Monday, 8 June 2015

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)

Diajukan untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah Model Pembelajaran Matematika.

 

Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi            (1105194/07)
Egi Agustian                           (1105661/15)
M. Junaedi                              (1101465/23)
Topik Rusmana                       (1105142/34)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A.    Latar Belakang Pendekatan Kontekstual

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dalam hal ini peran pendidik sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa.
Berbagai upaya telah ditempuh untuk meningkatkan mutu pembelajaran, seperti; pembaharuan kurikulum, pengembangan pendekatan pembelajaran, perubahan sistem penilaian, dan lain sebagainya. Salahsatu unsur yang dikaji dalam hubungannya dalam keefektifan belajar dan hasil belajar siswa adalah pendekatan yang digunakan guru dalam mengajar di sekolah. Selama ini kebanyakan proses belajar selalu berpusat pada guru sehingga siswa cenderung kurang aktif. Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan agar siswa menjadi aktif, salahsatunya yaitu merubah paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai pembimbing, motivator, tutor, dan fasilitator. Selama pembalajaran berlangsung siswalah yang dituntut aktif sehingga guru tidak menjadi peran utama. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu pendekatan pembelajararan yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan ini sangat berbeda dengan pendekatan konvensional, dimana siswa dibawa secara langsung kedalam pembelajaran sehingga siswa sangat berperan aktif. Selain itu dalam pendekatan ini semua materi yang disajikan selalu dihubungkan dengan kehidupan nyata sehingga pembelajaran yang dilakukan  lebih bermakn. Prinsip dalam pendekatan ini yaitu, siswa bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Menurut Sanjaya (2006) melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor juga. Sehingga dengan pendekatan ini siswa diharapkan mampu menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.

B.     Konsep Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang menekankan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan harapan siswa mampu menemukan sendiri materi pelajaran yang akan dipelajarinya serta bisa menerapkannya dalam  kehidupan sehari-hari.Dalam pendekatan kontekstual ada tiga hal yang harus kita pahami, diantaranya yaitu:
1.      Pendekatan kontekstual menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan sendiri materinya.
2.      Pendekatan kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehudupan nyata.
3.      Pendekatan kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan.
Menurut Ahmadi& Amri (2010, hlm. 36) pembelajaran konstekstual harus mempunyai dasar pemikiran yang dilandasi strategi yang berprinsip pada:

1.   berpusat pada peserta didik,
2.   mengembangkan kreativitas peserta didik,
3.   suasana yang menarik, menyenangkan, dan bermakna,
4.   prinsip pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan,
5.   mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan makna,
6.   belajar melalui berbuat, siswa aktif berbuat,
7.   menekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan,
8.   pembelajaran dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya, dan
9.   menggunakan pembelajaran tuntas di sekolah.

Seorang guru harus memahami konsep serta prinsip dari pendekatan kontekstual tersebut agar mampu menerapkannya dengan efektif dan efisien. Inti dari pendekatan kontekstual ini adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Materi ajar yang disampaikan harus memiliki keterkaitan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata.

C.    Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual ini memiliki karakteristik atau dasar pemikiran tersendiri dalam pembelajarannya. Sehubungan dengan hal itu, menurut Sanjaya (2006, hlm. 254) ada lima karateristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual.

1.   Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2.   Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh atau menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge).
3.   Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).
4.   Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5.   Melakukan refleksi (reflecting knowledge).

Karakteristik ini bisa menjadi tolak ukur untuk guru dalam menerapkan pendekatan ini. Dalam pendekatan ini, guru harus memikirkan bagaimana siswa memperoleh pengalaman belajar, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru secara bermakna melalui pengalamannya dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan.

D.    Prinsip Pedekatan Kontekstual

Menurut Jhonsen (Sa’ud & Suherman, 2010) pembelajaran kontekstual setidaknya memiliki tiga prinsip utama yaitu, ‘Saling ketergantungan (interdepence), diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian diri (self organization)’. Berikut akan dipaparkan lebih detail dari ketiga prinsip tersebut.
1.      Prinsip Saling Ketergantungan (Interdepence)
Prinsip saling ketergantungan (interdepence) menunjukkan bahwa komponen-komponen dalam pendidikan memiliki hubungan ketergantungan satu sama lain. Semua komponen pembelajaran pada dasarnya dapat mendukung proses pembelajaran jika keberadaannya sesuai dengan prinsip ketergantungan dan dapat dikelola dengan baik. Pada proses pembelajaran, siswa memiliki hubungan serta ketergantungan dengan guru, siswa lainnya, materi ajar, sumber belajar, media pembelajaran, sarana dan prasarana, serta lingkungan sekolah. Perkembangan kognitif siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Teori ini menjadi pijakan bahwa materi ajar yang disampaikan kepada siswa haruslah disertai dengan bukti-bukti yang konkret, khususnya pada pembelajaran matematika. Salah satu ciri pembelajaran matematika adalah dilakukan secara bertahap dan spiral. Konsep matematika yang disampaikan dimulai dari hal yang sederhana sampai ke hal yang kompleks. Konsep yang telah dikuasai sebelumnya oleh siswa akan menjadi syarat untuk tercapainya penguasaan konsep selanjutnya.
2.      Prinsip Diferensiasi (Differentiation)
Prinsip diferensiasi (differentiation) menjelaskan bahwa setiap siswa memiliki potensi yang berbeda dengan siswa lainnya. Perbedaan tersebut tentu akan berdampak dalam pelaksaanaan pembelajaran. Proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan menekannkan pada keterlibatan siswa secara aktif. Siswa yang memiliki potensi bahkan latar belakang yang berbeda harus diarahkan untuk membuat harmonisasi dalam proses pembelajaran. Siswa diarahkan untuk bekerjasama serta bertukar pendapat dengan siswa lainnya serta guru dalam dalam mengumpulkan informasi dan memecahkan masalah tertentu. Proses pembelajaran seperti inilah yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis serta kreativitas siswa.
3.      Prinsip Pengorganisasian Diri (Self Organization)
Prinsip pengorganisasian diri (self organization) memiliki keterkaitan dengan prinsip diferensiasi. Pada dasarnya setiap individu merupakan satu keutuhan antara jiwa dan raga. Setiap individu tentu memiliki potensi yang berbeda serta ciri khas dalam mengatur dirinya sendiri. Pengaturan diri sendiri ini merupakan salah satu upaya seorang manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Prinsip ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan pembelajaran atau pendidikan secara umum adalah memahami serta mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa dengan optimal. Pengembangan potensi ini dimaksudkan supaya kelak siswa mampu merealisasikan serta menunjukkan eksistensinya sebagai seorang manusia dengan memanfatakan semua potensi yang dimilkinya tersebut.
Pendekatan pembelajaran kontekstual menekankan adanya hubungan antar materi ajar yang satu dengan yang lainnya, serta hubungan antara konsep yang bersifat abstrak dengan contoh konkret. Kebermaknaan belajar ditekankan pada keterkaitan antara konsep yang menjadi materi ajar dengan pengalaman siswa dalam kehidupan nyata. Proses pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran seperti ini dapat memberi kesempatan kepada mereka untuk menemukan serta memahami konsep materi ajar sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kolaborasi dengan siswa lainnya.

E.     Komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Sanjaya (2006) & Trianto (2007) mengemukakan  bahwa pendekatan kontekstual memiliki 7 komponen utama atau asas-asas yang mendasarinya (Maulana, 2009).

1.   Kontruktivisme.
2.   Inkuiri.
3.   Bertanya.
4.   Masyarakat belajar.
5.   Pemodelan.
6.   Refleksi.
7.   Penilaian nyata.

Dari ketujuh komponen tersebut tentunya harus dijadikan pegangan dalam melakukan pembelajaran dikelas. Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling melengkapi mulai dari pedoman secara teoritis hingga praktis. Seorang guru harus memperhatikan komponen kontekstual tersebut karena ini merupakan jantungnya pembelajaran kontekstual yang tentunya memberikan peranan sangat penting. Berikut akan dijelaskan lebih jelas lagi dari ketujuh komponen tersebut.
1.      Konstruktivisme
Konstruktivisme  bukan merupakan gagasan yang baru lagi, istilah ini telah popular dalam dunia pendidikan yang dijadikan sebagai teori pembelajaran.   Sebenarnya manusia secara tidak sadar telah melakukan konstruktivis dalam kehidupannya sehari-hari karena apa yang dilalui manusia merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman, ini merupakan proses konstruktivis. Kontekstual secara teoritik berlandaskan pada teori belajar  kontruktivisme. Konstruktivisme dapat diartikan sebagai proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan  mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa diarahkan oleh guru untuk mencari sendiri pengetahuan dengan bimbingan guru yang kemudian mereka menarik kesimpulan dari apa yang telah dipelajarinya tersebut. Menurut Ahmadi &Amri (2010, hlm. 28) tujuan pembelajaran konstruktivisme ada dua yaitu untuk,  “Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengalaman awal dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan”. 
2.      Inkuiri
Inkuiri merupakan metode pembelajaran yang menekankan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat tetapi hasil dari menemukan sendiri. Pada proses pembelajarannya, guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan yang menemukan. Dapat disimpulkaan bahwa inkuiri merupakan proses belajar yang berdasaar pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Menurut Amri & Ahmadi (2010, hlm. 29) inkuiri memiliki siklus yang terdiri dari.

a.       Proses perpindahan dan pengamatan menjadi pemahaman.
b.      Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
c.       Observasi.
d.      Mengajukan dugaan.
e.       Bertanya.
f.       Mengumpulkan data.
g.      Menyimpulkan.

3.      Bertanya
Bertanya merupakan tahapan awal seseorang dalam mencari pengetahuan. Dalam bertanya biasanya ada dua tujuan yaitu untuk menyamakan atau mengklarifikasi pengetahuan yang telah dimiliki atau untuk mengetahui yang sebelumnya memang belum mengetahui apa-apa. Pada hakikatnya belajar merupakan  kegiatan bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya  mencerminkan sifat kritis seseorang. Sifat kritis inilah yang penting dan perlu ditanamkan dalam diri siswa. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan berpikir seseorang.
4.      Masyarakat Belajar
Menurut Vygostky (Maulana, 2009, hlm. 19), “Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain”. Dengan begitu pada dasarnya manusia tidak dapat memecahkan masalah sendiri melainkan membutuhkan bantuan orang lain. Pada proses pembelajaran kontekstual diperlukan kerjasama antara satu dengan yang lainnya dan ditekankan adanya kerjasama berupa kerja kelompok.. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka orang lain dapat menjadi sumber belajar, sehingga setiap orang akan kaya akan pengetahuan dan pengalaman.
5.      Pemodelan
Pada proses pembelajaran pengetahuan atau keterampilan tentunya dibutuhkan model untuk ditiru oleh siswanya. Seperti guru terlebih dahulu mendemonstrasikan sebelum dicoba oleh siswa atau bila perlu menghadirkan pihak lain yang ahli dibidangnya. Hal ini bertujuan agar mempermudah siswa dalam menyerap keterampilan atau pengetahuan.
6.      Refleksi
Menurut Sanjaya (2006), “Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu” (Maulana, 2009, hlm. 19). Refleksi juga bisa diartikan sebagai suatu respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Siswa diharapkan mampu mengedepankan apa yang dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumya.
7.      Penilaian Nyata
Menurut Trianto (2007) mengemukakan bahwa, ‘Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa’ (Maulana, 2009, hlm. 19)”. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa sehingga guru dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Dalam penilaian nyata lebih ditekankan kepada proses belajar bukan pada hasil belajar. Menurut Amri & Ahmadi (2010, hlm. 32) karakteristik dari penilaian autentik ada tujuh.

a.    Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
b.   Penilaian produk/kinerja.
c.    Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.
d.   Berkesinambungan.
e.    Dapat digunakan sebagai umpan balik.
f.    Dapat digunakan sebagai tes formatif maupun sumatif.
g.   Terintegrasi.

F.     Tahapan dan Implementasi Pendekatan Kontekstual

Menurut Sa’ud& Suherman (2010) tahapan pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, serta adanya pengambilan tindakan.
1.      Tahap Invitasi
Tahap invitasi merupakan tahap awal untuk mendorong siswa dalam mengemukakan pengetahuannya yang memiliki keterkaitan dengan materi ajar yang akan dibahas. Kegiatan ini juga dapat dilakukan oleh guru dalam rangka meningkatkan perhatian siswa terhadap proses pembelajaran. Guru dapat mengutarakan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa atau memperlihatkan media pembelajaran. Pertanyaan ataupun media yang tentu digunakan harus menggambarkan hal-hal yang ada dikehidupan nyata siswa. Hal ini dimaksudkan supaya siswa dapat mengkomunikasikan antara pengalamannya dengan materi ajar.
2.      Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengumpulan secara penyelidikan lebih lanjut mengenai suatu informasi. Masalah-masalah yang terkait akan dibahas lebih lanjut oleh siswa. Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk melakukan pengamatan, observasi, diskusi, dan hal lain sebagainya yang mampu meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Informasi yang diperoleh siswa akan menjadi dasar dalam pemecahan masalah.
3.      Tahap Penjelasan dan Solusi
Tahap penjelasan dan solusi  merupakan tahap dimana siswa dapat memberikan penjelasan-penjelasan mengenai penemuannya. Penemuan ini merupakan semua informasi yang telah diperoleh siswa pada tahap sebelumnya. Penjelasan yang disampaikan oleh siswa merupakan solusi dasar dalam pemecahan masalah materi ajar yang sedang dibahas. Penjelasan ini kemudian dikuatkan oleh penjelasan dari guru dan ditanggapi oleh siswa lainnya sehingga ditemukanlah solusi bersama.
4.      Tahap Pengambilan Tindakan
Tahap pengambilan tindakan merupakan tahap akhir dalam pembelajaran kontekstual. Siswa telah memperoleh informasi dari tahap-tahap sebelumnya sehingga siswa dapat membuat kesimpulan. Siswa juga dapat mengajukan pertanyaan lanjutan untuk memperkuat informasi yang telah diperolehnya. Tahap ini mendorong siswa untuk dapat membuat keputusan serta menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk pemecahan masalah pada situasi yang lain.
Contoh implementasi pendekatan kontekstual adalah pada pembelajaran bangun datar dalam materi menghitung luas persegi dan persegipanjang.
1.        Tahap Invitasi (5 menit)
a.    Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Tiap kelompok beranggotakan tidak lebih dari 5 orang siswa.
b.    Setiap siswa diminta untuk mengamati lantai keramik. Guru menanyakan bentuk dari lantai tersebut. Kemudian guru menanyakan bentuk keseluruhan lantai kelas.
2.        Tahap Eksplorasi (20 menit)
a.     Setiap kelompok diminta untuk  menyediakan alat yang diperlukan, seperti tali rapia dan gunting.
b.    Setiap kelompok diberi diminta untuk membuat tiga bentuk bangun datar persegi dan persegi panjang dengan menggunakan tali rapia pada beberapa lantai. Setiap kelompok diberi kebebasan untuk membuat pola dari persegi dan persegi panjang.
c.     Setiap kelompok diminta untuk mengamati dan mencatat jumlah keramik pada sisi panjang maupun lebar dan jumlah keseluruhan keramik pada setiap pola persegi dan persegi panjang yang mereka buat.
3.        Tahap Penjelasan dan Solusi (20 menit)
a.     Setiap siswa melakukan diskusi kelompok. Setiap kelompok mengamati hasil pekerjaan mereka dan menjadi keterkaitan dari beberapa pola yang telah mereka buat.
b.    Setiap kelompok menyampaikan hasil pekerjaan dan diskusi mereka kepada kelompok lain dan guru.
c.     Siswa dan guru melakukan diskusi kelas untuk menemukan rumus menghitung luas persegi dan persegi panjang.
4.        Tahap Pengambilan Tindakan (10 menit)
a.    Setiap siswa mengujicobakan rumus pada situasi lain.
b.    Siswa dan guru melakukan refleksi dan menyimpulkan hasil pembelajaran.

G.    Peran Guru dan Siswa dalam Pendekatan Kontekstual

Dalam proses pembelajaran peran guru sangat penting, karena guru merupakan seorang kreator pencipta suasana belajar dalam kelas. Guru harus memahami perananya disetiap detail proses pembelajaran agar pada prosesnya dapat berjalan dengan baik. Salah memposisikan peran maka sudah pasti proses pembelajaran akan berjalan dengan tidak efektif.
Dalam pembelajaran kontekstual tentunya guru memiliki peranan tertentu yang harus diperhatikan. Peranan guru pada pembelajaran kontekstual ini harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sanjaya (2006) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai peran guru dan siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu siswa merupakan individu yang selalu berkembang, siswa cenderung belajar hal-hal baru dan menantang,   belajar merupakan proses untuk mencari keterkaitan pengalaman, serta belajar merupakan proses penyempurnaan skema siswa. Lebih jelas mengenai peran guru dan siswa akan dipaparkan dibawah ini.
1.      Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa dalam menjalani kehidupan selalu mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan lebih menekankan pada fisik, sedangkan perkembangan lebih dikhususkan pada perubahan fsikis/mental. Peran guru dalam menyikapi perkembangan ini adalah sebagai pembimbing siswa agar mereka biasa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Namun perlu diperhatikan pula bahwa perkembangan setiap individu tidak selamanya sama sehingga alangkah baiknya guru memahami tiap siswanya akan tingkat perkembangannya.
2.      Setiap anak cenderung untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Sehingga akan lebih baik jiaka guru memberikan desain pembelajaran yang menantang untuk siswa, dengan begitu mereka akan terpacu untuk belajar. Guru harus dapat memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3.      Pada dasarnya siswa belajar adalah untuk mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dalm hal ini siswa melakukan klarifikasi pengetahuan awalnya dengan pengetahuan yang baru didapatkan. Peran guru dalam hal ini yaitu membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4.      Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi), atau pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian peran guru yaitu memfasilitasi agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi. Bimbing siswa untuk dapat menyempurnakan skematanya.

H.    Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konstektual merupakan pembelajaran yang lebih modern yang  tentunya berbeda dengan pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional pada kenyataanya banyak dipakai oleh guru di lapangan. Sebenarnya pembelajaran tradisional tidaklah buruk melainkan apabila pembelajaran monoton seperti itu maka siswa akan jenuh dan tidak produktif dalam belajar. Sehingga guru perlu melakukan variasi dalam mendesain suatu proses pembelajaran. Antara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional memiliki perbedaan yang mendasar.
Tabel I
Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pembelajaran Tradisional
No.
Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran Tradisional
1.
Siswa sebagai subjek belajar.
Siswa sebagai objek belajar.
2.
Siswa belajar secara berkelompok.
Siswa lebih banyak belajar secara individu.
3.
Pembelajaran lebih berpusat pada siswa.
Pembelajaran lebih berpusat pada guru.
4.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Pembelajaran bersifat abstrak.
5.
Menggunakan metode pembelajaran yang beragam.
Metode pembelajaran lebih dominan dengan ceramah.
6.
Siswa belajar lebih aktif.
Siswa belajar lebih pasif.

I.       Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Pendekatan pembelajaran merupakan cara, konsep, jalan atau prosedur yang digunakan oleh guru agar pembelajaran yang disajikan oleh guru dapat dicerna oleh siswa, sehingga tujuan instruksional yang telah ditentukan dapat tercapai.  Pemilihan suatu pendekatan itu berdasarkan pada materi yang akan diajarakan kepada siswa, sehingga guru bisa memaksimalkan pengajaran di kelas dan akhirnya siswa mendapatkan ilmu. Berarti di sini guru harus pandai dalam memilih suatu pendekatan. Salah satu pendekatan yang sedang dibahas ini yaitu pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan pada pembelajarannya, sama halnya dengan pendekatan-pendekatan yang lain. Berikut ini penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan pada pendekatan kontekstual.
1.      Kelebihan dari pendekatan kontekstual, diantaranya:
a.       Pembelajaran lebih bermakna.
b.      Menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi.
c.       Menumbuhkan keberanian untuk mau bertanya kepada guru.
d.      Siswa dapat menemukan materi yang dipelajari.
e.       Materi yang dibahas berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
f.       Siswa menjadi aktif saat proses pembelajaran berlangsung.
g.      Siswa lebih produktif.
h.      Menumbuhkan sikap kerjasama dalam pembelajaran.
i.        Siswa bisa membuat kesimpulan sendiri mengenai pembelajaran yang tadi telah dilakukan.
2.      Kekurangan dari pendekatan kontekstual, diantaranya:
a.       Membutuhkan waktu yang lama.
b.      Guru harus bekerja keras dalam mengelola kelas.
c.       Siswa kurang mau bekerjasama dengan teman yang tidak sesuai dengan teman yang diinginkannya.
Dari penjelasan di atas mengenai kelebihan dan kekurangan pendekatan kontekstual ini, guru bisa mengetahui mana yang sesuai dengan materi ajar saat nanti digunakan pada pembelajaran. Dengan mengetahui kekurangan-kekurangan tersebut diharapkan guru mampu meminimalisir dan melakukan antisipasiterhadap kekurangan tersebutsaat melaksanakan pembelajaran di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, I. K. & Amri, S. (2010). Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Maulana, dkk. (2009). Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: UPI PRESS.
Maulana, dkk. (2010). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: UPI PRESS.
Sa’ud, Udin Syaefudin & Ayi Suherman. (2010). Inovasi Pendidikan. Bandung: UPI PRESS.
Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. 

 

  versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :

DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL 

0 komentar:

Post a Comment