibuat suatu implementasi
pembelajarannya. Implementasi pembelajaran SAVI dapat direncanakan dalam empat
tahapan pokok pembelajaran. Berikut implementasi pendekatan SAVI pada materi perkalian bilangan bulat.
1.
Tahap persiapan
a.
Guru
membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman
belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk
belajar.
b.
Guru bisa
melakukan tanya jawab bersama siswa untuk merangsang rasa ingin tahu siswa
terhadap materi ajar
2.
Tahap Penyampaian
a. Siswa menyimak penjelasan mengenai
bilangan bulat. Penjelasan yang dimaksud bukan langsung kepada konsep perkalian
bilangan bulat. melainkan lebih kepada contoh nyata yang memiliki sangkut paut
perkalian bulat dalam kehidupan.
b. Siswa dan guru bisa melakukan tanya jawab.
Guru harus mengarahkan siswa untuk selalu berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran.
c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.
Tiap kelompok terdiri dari 3-5 orang siswa.
d. Tiap kelompok menyediakan media
pembelajaran yang sudah diperiapkan sebelumnya. Media yang digunakan yaitu
beberapa gelas plastik yang berwarna kuning dan merah serta beberapa kubus
satuan yang berwarna kuning dan merah (ukuran sisi sekitar 2-3 cm).
e. Setiap kelompok memperoleh lembar kerja.
f. Siswa menyimak penjelasan dari guru
mengenai aturan penggunaan media tersebut. Adapun aturan media “gelas dan
kubus” (gebus), yaitu:
1) Untuk bilangan pengali yaitu diibaratkan
dengan gelas. Gelas kuning untuk bilangan positif (+), dan gelas merah untuk
bilangan negatif (-).
2) Untuk bilangan yang dikali yaitu
diibaratkan kubus satuan. Kubus kuning untuk bilangan positif (-) dan kubus
merah untuk bilangan negatif (-).
3) Untuk hasil perkalian yaitu kesesuaian
warna antar gelas dan kubus satuan yang ada didalamnya. Jika warna gelas sama
denga warna kubus satuan yang ada di dalamnya sama maka hasil perkaliannya
adalah bilangan positif (+), dan jika tidak sama maka hasil perkaliannya adalah
bilangan negatif (-).
g. Setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa
(LKS).
3.
Tahap Pelatihan
a. Guru memberikan aktivitas pembelajaran
lanjutan kepada siswa. Guru bisa menggunakan garis bilangan dengan memanfaatkan
lantai kelas.
b. Siswa menyimak penjelasan dari guru
mengenai aturan permainan dengan memanfaatkan lantai garis bilangan. Bila perlu
guru menuliskan aturan permainan di papan tulis dan jika siswa masih bingung
dengan aturan main yang ada, guru bisa memberikan sedikit demonstrasi.
Aturan main:
1)
Untuk
bilangan pengali positif (+) maka kita maju beberapa kali sesuai dengan angka
yang tercantum.
2)
Untuk
bilangan pengali negatif (-) maka kita mundur beberapa kali sesuai dengan angka
yang tercantum.
3)
Untuk
bilangan positif (+) yang dikali, menunjukkan arah awal permainan yaitu ke
kanan dan angka yang tercantum menunjukkan jumlah lantai untuk setiap kali
perpindahan.
4)
Untuk
bilangan negatif (-) yang dikali, menunjukkan arah awal permainan yaitu ke kiri
dan angka yang tercantum menunjukkan jumlah lantai untuk setiap kali
perpindahan.
5)
Lihat!
Ada di lantai ke berapa berapa kita terakhir berhenti?
c. Setiap kelompok mendapat beberapa soal.
Karena aktivitas ini masih merupakan penanaman konsep awal, maka guru bisa
membuat soal perkalian bilangan bulat yang hasilnya tidak lebih dari jumlah
lantai yang digunakan sebagai garis bilangan.
d. Setiap kelompok mengerjakan soal-soal
tersebut. Guru bisa memberikan arahan agar semua siswa terlibat aktif dalam
pengerjaan soal.
5.
Tahap penampilan hasil
a.
Setiap
kelompok membuat kesimpulan mengenai hasil permainan yang mereka lakukan.
b.
Setiap
kelompok melakukan diskusi untuk membahas serta mencari hubungan antara hasil
pengerjaan LKS dengan hasil permainan garis bilangan.
c.
Setiap
kelompok menyampaikan hasil pekerjaan dan diskusi mereka kepada siswa yang
lain.
d.
Setiap siswa
harus menyimak dan mengamati penampilan dari tiap kelompok.
e.
Setiap siswa
bisa mengajukan pertanyaan terhadap penampilan kelompok yang lain.
f.
Siswa dan
guru membuat kesimpulan bersama mengenai materi ajar.
Guru bisa
memberikan latihan lanjutan untuk memperkuat pemahaman siswa mengenai materi ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Charito, Rohim. dkk.
(2013). Penerapan pendekatan SAVI (somatis, auditori, visual, intelektual)
untuk meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran matematika volume bangun
ruang. [Online] tersedia di: http://eprints.uns.ac.id/11450/1/960-2611-1-PB.pdf.Diakses
1 Mei 2014.
Goez.(2011). Pendekatan SAVI. [Online] Tersedia di: http://goez17.wordpress.com/2011/11/23/pendekatan-savi/. Diakses 2 Mei 2014.
Hannah,
Nur dan Moch. Syaichudini. (2009). Penerapan
Pendekatan Savi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. [Online] Tersedia
di: http://ebooku.webs.com/documents/Penerapan%20Pendekatan%20Savi%20Untuk%20Meningkatkan%20Hasil%20Belajar%20Siswa.pdf.
Diakses 1 Mei 2014.
Mohon untuk bapak/ibu yang mengenal tentang model pembelajaran SAVI, untuk membantu menerapkan model tersebut di tempat saya,mohon number kontak person supaya bisa lebih mudah untuk berkoordinasi, thanks
ReplyDelete