Monday, 8 June 2015

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)

Diajukan untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah Model Pembelajaran Matematika.

 

Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi            (1105194/07)
Egi Agustian                           (1105661/15)
M. Junaedi                              (1101465/23)
Topik Rusmana                       (1105142/34)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

 


PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

A.    Sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Rijal (2011), sejarah pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL) dimulai pada tahun 1920. Ketika itu Celestine Freinet, seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I ke kampung halamannya di sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera yang serius dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin mengajar kembali di SD tetapi ia tidak sanggup untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan metoda lain menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah awal pertama cikal bakal PBL diperkenalkan. Selanjutnya dikembangkan menjadi PBL yang modern.
PBL modern pertama kali diperkenalkan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di Mc Master adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah.
Pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.

B.     Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput dari yang namanya masalah. Masalah sangat beragam jenisnya tergantung pada sudut pandang seseorang menyikapi masalah tersebut. Setiap masalah harus tahu bagaimana cara penyelesaiaannya Untuk memecahkan masalah diperlukan beberapa informasi atau data yang bisa menjadi indikator dari permasalahan tersebut. Dalam matematika juga mengenal yang namanya pemecahan masalah. Kegiatan tersebut merupakan suatu kegiatan yang menggunakan aspek berpikir, oleh karena itu penggunaan kegiatan otak atau mind on activity diperlukan untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam matematika. Salah satu kegiatan otak yang bisa mengembangkan kreativitas siswa yaitu melalui kegiatan pemecahan masalah (problem solving).
Menurut Halmos (Wijaya, 2012, hlm. 58), “Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu keterampilan tingkat tinggi (high-level skill)

yang merupakan jantung dari matematika”. Menurut Hudoyo (Suwangsih &Tiurlina. 2006), penyelesaian masalah (problem solving) dapat diartikan sebagai, “Penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan nyata dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum diketahui penyelesaiannya”.
Selanjutnya Arends (Khuswatun. 2013) mengemukakan bahwa, “Esensi pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”.
Dari beberapan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang  membutuhkan keterampilan (berpikir) tingkat tinggi yang dimana terdapat berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mempunyai peranan penting dalam pembelajaran matematika, karena siswa dituntut terlibat aktif dalam memecahkan masalah. Di samping itu, guru tetap menjadi pembimbing saat proses pembelajaran berlangsung

C.    Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebenarnya terdapat banyak jenis pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada masalah selain pembelajaran berbasis masalah, misalnya saja adalah inkuiri. Pembelajaran berbasis masalah dan inkuiri sama-sama mengedepankan masalah dalam pembelajarannya. Namun demikian, pembelajaran berbasis masalah dengan inkuiri memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah dan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam inkuiri masalah yang disajikan adalah masalah yang tertutup. Artinya jawaban dari masalah tersebut sudah pasti. Oleh karena itu jawaban dari masalah yang akan dikaji oleh siswa sebenarnya sudah ada dan sudah dipersiapkan oleh guru. Dalam pendekatan ini tugas guru hanyalah mengarahkan siswa agar tanya jawab yang mereka lakukan mengarah pada jawaban yang sudah disiapkan. Tujuan yang ingin dicapai pada pendekatan inkuiri adalah menumbuhkan keyakinan pada diri siswa tentang keyakinan tentang suatu masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah yang disajikan jawabannya bersifat terbuka. Artinya terdapat banyak kemungkinan jawaban karena jawaban dari masalah yang disajikan tidak pasti. Dengan kata lain pada pembelajaran berbasis masalah siswa diberi keleluasaan untuk bereksplorasi mengeluarkan pendapatnya dalam menyelesaikan masalah yang sedang dikaji. Pada pendekatan ini tugas guru adalah bersama-sama dengan siswa mencari jawaban dari masalah yang dikaji. Menurut Sanjaya (2006, hlm. 214), “Tujuan dari pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah”.
Pada hakikatnya masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dengan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu terdapat materi pelajaran tidak terpaku pada buku sumber saja tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa yang terjadi yang sesuai dengan pelajaran yang dibahas. Menurut Sanjaya (2006, hlm. 214) terdapat beberapa kriteria yang yang menjadi acuan dalam memilih masalah pada pembelajaran berbasis masalah.

1.      Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang berkonflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video, dan yang lainnya.
2.      Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4.      Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5.      Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

D.    Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Sesuai dengan namanya pembelajaran berbasis masalah, artinya yang menjadi kunci atau pokok dalam pembelajaran ini adalah masalah, sehingga masalah tersebut merupakan ciri utama. Menurut Sanjaya (2006) terdapat tiga karakteristik pembelajaran berbasis masalah.

1.      Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran.
2.      Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
3.      Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.

Pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi siswa diharapkan dapat  aktif berpikir, berkomunikasi, mencai dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah berfikir induktif dan deduktif. Proses berfikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah melalui tahapan-tahapan tertentu. Sedangkan berpikir empiris artinya adalah proses penyelesaian masalah berdasarkan pada data dan fakta yang jelas.

E.     Tahapan dan ImplemetasiPembelajaran Berbasis Masalah

Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah, namun pada intinya sama yaitu menekankan pada pembahasan masalah serta solusi untuk mangatasi permasalahan tersebut.Menurut Dewey (Sanjaya, 2006) terdapat enamtahapan pembelajaran berbasis masalah, yaitu;

1.      merumuskan masalah,
2.      menganalisis masalah,
3.      merumuskan hipotesis,
4.      mengumpulkan data,
5.      pengujian hipotesis, dan
6.      merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan perumusan masalah. Setiap siswa diarahkan supaya mampu menentukan rumusan masalah dan ada kemungkinan terdapat rumusan masalah lebih dari satu. Walaupun demikian, pada akhirnya masalah harus difokuskan pada masalah yang paling pantas untuk dibahas. Guru harus mampu mendorong siswa supaya mampu menentukan rumusan masalah yang paling menarik untuk dibahas oleh mereka, baik secara kelompok maupun individual.
Masalah yang sudah ditentukan selanjutnya dianalisis oleh siswa. Hasil analisis siswa mengenai masalah yang sedang dibahas diharapkan mampu mendorong mereka untuk merumuskan berbagai kemungkinan alternatif pemecahan masalah. Setiap siswa didorong untuk berpikir kritis serta diberikan kebebasan untuk mengutarakan berbagai alternatif penyelesaian masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Sebagai langkah awal untuk pemecahan masalah, siswa harus melakukan pengumpulan informasi terlebih dahulu. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk mencari dan memilih informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Penentuan cara penyelesaian masalah harus sesuai dengan hipotesis yang diajukan dan sesuai dengan data yang ada. Selanjutnya siswa mengambil kesimpulan mengenai peneriamaan dan penolakan hipotesis dari beberapa hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Data yang ada akan menjadi pertimbangan bagi siswa dalam menentukan pemecahan masalah yang paling tepat untuk diterapkan.
Pada tahap akhir pembelajaran berbasis masalah adalah penentuan pemecahan masalah. Siswa diharapkan mampu memilih alternatif pemecahan masalah yang paling tepat dan paling memungkinkan untuk dilaksanakan. Penentuan pemecahan masalah harus mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilih, termasuk akibat lain yang akan ditimbulkan dari pemecahan masalah tersebut.
Contoh implementasi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada pembelajaran bangun datar dalam materi menentukan keliling bangun datar persegi dan persegi panjang.
1.        Merumuskan Masalah
a.    Guru menyampaikan materi ajar yang akan dibahas, yaitu bangun datar persegi dan persegi panjang. Guru mengajak siswa untuk melakukan diskusi mengenai rumusan masalah yang menarik, misalnya menentukan keliling dan luas bangun persegi dan persegi panjang.
b.    Guru memberikan contoh nyata yang memiliki keterkaitan dengan materi keliling dan luas bangun datar persegi dan persegi panjang.
2.        Menganalisis Masalah
a.    Pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok beranggotakan tidak lebih dari 5 orang siswa.
b.    Siswa diberi kesempatan untuk melakukan diskusi dalam menganalisis masalah.
3.        Merumuskan Hipotesis.
Siswa diarahkan oleh guru supaya mampu mengutarakan berbagai alternatif penyelesaian dalam menentukan keliling persegi dan persegi panjang berdasarkan pengalaman mereka di kehidupan sehari-hari. Ada kemungkinan setiap siswa memiliki perbedan pengalaman dalam kaitannya dengan materi keliling persegi dan persegi panjang. Satuan panjang yang mereka gunakan juga tidak akan terpaku pada satuan baku saja.
4.        Mengumpulkan Data.
a.    Siswa bersama kelompok melakukan diskusi untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan.
b.    Setiap kelompok menganalisis data yang terkumpul untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan alternatif pemecahan yang dipilih.
5.        Pengujian Hipotesis.
Setiap kelompok menguji hipotesis yang telah mereka rumuskan dengan menggunakan data yang telah mereka kumpulkan dan analisis. Setiap kelompok bisa menggunakan cara mereka tersendiri dalam menentukan keliling persegi dan persegi panjang melalui serangkaian aktivitas pembelajaran, baik itu dengan menggunakan satuan baku maupun non baku.
6.        Merumuskan Rekomendasi Pemecahan Masalah.
Setiap kelompok melakukan diskusi untuk menentukan pemecahan masalah yang paling memungkinkan dan efektif untuk dilakukan. Pada akhirnya alternatif pemecahan masalah apapun yang diambil oleh setiap kelompok, mereka harus mampu mengadopsikannya dengan menggunakan satuan baku agar lebih efektif. 

F.     Kelebihan dan KekuranganPembelajaran Berbasis Masalah

Sebagaimana pendekatan pembelajaran lainnya, pembelajaran berbasis masalah memiliki keunggulan dan kelemahan yang perlu dicermati untuk keberhasilan penggunaannya. Kelebihan dan kekurangan tersebut jangan terlalu dijadikan persoalan karena yang terpenting dalam menyikapinya harus dengan pertimbangan yang matang.
1.        Kelebihan pembelajaran berbasis masalah.
Menurut Sanjaya (2006) terdapat beberapa kelebihan pembelajaran berbasis masalah, diantaranya:

a.     Pembelajaran berbasis masalah merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.    Dapat menantang kemampuan siswa dan memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan yang baru.
c.     Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.    Membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e.     Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya.
f.     Pembelajaarannya lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g.    Mengembangkan kemampuan kritis siswa.
h.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan pada kehidupan nyata.
i.      Dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar terus-menerus.

2.        Kekuranganpembelajaran berbasis masalah.
Menurut Sanjaya (2006) terdapat beberapa kekurangan pembelajaran berbasis masalah, diantaranya:

a.    Ketika siswa tidak berminat pada masalahnya, maka mereka enggan untuk mencoba.
b.   Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkannya.
c.    Tanpa memahami pentingnya pemecahan masalah tersebut maka siswa tidak akan  belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Selain ketiga kekurangan yang dikemukakan, terdapat beberapa kelemahan lainya seperti seperti; kendala pada faktor guru yang sulit berubah orientasi dari guru mengajar menjadi siswa belajar, serta  sulitnya merancang masalah yang memenuhi standar pembelajaran berbasis masalah.

DAFTAR PUSTAKA


Khuswatun, Evi Nurul. (2013). Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Materi Bilangan Pecahan. Artikel Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia, I(1) hlm. 1-13.

Rijal. (2011). Problem Based Learning (PBL). [Online] Tersedia di: arizal-ridz-arti.blogspot.com/2011/11/problem-based-learning-pbl.html?m=1.Diakses 16 Maret 2014.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Suwangsih, Erna danTiurlina.(2006). Model PembelajaranMatematika. Bandung: UPI Press


 versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :
DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL 

0 komentar:

Post a Comment