Saturday, 13 February 2016

PENGANTAR PROSA FIKSI

1.    Pengertian Prosa Fiksi
            Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Karya sastra fiksi atau biasa disebut cerita rekaan, merupakan salah satu jenis karya sastra yang beragam prosa.
            Adapun pengertian prosa fiksi menurut Aminuddin dalam Djuanda dan Iswara (2006: 158) adalah “kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeran, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasilimajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita”.
2.        Ragam Prosa Fiksi
            Prosa Fiksi dapat dibedakan atas cerita pendek dan novel. Ada juga yang memilahnya menjadi tiga, selain cerpen, dan novel, tersebut juga istilah roman.
a.         Cerita pendek ( Cerpen)
            Cerita pendek atau cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekan dan juga bukan bagian dari novel yang belum selesai. Menurut Sudjiman dalam Djuanda dan Iswara (2006 : 160) cerita pendek atau cerpen adalah kisah pendek ( kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan. Cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi pada suatu ketika. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir atau batin terlihat dalam satu situasi.Tikaian dramatik, yaitu perbenturan antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita pendek. Dibandingkan dengan novel, cerpen jauh lebih padu dalam kesatuan jalan cerita, memenuhi syarat sebagai cerita dalam arti mengakhiri karangan dengan mencapai penyelesaian. Dalam sebuah cerpen biasanya mempunyai plot yang diarahkan pada kejadian atau peristiwa tunggal.
            Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak ( secara implisit) dari sekedar apa yang diceritakan.
            Plot cerpen biasanya tunggal, hanya terdiri dari satu urutan peristiwa, dan urutan peristiwa bisa terjadi dari mana saja,kalaupun ada perkenalan tokoh dan latar, tidal berkepanjangan. Karena plot tunggal, konflik dan klimak pun biasanya bersifat tunggal.
            Tema dalam cerita pendek biasanya hanya berisi satu tema. Hal itu berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal dan pelaku yang terbatas.
            Penokohan cerita pendek hanya terbatas, apalagi yang berstatus tokoh utama. Tokoh cerpen terbatas baik jumlah maupun data-data tokoh. Dengan demikian pembaca, harus menyimpulkan dan menerka sendiri perwatakan lengkap yang muncul dalam cerpen.
            Pelukisan latar cerpen tidak memerlukan detil khusus tentang keadaan latar, misalnyatentang tempat dan sosial.
            Cerpen lebih bisa mendukung unity. Artinya segala sesuatu diceritakan mendukung temautama. Semua unsur pembentuk cerpen harus saling berkaitan. Pencapaian kepaduan cerpen lebih mudah dicapai.
b.        Novel
            Novel berasal dari kata novella ( Italia) yang secara harfiah berarti ‘ sebuah barang baru yang kecil”. Pengertian novel menurut sudjiman dalam djuanda dan Iswara (2006 : 164) adalah “prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dalam latar secara tersusun”.
            Jika pada cerpen bersifat memadatkan, novel cenderung bersifat expands (meluas). Jika cerpen lebih mengutamakan intensitas, novel cenderung menitik beratkan kompleksitas. Novel juga memungkinkan untuk membahas panjang-panjang tentang tempat dan ruang.karena novel panjang pengarang dapat mengatur pengembangannya. Jadi unsur-unsur pembangunan sebuah novel seperti plot, tema, penokohan, dan latar, lebih rinci dan kompleks dibandingkan cerpen.
            Plot novel, karena tidak ada keterikatandengan panjangnya tulisan, umumnya memiliki lebih dari satu plot. Plot novel biasanya terdiri dari plot utama dan subplot. Plot utama berisi konflik utama yang menjadi inti persoalan yang diceritakan sepanjang karya itu, sedangkan subplot berupa konflik-konflik tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks.
            Tema dalam novel tidak menutup kemungkinan terdiri ataslebih dari satu tema, yaitu tema utama dan tema-tema tambahan. Hal itu sejalan dengan adanya plot utama dan plot tambahan, yang menampilkan konflik utama dan konflik tambahan.
            Tokoh-tokoh dalam novel biasanya diceritakan lebih lengkap, misalnya ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah laku, sifat dan kebiasaan. Demikian juga hubungan antartokoh, baik dilaksanakan secara langsung atau pun tidak langsung. Dengan cara itu, novel akan lebih memberikan gambaran tokoh lebih lengkap, jelas dan konkret dibandingkan dengan tokoh pada cerpen.
            Pelukisan latar dalam novel, umumnya lebih rinci, sehingga dapat menggambarkan latar lebih jelas, konkret dan pasti. Tetapi juga harus berhati-hati, karena latar yang terlalu panjang namun tidak ada kaitannya atau tidak mendukung konflik hanya akan membosankan yang membaca.
c.         Pendekatan Dalam Apresiasi Prosa Fiksi
1)        Pendekatan Parafratis
            Menurut Aminuddin dalam Djuanda dan Iswara (2006 : 171) “Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan karya sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda yang digunakan pengarangnya”.
            Dengan kata lain pendekatan ini memberikan kesempatan kepada pembaca untuk mere-kreasikan hasil membacanya dalam bentuk tulisan dengan kata-kata sendiri.
Menurut Djuanda dan Iswara (2006) ada beberapa prinsip dasar penerapan pendekatan parafrasit ialah bahwa “(1) gagasan yang sama dapat disampaikan melalui bentuk yang berbeda, (2) aimbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu karya sastra dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung ketaksaan makna, (3) kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang mengalami pelepasan dapat dikembalikan lagi kepada bentuk dasarnya, (4) pengubahan suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimatyang semula simbolik dan elipsis menjadi bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya seseorang memahami makna dalam bacaan, dan (5) pengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman yang diperoleh pembaca. Oleh karena itu pendekan parafratis dapat digunakan diawal apresiasi dan diakhir apresiasi, sebagai bentuk rekreasi dari pemahaman yang sudah dibacaanya”.
2)        Pendekatan Emotif dan Mengapresiasikan Sastra
            Aminudin (2002) mengemukakan pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra adalah “suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang merangsang emosi perasaan pembaca.  Rangsangan emosi tersebut dapat berupa keindahan bentuk maupun emosi yang berhubungan dengan isi gagasan, alur, atau penokohan”.
            Prinsip dasar yang melatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan bahwa ciptasastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir dihadapan masyarakat pembacanya,sehingga mampu memberikan kesenangan atau kepuasan kepada pembacanya. Dengan menerapkan pendekatan ini pembaca diharapkan dapat tergugah emosinya melalui karya sastra. 
3)        Pendekatan Analistis dalam mengapresiasikan sastra
            Pendekatan analistis menurut Amanuddin (2002:44) adalah “pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang, menampilkan gagasan dan mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun totalitas bentuk dan totalitas makna”.
            Penerapan pendekatan analistis dalam apresiasi prosa fiksi, akan menolong pembaca dalam upaya mengenal unsur-unsur intrinsik prosa fiksi yang dibacanya. Dari pemahaman analistis semacam ini, terutama untuk siswa, akan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan dan pemahaman ketika mereka harus membuat karangan fiksi.
            Prinsip dasar pendekatan analistis ialah : (1) karya sastra itu dibedakan oleh unsur-unsur / elemen-elemen, (2) setiap unsur itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lainnya meskipun karakteristiknya masing-masing, dan (3) dari adanya ciri karakteristik setiap unsur itu, maka antara elemen yang satu dengn yang lainny, pada awalnya dapat dibahas secara terpisah meskipun makhirnya setiap elemen itu merupakan satu kesatua. (Aminuddin,2002).
4)        Pendekatan Historis dalam Mengapresiasikan Sastra
            Pendekatan historis adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang, peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa-masa terwujudnya karya sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra sendiri pada umunya dari zaman ke zaman.
5)        Pendekatan Sosiopsikologis dalam Mengapresiasikan sastra
            Pendekatan sosiopsikologis adalah pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra diwujudkan.
6)        Pendekatan Didaktis dalam Mengapresiasikan Sastra
            Pendekatan didaktis adalah pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
d.        Apresiasi struktur prosa fiksi
1)        Plot dalam Prosa Fiksi
            Plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam sebuah cerita.
Struktur plot sebuah fiksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya :
a)        Bagian awal
b)        Bagian tengah
c)        Bagian akhir
            Kaidah plot meliputi  masalah kemasukakalan (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity).
2)        Latar dan Sudut Pandang dalam Prosa Fiksi
            Latar belakang atau setting adalah segala keterangan, petunjuk mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Latar terdiri dari latar fisik dan latar spiritual atau biasa dinamakan latar netral dan latar tipikal. Latar fisik adalah latar berupa tempat dan waktu. Sedangkan latar spiritual adalah bentuk lain yang berwujud tatacara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada tempat yang bersangkutan. Fungsi dari latar adalah latar sebagai metafora dan latar sebagai atsmofer.
            Sudut pandang menurut Tjahyono ( Djuanda dkk , 2006:240) adalah bagaimana cara pengarang menempatkan atau memperlakukan dirinya dalam cerita yang ditulisnya. Sudut pandang yang umunya digunakan oleh pengarang menurut Sayuti dalam Djuanda dkk ( 2006:247) dibagi menjadi empat yakni : (1) sudut pandang akuan-sertaan ( first person-central), (2) sudut pandang akuan-taksertaan (first person peripheral), (3) sudut pandang diaan-mahatahu (third person omniscient), dan (4) sudut pandang diaan-terbatas ( third person limited).
            Tema dalam prosa fiksi adalah suatu gagasan sentral yaitu sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui tulisan atau karya fiksi. Fungsi tema dalam prosa fiksi selain memberi konstribusi bagi unsur struktural yang lain seperti plot, tokoh, dan latar. Fungsi terpenting dari tema adalah untuk menjadi elemen penyatu terakhir bagi keseluruhan fiksi itu. Menurut Shippley ( dalam Djuanda dkk, 2006: 248) tema prosa fiksi umunya diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu, (1) tema fisik, (2) tema moral, (3) tema sosial, (4) egiuk, (5) kebutuhan.

Daftar Isi 


Aminudin.(2002). Pengantar Apresiasi Sastra.Bandung : Sinar baru algesindo
Djuanda, Dadan dan Prana Dwija I .(2006).Apresiasi Sastra Indonesia.Bandung. UPI Press.
 

0 komentar:

Post a Comment