AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)
Diajukan
untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah
Model Pembelajaran Matematika.
Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi (1105194/07)
Egi Agustian (1105661/15)
M. Junaedi (1101465/23)
Topik Rusmana (1105142/34)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
2014
PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
A. Latar
Belakang Pendekatan Kontekstual
Kemajuan suatu
bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas
sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dalam hal ini peran
pendidik sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai,
terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.
Berbagai upaya
telah ditempuh untuk meningkatkan mutu pembelajaran, seperti; pembaharuan
kurikulum, pengembangan pendekatan pembelajaran, perubahan sistem penilaian,
dan lain sebagainya. Salahsatu unsur yang dikaji dalam hubungannya dalam
keefektifan belajar dan hasil belajar siswa adalah pendekatan yang digunakan
guru dalam mengajar di sekolah. Selama ini kebanyakan proses belajar selalu
berpusat pada guru sehingga siswa cenderung kurang aktif. Sebenarnya banyak
cara yang dapat dilakukan agar siswa menjadi aktif, salahsatunya yaitu merubah
paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran, melainkan
sebagai pembimbing, motivator, tutor, dan fasilitator. Selama pembalajaran berlangsung
siswalah yang dituntut aktif sehingga guru tidak menjadi peran utama. Oleh
karena itu perlu dikembangkan suatu pendekatan pembelajararan yang mampu
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu
pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini adalah
pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan ini sangat berbeda dengan
pendekatan konvensional, dimana siswa dibawa secara langsung kedalam pembelajaran
sehingga siswa sangat berperan aktif. Selain itu dalam pendekatan ini semua
materi yang disajikan selalu dihubungkan dengan kehidupan nyata sehingga
pembelajaran yang dilakukan lebih
bermakn. Prinsip dalam pendekatan ini yaitu, siswa bukan hanya sekedar
mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara
langsung. Menurut Sanjaya (2006) melalui proses berpengalaman itu diharapkan
perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek
kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor juga. Sehingga dengan
pendekatan ini siswa diharapkan mampu menemukan sendiri materi yang
dipelajarinya.
B. Konsep
Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan
kontekstual adalah pendekatan yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif
dalam pembelajaran dengan harapan siswa mampu menemukan sendiri materi
pelajaran yang akan dipelajarinya serta bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Dalam pendekatan
kontekstual ada tiga hal yang harus kita pahami, diantaranya yaitu:
1.
Pendekatan
kontekstual menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan sendiri
materinya.
2.
Pendekatan
kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehudupan nyata.
3.
Pendekatan
kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.
Menurut Ahmadi&
Amri (2010, hlm. 36) pembelajaran konstekstual harus mempunyai dasar pemikiran
yang dilandasi strategi yang berprinsip pada:
1.
berpusat
pada peserta didik,
2.
mengembangkan
kreativitas peserta didik,
3.
suasana
yang menarik, menyenangkan, dan bermakna,
4.
prinsip
pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan,
5.
mengembangkan
beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan makna,
6.
belajar
melalui berbuat, siswa aktif berbuat,
7.
menekankan
pada penggalian, penemuan, dan penciptaan,
8.
pembelajaran
dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya, dan
9.
menggunakan
pembelajaran tuntas di sekolah.
Seorang guru harus memahami konsep serta
prinsip dari pendekatan kontekstual tersebut agar mampu menerapkannya dengan
efektif dan efisien. Inti dari pendekatan kontekstual ini adalah keterlibatan
siswa secara aktif dalam pembelajaran. Materi ajar yang disampaikan harus
memiliki keterkaitan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata.
C. Karakteristik
Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan
kontekstual ini memiliki karakteristik atau dasar pemikiran tersendiri dalam
pembelajarannya. Sehubungan dengan hal itu, menurut Sanjaya (2006, hlm. 254)
ada lima karateristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan
pendekatan kontekstual.
1.
Dalam
pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activating knowledge).
2.
Pembelajaran
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh atau menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge).
3.
Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge).
4.
Mempraktikan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge).
5.
Melakukan
refleksi (reflecting knowledge).
Karakteristik
ini bisa menjadi tolak ukur untuk guru dalam menerapkan pendekatan ini. Dalam
pendekatan ini, guru harus memikirkan bagaimana siswa memperoleh pengalaman
belajar, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru secara
bermakna melalui pengalamannya dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan.
D. Prinsip
Pedekatan
Kontekstual
Menurut Jhonsen (Sa’ud & Suherman,
2010) pembelajaran kontekstual setidaknya memiliki tiga prinsip utama yaitu,
‘Saling ketergantungan (interdepence),
diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian diri (self organization)’. Berikut akan
dipaparkan lebih detail dari ketiga prinsip tersebut.
1.
Prinsip
Saling Ketergantungan (Interdepence)
Prinsip saling ketergantungan (interdepence) menunjukkan bahwa
komponen-komponen dalam pendidikan memiliki hubungan ketergantungan satu sama
lain. Semua komponen pembelajaran pada dasarnya dapat mendukung proses
pembelajaran jika keberadaannya sesuai dengan prinsip ketergantungan dan dapat
dikelola dengan baik. Pada proses pembelajaran, siswa memiliki hubungan serta
ketergantungan dengan guru, siswa lainnya, materi ajar, sumber belajar, media
pembelajaran, sarana dan prasarana, serta lingkungan sekolah. Perkembangan
kognitif siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Teori ini
menjadi pijakan bahwa materi ajar yang disampaikan kepada siswa haruslah
disertai dengan bukti-bukti yang konkret, khususnya pada pembelajaran
matematika. Salah satu ciri pembelajaran matematika adalah dilakukan secara
bertahap dan spiral. Konsep matematika yang disampaikan dimulai dari hal yang
sederhana sampai ke hal yang kompleks. Konsep yang telah dikuasai sebelumnya
oleh siswa akan menjadi syarat untuk tercapainya penguasaan konsep selanjutnya.
2.
Prinsip
Diferensiasi (Differentiation)
Prinsip diferensiasi (differentiation) menjelaskan
bahwa setiap siswa memiliki potensi yang berbeda dengan siswa lainnya.
Perbedaan tersebut tentu akan berdampak dalam pelaksaanaan pembelajaran. Proses
pembelajaran harus dilaksanakan dengan menekannkan pada keterlibatan siswa
secara aktif. Siswa yang memiliki potensi bahkan latar belakang yang berbeda
harus diarahkan untuk membuat harmonisasi dalam proses pembelajaran. Siswa
diarahkan untuk bekerjasama serta bertukar pendapat dengan siswa lainnya serta
guru dalam dalam mengumpulkan informasi dan memecahkan masalah tertentu. Proses
pembelajaran seperti inilah yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
berpikir logis serta kreativitas siswa.
3.
Prinsip
Pengorganisasian Diri (Self Organization)
Prinsip pengorganisasian diri (self organization) memiliki keterkaitan
dengan prinsip diferensiasi. Pada dasarnya setiap individu merupakan satu
keutuhan antara jiwa dan raga. Setiap individu tentu memiliki potensi yang
berbeda serta ciri khas dalam mengatur dirinya sendiri. Pengaturan diri sendiri
ini merupakan salah satu upaya seorang manusia dalam melangsungkan
kehidupannya. Prinsip ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran atau
pendidikan secara umum adalah memahami serta mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh siswa dengan optimal. Pengembangan potensi ini dimaksudkan supaya
kelak siswa mampu merealisasikan serta menunjukkan eksistensinya sebagai
seorang manusia dengan memanfatakan semua potensi yang dimilkinya tersebut.
Pendekatan pembelajaran kontekstual
menekankan adanya hubungan antar materi ajar yang satu dengan yang lainnya,
serta hubungan antara konsep yang bersifat abstrak dengan contoh konkret.
Kebermaknaan belajar ditekankan pada keterkaitan antara konsep yang menjadi
materi ajar dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran
berpusat pada siswa. Pembelajaran seperti ini dapat memberi kesempatan kepada
mereka untuk menemukan serta memahami konsep materi ajar sesuai dengan potensi
yang dimiliki dan kolaborasi dengan siswa lainnya.
E. Komponen
Pendekatan Kontekstual
Menurut Sanjaya (2006) & Trianto
(2007) mengemukakan bahwa pendekatan
kontekstual memiliki 7 komponen utama atau asas-asas yang mendasarinya
(Maulana, 2009).
1.
Kontruktivisme.
2.
Inkuiri.
3.
Bertanya.
4.
Masyarakat
belajar.
5.
Pemodelan.
6.
Refleksi.
7.
Penilaian
nyata.
Dari ketujuh komponen tersebut tentunya
harus dijadikan pegangan dalam melakukan pembelajaran dikelas.
Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling melengkapi mulai dari pedoman
secara teoritis hingga praktis. Seorang guru harus memperhatikan komponen
kontekstual tersebut karena ini merupakan jantungnya pembelajaran kontekstual
yang tentunya memberikan peranan sangat penting. Berikut akan dijelaskan lebih
jelas lagi dari ketujuh komponen tersebut.
1.
Konstruktivisme
Konstruktivisme bukan merupakan gagasan yang baru lagi,
istilah ini telah popular dalam dunia pendidikan yang dijadikan sebagai teori
pembelajaran. Sebenarnya manusia secara
tidak sadar telah melakukan konstruktivis dalam
kehidupannya sehari-hari karena apa yang dilalui manusia merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman, ini merupakan proses konstruktivis.
Kontekstual secara teoritik berlandaskan pada teori belajar kontruktivisme. Konstruktivisme
dapat diartikan sebagai proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Konstruktivisme
pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa diarahkan oleh guru untuk mencari sendiri pengetahuan
dengan bimbingan guru yang kemudian mereka menarik kesimpulan dari apa yang telah
dipelajarinya tersebut. Menurut Ahmadi &Amri (2010, hlm. 28) tujuan
pembelajaran konstruktivisme
ada dua yaitu untuk, “Membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengalaman awal dan
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
bukan menerima pengetahuan”.
2.
Inkuiri
Inkuiri merupakan metode pembelajaran
yang menekankan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat tetapi hasil dari menemukan sendiri. Pada
proses pembelajarannya, guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan yang menemukan. Dapat
disimpulkaan bahwa inkuiri merupakan proses belajar yang berdasaar pada
pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Menurut Amri & Ahmadi (2010, hlm. 29) inkuiri memiliki siklus yang
terdiri dari.
a.
Proses
perpindahan dan pengamatan menjadi pemahaman.
b.
Siswa
belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
c.
Observasi.
d.
Mengajukan
dugaan.
e.
Bertanya.
f.
Mengumpulkan
data.
g.
Menyimpulkan.
3.
Bertanya
Bertanya merupakan tahapan awal
seseorang dalam mencari pengetahuan. Dalam bertanya biasanya ada dua tujuan
yaitu untuk menyamakan atau mengklarifikasi pengetahuan yang telah dimiliki
atau untuk mengetahui yang sebelumnya memang belum mengetahui apa-apa. Pada
hakikatnya belajar merupakan kegiatan
bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
mencerminkan sifat kritis seseorang. Sifat kritis inilah yang penting
dan perlu ditanamkan dalam diri siswa. Sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan berpikir seseorang.
4.
Masyarakat
Belajar
Menurut Vygostky (Maulana, 2009, hlm. 19), “Pengetahuan dan pemahaman anak
ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain”. Dengan begitu pada dasarnya
manusia tidak dapat memecahkan masalah sendiri melainkan membutuhkan bantuan
orang lain. Pada proses pembelajaran kontekstual diperlukan
kerjasama antara satu dengan yang lainnya dan
ditekankan
adanya kerjasama berupa kerja kelompok.. Kalau setiap orang mau belajar dari
orang lain, maka orang lain dapat menjadi sumber belajar, sehingga setiap orang
akan kaya akan pengetahuan dan pengalaman.
5.
Pemodelan
Pada proses pembelajaran pengetahuan
atau keterampilan tentunya dibutuhkan model untuk ditiru oleh siswanya. Seperti
guru terlebih dahulu mendemonstrasikan sebelum dicoba oleh siswa atau bila
perlu menghadirkan pihak lain yang ahli dibidangnya. Hal ini bertujuan agar
mempermudah siswa dalam menyerap keterampilan atau pengetahuan.
6.
Refleksi
Menurut Sanjaya (2006),
“Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu” (Maulana, 2009, hlm. 19). Refleksi juga bisa diartikan sebagai suatu respon terhadap kejadian, aktivitas,
atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa diharapkan mampu mengedepankan
apa yang dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumya.
7.
Penilaian
Nyata
Menurut Trianto (2007) mengemukakan
bahwa, ‘Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa’ (Maulana, 2009, hlm. 19)”. Pengumpulan data ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa sehingga guru
dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Dalam penilaian
nyata lebih ditekankan kepada proses belajar bukan pada hasil belajar. Menurut
Amri & Ahmadi (2010, hlm. 32) karakteristik dari penilaian
autentik ada tujuh.
a.
Mengukur
pengetahuan dan keterampilan siswa.
b.
Penilaian
produk/kinerja.
c.
Tugas-tugas
yang relevan dan kontekstual.
d.
Berkesinambungan.
e.
Dapat
digunakan sebagai umpan balik.
f.
Dapat
digunakan sebagai tes formatif maupun sumatif.
g.
Terintegrasi.
F. Tahapan
dan
Implementasi Pendekatan Kontekstual
Menurut Sa’ud&
Suherman (2010) tahapan pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu
invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, serta adanya pengambilan tindakan.
1.
Tahap
Invitasi
Tahap invitasi merupakan tahap awal
untuk mendorong siswa dalam mengemukakan pengetahuannya yang memiliki
keterkaitan dengan materi ajar yang akan dibahas. Kegiatan ini juga dapat
dilakukan oleh guru dalam rangka meningkatkan perhatian siswa terhadap proses
pembelajaran. Guru dapat mengutarakan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa atau
memperlihatkan media pembelajaran. Pertanyaan ataupun media yang tentu
digunakan harus menggambarkan hal-hal yang ada dikehidupan nyata siswa. Hal ini
dimaksudkan supaya siswa dapat mengkomunikasikan antara pengalamannya dengan
materi ajar.
2.
Tahap
Eksplorasi
Tahap eksplorasi dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengumpulan secara
penyelidikan lebih lanjut mengenai suatu informasi. Masalah-masalah yang
terkait akan dibahas lebih lanjut oleh siswa. Guru dapat merancang kegiatan
pembelajaran yang menuntut siswa untuk melakukan pengamatan, observasi,
diskusi, dan hal lain sebagainya yang mampu meningkatkan rasa ingin tahu siswa.
Informasi yang diperoleh siswa akan menjadi dasar dalam pemecahan masalah.
3.
Tahap
Penjelasan dan Solusi
Tahap penjelasan dan solusi merupakan tahap dimana siswa dapat memberikan
penjelasan-penjelasan mengenai penemuannya. Penemuan ini merupakan semua
informasi yang telah diperoleh siswa pada tahap sebelumnya. Penjelasan yang
disampaikan oleh siswa merupakan solusi dasar dalam pemecahan masalah materi ajar
yang sedang dibahas. Penjelasan ini kemudian dikuatkan oleh penjelasan dari
guru dan ditanggapi oleh siswa lainnya sehingga ditemukanlah solusi bersama.
4.
Tahap
Pengambilan Tindakan
Tahap pengambilan tindakan merupakan
tahap akhir dalam pembelajaran kontekstual. Siswa telah memperoleh informasi
dari tahap-tahap sebelumnya sehingga siswa dapat membuat kesimpulan. Siswa juga
dapat mengajukan pertanyaan lanjutan untuk memperkuat informasi yang telah
diperolehnya. Tahap ini mendorong siswa untuk dapat membuat keputusan serta
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk
pemecahan masalah pada situasi yang lain.
Contoh
implementasi pendekatan kontekstual adalah pada pembelajaran bangun datar dalam
materi menghitung luas persegi dan persegipanjang.
1.
Tahap Invitasi (5
menit)
a.
Pembelajaran
dilakukan secara berkelompok. Tiap kelompok beranggotakan tidak lebih
dari 5 orang siswa.
b.
Setiap siswa
diminta untuk mengamati lantai keramik. Guru menanyakan bentuk dari lantai
tersebut. Kemudian guru menanyakan bentuk keseluruhan lantai kelas.
2.
Tahap Eksplorasi
(20 menit)
a. Setiap kelompok diminta untuk menyediakan alat yang diperlukan, seperti
tali rapia dan gunting.
b. Setiap kelompok diberi diminta untuk membuat tiga bentuk
bangun datar persegi dan persegi panjang dengan menggunakan tali rapia pada
beberapa lantai. Setiap kelompok diberi kebebasan untuk membuat pola dari
persegi dan persegi panjang.
c. Setiap kelompok diminta untuk mengamati dan mencatat
jumlah keramik pada sisi panjang maupun lebar dan jumlah keseluruhan keramik
pada setiap pola persegi dan persegi panjang yang mereka buat.
3.
Tahap Penjelasan
dan Solusi (20 menit)
a. Setiap siswa melakukan diskusi kelompok. Setiap kelompok
mengamati hasil pekerjaan mereka dan menjadi keterkaitan dari beberapa pola yang
telah mereka buat.
b. Setiap kelompok menyampaikan hasil pekerjaan dan diskusi
mereka kepada kelompok lain dan guru.
c. Siswa dan guru melakukan diskusi kelas untuk menemukan
rumus menghitung luas persegi dan persegi panjang.
4.
Tahap Pengambilan
Tindakan (10 menit)
a.
Setiap siswa
mengujicobakan rumus pada situasi lain.
b.
Siswa dan guru
melakukan refleksi dan menyimpulkan hasil pembelajaran.
G.
Peran Guru dan Siswa dalam Pendekatan
Kontekstual
Dalam proses pembelajaran peran guru
sangat penting, karena guru merupakan seorang kreator pencipta suasana belajar
dalam kelas. Guru harus memahami perananya disetiap detail proses pembelajaran
agar pada prosesnya dapat berjalan dengan baik. Salah memposisikan peran maka
sudah pasti proses pembelajaran akan berjalan dengan tidak efektif.
Dalam pembelajaran kontekstual tentunya
guru memiliki peranan tertentu yang harus diperhatikan. Peranan guru pada
pembelajaran kontekstual ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sanjaya
(2006) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai peran guru
dan siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu siswa merupakan individu yang
selalu berkembang, siswa cenderung belajar hal-hal baru dan menantang, belajar merupakan proses untuk mencari keterkaitan
pengalaman, serta belajar merupakan proses penyempurnaan skema siswa. Lebih
jelas mengenai peran guru dan siswa akan dipaparkan dibawah ini.
1.
Siswa
dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa dalam menjalani kehidupan selalu
mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan lebih menekankan pada
fisik, sedangkan perkembangan lebih dikhususkan pada perubahan fsikis/mental.
Peran guru dalam menyikapi perkembangan ini adalah sebagai pembimbing siswa
agar mereka biasa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Namun perlu
diperhatikan pula bahwa perkembangan setiap individu tidak selamanya sama
sehingga alangkah baiknya guru memahami tiap siswanya akan tingkat
perkembangannya.
2.
Setiap
anak cenderung untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Sehingga
akan lebih baik jiaka guru memberikan desain pembelajaran yang menantang untuk
siswa, dengan begitu mereka akan terpacu untuk belajar. Guru harus dapat
memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3.
Pada
dasarnya siswa belajar adalah untuk mencari keterkaitan atau keterhubungan
antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dalm hal ini
siswa melakukan klarifikasi pengetahuan awalnya dengan pengetahuan yang baru
didapatkan. Peran guru dalam hal ini yaitu membantu agar siswa mampu menemukan
keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4.
Belajar
bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi), atau
pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian peran guru yaitu
memfasilitasi agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.
Bimbing siswa untuk dapat menyempurnakan skematanya.
H. Perbedaan
Pendekatan
Kontekstual dengan Pembelajaran
Konvensional
Pembelajaran konstektual merupakan
pembelajaran yang lebih modern yang
tentunya berbeda dengan pembelajaran tradisional. Pembelajaran
tradisional pada kenyataanya banyak dipakai oleh guru di lapangan. Sebenarnya
pembelajaran tradisional tidaklah buruk melainkan apabila pembelajaran monoton
seperti itu maka siswa akan jenuh dan tidak produktif dalam belajar. Sehingga
guru perlu melakukan variasi dalam mendesain suatu proses pembelajaran. Antara
pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional memiliki perbedaan
yang mendasar.
Tabel I
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pembelajaran
Tradisional
No.
Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran
Tradisional
1.
Siswa sebagai subjek belajar.
Siswa sebagai objek belajar.
2.
Siswa belajar secara berkelompok.
Siswa lebih banyak belajar secara individu.
3.
Pembelajaran lebih berpusat pada siswa.
Pembelajaran lebih berpusat pada guru.
4.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Pembelajaran bersifat abstrak.
5.
Menggunakan metode pembelajaran yang beragam.
Metode pembelajaran lebih dominan dengan ceramah.
6.
Siswa belajar lebih aktif.
Siswa belajar lebih pasif.
I. Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual
Pendekatan pembelajaran merupakan cara,
konsep, jalan atau prosedur yang digunakan oleh guru agar pembelajaran yang
disajikan oleh guru dapat dicerna oleh siswa, sehingga tujuan instruksional
yang telah ditentukan dapat tercapai.
Pemilihan suatu pendekatan itu berdasarkan pada materi yang akan
diajarakan kepada siswa, sehingga guru bisa memaksimalkan pengajaran di kelas
dan akhirnya siswa mendapatkan ilmu. Berarti di sini guru harus pandai dalam
memilih suatu pendekatan. Salah satu pendekatan yang sedang dibahas ini yaitu
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual ini juga memiliki kelebihan dan
kekurangan pada pembelajarannya, sama halnya dengan pendekatan-pendekatan yang
lain. Berikut ini penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan pada pendekatan
kontekstual.
1.
Kelebihan
dari pendekatan kontekstual, diantaranya:
a.
Pembelajaran
lebih bermakna.
b.
Menumbuhkan
rasa ingin tahu yang tinggi.
c.
Menumbuhkan
keberanian untuk mau bertanya kepada guru.
d.
Siswa
dapat menemukan materi yang dipelajari.
e.
Materi
yang dibahas berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
f.
Siswa
menjadi aktif saat proses pembelajaran berlangsung.
g.
Siswa
lebih produktif.
h.
Menumbuhkan
sikap kerjasama dalam pembelajaran.
i.
Siswa
bisa membuat kesimpulan sendiri mengenai pembelajaran yang tadi telah
dilakukan.
2.
Kekurangan
dari pendekatan kontekstual, diantaranya:
a.
Membutuhkan
waktu yang lama.
b.
Guru
harus bekerja keras dalam mengelola kelas.
c.
Siswa
kurang mau bekerjasama dengan teman yang tidak sesuai dengan teman yang
diinginkannya.
Dari penjelasan di atas mengenai
kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual ini, guru bisa mengetahui mana
yang sesuai dengan materi ajar saat nanti digunakan pada pembelajaran. Dengan
mengetahui kekurangan-kekurangan
tersebut diharapkan guru mampu meminimalisir dan melakukan antisipasiterhadap kekurangan tersebutsaat melaksanakan pembelajaran di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, I. K. & Amri, S. (2010).
Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Maulana,
dkk. (2009). Model Pembelajaran di
Sekolah Dasar. Sumedang: UPI PRESS.
Maulana,
dkk. (2010). Ragam Model Pembelajaran di
Sekolah Dasar. Sumedang: UPI PRESS.
Sa’ud,
Udin Syaefudin & Ayi Suherman. (2010). Inovasi
Pendidikan. Bandung: UPI PRESS.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
No.
Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran
Tradisional
1.
Siswa sebagai subjek belajar.
Siswa sebagai objek belajar.
2.
Siswa belajar secara berkelompok.
Siswa lebih banyak belajar secara individu.
3.
Pembelajaran lebih berpusat pada siswa.
Pembelajaran lebih berpusat pada guru.
4.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Pembelajaran bersifat abstrak.
5.
Menggunakan metode pembelajaran yang beragam.
Metode pembelajaran lebih dominan dengan ceramah.
6.
Siswa belajar lebih aktif.
Siswa belajar lebih pasif.
0 komentar:
Post a Comment