1. Pengertian Prosa Fiksi
Daftar Isi
Karya sastra menurut ragamnya
dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Karya sastra fiksi atau biasa disebut
cerita rekaan, merupakan salah satu jenis karya sastra yang beragam prosa.
Adapun pengertian prosa fiksi
menurut Aminuddin dalam Djuanda dan Iswara (2006: 158) adalah “kisahan atau
cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeran, latar serta
tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasilimajinasi
pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita”.
2.
Ragam Prosa Fiksi
Prosa Fiksi dapat dibedakan atas
cerita pendek dan novel. Ada juga yang memilahnya menjadi tiga, selain cerpen,
dan novel, tersebut juga istilah roman.
a.
Cerita pendek ( Cerpen)
Cerita pendek atau cerpen bukanlah
sebuah novel yang dipendekan dan juga bukan bagian dari novel yang belum
selesai. Menurut Sudjiman dalam Djuanda dan Iswara (2006 : 160) cerita pendek
atau cerpen adalah kisah pendek ( kurang dari 10.000 kata) yang memberikan
kesan tunggal yang dominan. Cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam
satu situasi pada suatu ketika. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh
yang ditampilkan pada satu latar atau latar belakang dan lewat lakuan lahir
atau batin terlihat dalam satu situasi.Tikaian dramatik, yaitu perbenturan
antara kekuatan yang berlawanan, merupakan inti cerita pendek. Dibandingkan
dengan novel, cerpen jauh lebih padu dalam kesatuan jalan cerita, memenuhi
syarat sebagai cerita dalam arti mengakhiri karangan dengan mencapai
penyelesaian. Dalam sebuah cerpen biasanya mempunyai plot yang diarahkan pada
kejadian atau peristiwa tunggal.
Kelebihan cerpen yang khas adalah
kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak ( secara implisit) dari sekedar
apa yang diceritakan.
Plot cerpen biasanya tunggal, hanya
terdiri dari satu urutan peristiwa, dan urutan peristiwa bisa terjadi dari mana
saja,kalaupun ada perkenalan tokoh dan latar, tidal berkepanjangan. Karena plot
tunggal, konflik dan klimak pun biasanya bersifat tunggal.
Tema dalam cerita pendek biasanya
hanya berisi satu tema. Hal itu berkaitan dengan keadaan plot yang juga tunggal
dan pelaku yang terbatas.
Penokohan cerita pendek hanya
terbatas, apalagi yang berstatus tokoh utama. Tokoh cerpen terbatas baik jumlah
maupun data-data tokoh. Dengan demikian pembaca, harus menyimpulkan dan menerka
sendiri perwatakan lengkap yang muncul dalam cerpen.
Pelukisan latar cerpen tidak
memerlukan detil khusus tentang keadaan latar, misalnyatentang tempat dan
sosial.
Cerpen lebih bisa mendukung unity. Artinya segala sesuatu
diceritakan mendukung temautama. Semua unsur pembentuk cerpen harus saling
berkaitan. Pencapaian kepaduan cerpen lebih mudah dicapai.
b.
Novel
Novel berasal dari kata novella (
Italia) yang secara harfiah berarti ‘ sebuah barang baru yang kecil”.
Pengertian novel menurut sudjiman dalam djuanda dan Iswara (2006 : 164) adalah
“prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dalam latar secara tersusun”.
Jika pada cerpen bersifat
memadatkan, novel cenderung bersifat expands
(meluas). Jika cerpen lebih mengutamakan intensitas, novel cenderung menitik
beratkan kompleksitas. Novel juga memungkinkan untuk membahas panjang-panjang
tentang tempat dan ruang.karena novel panjang pengarang dapat mengatur
pengembangannya. Jadi unsur-unsur pembangunan sebuah novel seperti plot, tema,
penokohan, dan latar, lebih rinci dan kompleks dibandingkan cerpen.
Plot novel, karena tidak ada
keterikatandengan panjangnya tulisan, umumnya memiliki lebih dari satu plot.
Plot novel biasanya terdiri dari plot utama dan subplot. Plot utama berisi
konflik utama yang menjadi inti persoalan yang diceritakan sepanjang karya itu,
sedangkan subplot berupa konflik-konflik tambahan yang bersifat menopang,
mempertegas, dan mengintensifkan konflik utama untuk sampai ke klimaks.
Tema dalam novel tidak menutup
kemungkinan terdiri ataslebih dari satu tema, yaitu tema utama dan tema-tema
tambahan. Hal itu sejalan dengan adanya plot utama dan plot tambahan, yang
menampilkan konflik utama dan konflik tambahan.
Tokoh-tokoh dalam novel biasanya
diceritakan lebih lengkap, misalnya ciri-ciri fisik, keadaan sosial, tingkah
laku, sifat dan kebiasaan. Demikian juga hubungan antartokoh, baik dilaksanakan
secara langsung atau pun tidak langsung. Dengan cara itu, novel akan lebih
memberikan gambaran tokoh lebih lengkap, jelas dan konkret dibandingkan dengan
tokoh pada cerpen.
Pelukisan latar dalam novel, umumnya
lebih rinci, sehingga dapat menggambarkan latar lebih jelas, konkret dan pasti.
Tetapi juga harus berhati-hati, karena latar yang terlalu panjang namun tidak
ada kaitannya atau tidak mendukung konflik hanya akan membosankan yang membaca.
c.
Pendekatan Dalam
Apresiasi Prosa Fiksi
1)
Pendekatan Parafratis
Menurut Aminuddin dalam Djuanda dan
Iswara (2006 : 171) “Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan
karya sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan
pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda yang
digunakan pengarangnya”.
Dengan kata lain pendekatan ini
memberikan kesempatan kepada pembaca untuk mere-kreasikan hasil membacanya
dalam bentuk tulisan dengan kata-kata sendiri.
Menurut
Djuanda dan Iswara (2006) ada beberapa prinsip dasar penerapan pendekatan
parafrasit ialah bahwa “(1) gagasan yang sama dapat disampaikan melalui bentuk
yang berbeda, (2) aimbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu karya
sastra dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung
ketaksaan makna, (3) kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang
mengalami pelepasan dapat dikembalikan lagi kepada bentuk dasarnya, (4)
pengubahan suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimatyang semula
simbolik dan elipsis menjadi bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan
mempermudah upaya seseorang memahami makna dalam bacaan, dan (5) pengungkapan
kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak
sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman yang diperoleh pembaca.
Oleh karena itu pendekan parafratis dapat digunakan diawal apresiasi dan
diakhir apresiasi, sebagai bentuk rekreasi dari pemahaman yang sudah dibacaanya”.
2)
Pendekatan Emotif dan
Mengapresiasikan Sastra
Aminudin (2002) mengemukakan pendekatan
emotif dalam mengapresiasi sastra adalah “suatu pendekatan yang berusaha
menemukan unsur-unsur yang merangsang emosi perasaan pembaca. Rangsangan emosi tersebut dapat berupa
keindahan bentuk maupun emosi yang berhubungan dengan isi gagasan, alur, atau
penokohan”.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi
adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan bahwa ciptasastra merupakan
bagian dari karya seni yang hadir dihadapan masyarakat pembacanya,sehingga
mampu memberikan kesenangan atau kepuasan kepada pembacanya. Dengan menerapkan
pendekatan ini pembaca diharapkan dapat tergugah emosinya melalui karya
sastra.
3)
Pendekatan Analistis
dalam mengapresiasikan sastra
Pendekatan analistis menurut
Amanuddin (2002:44) adalah “pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara
pengarang, menampilkan gagasan dan mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang,
elemen intrinsik dan mekanisme hubungan setiap elemen intrinsik itu sehingga
mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun totalitas
bentuk dan totalitas makna”.
Penerapan pendekatan analistis dalam
apresiasi prosa fiksi, akan menolong pembaca dalam upaya mengenal unsur-unsur
intrinsik prosa fiksi yang dibacanya. Dari pemahaman analistis semacam ini,
terutama untuk siswa, akan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan dan pemahaman
ketika mereka harus membuat karangan fiksi.
Prinsip dasar pendekatan analistis
ialah : (1) karya sastra itu dibedakan oleh unsur-unsur / elemen-elemen, (2)
setiap unsur itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan mempunyai hubungan
antara yang satu dengan yang lainnya meskipun karakteristiknya masing-masing,
dan (3) dari adanya ciri karakteristik setiap unsur itu, maka antara elemen
yang satu dengn yang lainny, pada awalnya dapat dibahas secara terpisah
meskipun makhirnya setiap elemen itu merupakan satu kesatua. (Aminuddin,2002).
4)
Pendekatan Historis
dalam Mengapresiasikan Sastra
Pendekatan historis adalah
pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar
belakang, peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa-masa terwujudnya
karya sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan
penciptaan maupun kehidupan sastra sendiri pada umunya dari zaman ke zaman.
5)
Pendekatan
Sosiopsikologis dalam Mengapresiasikan sastra
Pendekatan sosiopsikologis adalah
pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya,
kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap
lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra diwujudkan.
6)
Pendekatan Didaktis
dalam Mengapresiasikan Sastra
Pendekatan didaktis adalah
pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif
maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu
akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis
sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca.
d.
Apresiasi struktur
prosa fiksi
1)
Plot dalam Prosa Fiksi
Plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk
oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan
oleh para pelaku dalam sebuah cerita.
Struktur
plot sebuah fiksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya :
a)
Bagian awal
b)
Bagian tengah
c)
Bagian akhir
Kaidah plot meliputi masalah kemasukakalan (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense),
dan kepaduan (unity).
2)
Latar dan Sudut Pandang
dalam Prosa Fiksi
Latar belakang atau setting adalah segala keterangan,
petunjuk mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya
sastra. Latar terdiri dari latar fisik dan latar spiritual atau biasa dinamakan
latar netral dan latar tipikal. Latar fisik adalah latar berupa tempat dan
waktu. Sedangkan latar spiritual adalah bentuk lain yang berwujud tatacara,
adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada tempat yang
bersangkutan. Fungsi dari latar adalah latar sebagai metafora dan latar sebagai
atsmofer.
Sudut pandang menurut Tjahyono (
Djuanda dkk , 2006:240) adalah bagaimana cara pengarang menempatkan atau
memperlakukan dirinya dalam cerita yang ditulisnya. Sudut pandang yang umunya
digunakan oleh pengarang menurut Sayuti dalam Djuanda dkk ( 2006:247) dibagi
menjadi empat yakni : (1) sudut pandang akuan-sertaan
( first person-central), (2) sudut
pandang akuan-taksertaan (first person peripheral), (3) sudut
pandang diaan-mahatahu (third person omniscient), dan (4) sudut
pandang diaan-terbatas ( third person limited).
Tema dalam prosa fiksi adalah suatu
gagasan sentral yaitu sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui
tulisan atau karya fiksi. Fungsi tema dalam prosa fiksi selain memberi
konstribusi bagi unsur struktural yang lain seperti plot, tokoh, dan latar.
Fungsi terpenting dari tema adalah untuk menjadi elemen penyatu terakhir bagi
keseluruhan fiksi itu. Menurut Shippley ( dalam Djuanda dkk, 2006: 248) tema
prosa fiksi umunya diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu, (1) tema fisik,
(2) tema moral, (3) tema sosial, (4) egiuk, (5) kebutuhan.Daftar Isi
Aminudin.(2002). Pengantar Apresiasi Sastra.Bandung : Sinar baru algesindo
Djuanda, Dadan dan Prana Dwija I .(2006).Apresiasi Sastra Indonesia.Bandung. UPI
Press.
0 komentar:
Post a Comment