AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)
Diajukan
untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah
Model Pembelajaran Matematika.
Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi (1105194/07)
Egi Agustian (1105661/15)
M. Junaedi (1101465/23)
Topik Rusmana (1105142/34)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
2014
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A. Sejarah Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Rijal (2011), sejarah pembelajaran berbasis masalah atau problem
based learning (PBL) dimulai pada tahun 1920. Ketika itu Celestine Freinet,
seorang guru SD yang baru kembali dari Perang Dunia I ke kampung halamannya di
sebuah pedesaan di Barsur-loup di bagian tenggara Perancis. Ia menderita cedera
yang serius dan menyebabkannya tak bisa bernafas panjang. Ia sangat ingin
mengajar kembali di SD tetapi ia tidak sanggup
untuk bersuara keras dan lama. Sebagai gantinya ia menggunakan metoda lain
menggantikan metoda tradisional yang biasanya dianut ketika itu. Ia meminta
murid-muridnya untuk belajar mandiri dan ia hanya memfasilitasi saja. Inilah
awal pertama cikal bakal PBL diperkenalkan. Selanjutnya dikembangkan menjadi PBL
yang modern.
PBL modern pertama kali diperkenalkan
oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun
1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di Mc Master adalah filosofi
pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui
pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah.
Pada tahun 1976,
Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan
kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich
terletak pada konsep tes kemajuan (progress
test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program
pendidikan. Dalam perkembangannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan
atau sebagian oleh banyak fakultas kedokteran di dunia.
B. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput
dari yang namanya masalah. Masalah sangat beragam jenisnya tergantung pada
sudut pandang seseorang menyikapi masalah tersebut. Setiap masalah harus tahu
bagaimana cara penyelesaiaannya Untuk memecahkan masalah diperlukan beberapa
informasi atau data yang bisa menjadi indikator dari permasalahan tersebut.
Dalam matematika juga mengenal yang namanya pemecahan masalah. Kegiatan tersebut merupakan
suatu kegiatan yang menggunakan aspek berpikir, oleh karena itu penggunaan
kegiatan otak atau mind on activity
diperlukan untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam matematika. Salah satu
kegiatan otak yang bisa mengembangkan kreativitas siswa yaitu melalui kegiatan
pemecahan masalah (problem solving).
Menurut Halmos (Wijaya, 2012, hlm. 58), “Pemecahan
masalah dipandang sebagai suatu keterampilan tingkat tinggi (high-level skill)
yang
merupakan jantung dari matematika”. Menurut Hudoyo (Suwangsih &Tiurlina.
2006), penyelesaian masalah (problem
solving) dapat diartikan sebagai, “Penggunaan matematika baik untuk
matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan nyata dan
ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang belum diketahui penyelesaiannya”.
Selanjutnya Arends (Khuswatun. 2013) mengemukakan bahwa, “Esensi
pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah
yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu
loncatan untuk investigasi dan penyelidikan”.
Dari beberapan penjelasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang membutuhkan keterampilan (berpikir) tingkat
tinggi yang dimana terdapat berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna
kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mempunyai peranan penting dalam
pembelajaran matematika, karena siswa dituntut terlibat aktif dalam memecahkan
masalah. Di samping itu, guru tetap menjadi pembimbing saat proses pembelajaran
berlangsung
C. Hakikat Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebenarnya terdapat banyak jenis
pendekatan pembelajaran yang berorentasi pada masalah selain pembelajaran berbasis masalah, misalnya saja adalah inkuiri.
Pembelajaran berbasis masalah dan inkuiri
sama-sama mengedepankan masalah dalam pembelajarannya. Namun demikian, pembelajaran berbasis masalah dengan inkuiri
memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan tersebut terletak pada jenis
masalah dan tujuan yang ingin dicapai.
Dalam inkuiri
masalah yang disajikan adalah masalah yang tertutup. Artinya jawaban dari
masalah tersebut sudah pasti. Oleh karena itu jawaban dari masalah yang akan
dikaji oleh siswa sebenarnya sudah ada dan sudah dipersiapkan oleh guru. Dalam
pendekatan ini tugas guru hanyalah mengarahkan siswa agar tanya jawab yang
mereka lakukan mengarah pada jawaban yang sudah disiapkan. Tujuan yang ingin
dicapai pada pendekatan inkuiri
adalah menumbuhkan keyakinan pada diri siswa tentang keyakinan tentang suatu
masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, masalah yang
disajikan jawabannya bersifat terbuka. Artinya terdapat banyak kemungkinan
jawaban karena jawaban dari masalah yang disajikan tidak pasti. Dengan kata
lain pada pembelajaran berbasis masalah siswa diberi
keleluasaan untuk bereksplorasi mengeluarkan pendapatnya dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dikaji. Pada pendekatan ini tugas guru adalah bersama-sama
dengan siswa mencari jawaban dari masalah yang dikaji. Menurut Sanjaya (2006,
hlm. 214), “Tujuan dari pembelajaran berbasis
masalah
adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis,
analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah
melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah”.
Pada hakikatnya masalah yang disajikan
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau kesenjangan antara situasi
nyata dengan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu terdapat materi pelajaran
tidak terpaku pada buku sumber saja tetapi juga dapat bersumber dari
peristiwa-peristiwa yang terjadi yang sesuai dengan pelajaran yang dibahas.
Menurut Sanjaya (2006,
hlm. 214) terdapat beberapa kriteria yang yang menjadi acuan dalam memilih
masalah pada pembelajaran berbasis masalah.
1.
Bahan
pelajaran harus mengandung isu-isu yang berkonflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video,
dan yang lainnya.
2.
Bahan
yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar
dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3.
Bahan
yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4.
Bahan
yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5.
Bahan
yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
D. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Sesuai dengan namanya pembelajaran berbasis masalah, artinya yang
menjadi kunci atau pokok dalam pembelajaran ini adalah
masalah, sehingga masalah tersebut merupakan ciri utama. Menurut Sanjaya (2006)
terdapat tiga karakteristik pembelajaran
berbasis masalah.
1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran.
2. Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
3. Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Pembelajaran
berbasis masalah
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan oleh siswa. Dalam pembelajaran berbasis
masalah
siswa tidak hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi siswa diharapkan dapat
aktif berpikir, berkomunikasi, mencai dan mengolah data, dan akhirnya
menyimpulkan.Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci
dari pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran. Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah berfikir induktif dan
deduktif. Proses berfikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.
Sistematis artinya berpikir ilmiah melalui tahapan-tahapan tertentu. Sedangkan
berpikir empiris artinya adalah proses penyelesaian masalah berdasarkan pada
data dan fakta yang jelas.
E. Tahapan dan ImplemetasiPembelajaran Berbasis Masalah
Terdapat beberapa pendapat dari para
ahli mengenai tahapan-tahapan pembelajaran berbasis masalah, namun pada intinya
sama yaitu menekankan pada pembahasan masalah serta solusi untuk mangatasi
permasalahan tersebut.Menurut Dewey (Sanjaya, 2006) terdapat enamtahapan pembelajaran berbasis masalah, yaitu;
1.
merumuskan
masalah,
2.
menganalisis
masalah,
3.
merumuskan
hipotesis,
4.
mengumpulkan
data,
5.
pengujian
hipotesis, dan
6.
merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah diawali
dengan perumusan masalah. Setiap siswa diarahkan supaya mampu menentukan
rumusan masalah dan ada kemungkinan terdapat rumusan masalah lebih dari satu. Walaupun
demikian, pada akhirnya masalah harus difokuskan pada masalah yang paling
pantas untuk dibahas. Guru harus mampu mendorong siswa supaya mampu menentukan
rumusan masalah yang paling menarik untuk dibahas oleh mereka, baik secara
kelompok maupun individual.
Masalah yang sudah ditentukan
selanjutnya dianalisis oleh siswa. Hasil analisis
siswa mengenai masalah yang sedang dibahas diharapkan mampu mendorong mereka
untuk merumuskan berbagai kemungkinan alternatif pemecahan masalah. Setiap
siswa didorong untuk berpikir kritis serta diberikan kebebasan untuk
mengutarakan berbagai alternatif penyelesaian masalah sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya.
Sebagai langkah awal untuk pemecahan
masalah, siswa harus melakukan pengumpulan informasi terlebih dahulu. Pada
tahap ini siswa diarahkan untuk mencari dan memilih informasi yang diperlukan
untuk pemecahan masalah. Penentuan cara penyelesaian masalah harus sesuai
dengan hipotesis yang diajukan dan sesuai dengan data yang ada. Selanjutnya siswa mengambil kesimpulan mengenai
peneriamaan dan penolakan hipotesis dari beberapa hipotesis yang telah
dirumuskan sebelumnya. Data yang ada akan menjadi pertimbangan bagi siswa dalam
menentukan pemecahan masalah yang paling tepat untuk diterapkan.
Pada tahap akhir pembelajaran berbasis
masalah adalah penentuan pemecahan masalah. Siswa diharapkan mampu memilih
alternatif pemecahan masalah yang paling tepat dan paling memungkinkan untuk
dilaksanakan. Penentuan pemecahan masalah harus mempertimbangkan kemungkinan
yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilih, termasuk akibat
lain yang akan ditimbulkan dari pemecahan masalah tersebut.
Contoh
implementasi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada pembelajaran
bangun datar dalam materi menentukan keliling bangun datar persegi dan persegi
panjang.
1.
Merumuskan Masalah
a.
Guru menyampaikan
materi ajar yang akan dibahas, yaitu bangun datar persegi dan persegi panjang.
Guru mengajak siswa untuk melakukan diskusi mengenai rumusan masalah yang
menarik, misalnya menentukan keliling dan luas bangun persegi dan persegi
panjang.
b.
Guru memberikan
contoh nyata yang memiliki keterkaitan dengan materi keliling dan luas bangun
datar persegi dan persegi panjang.
2.
Menganalisis
Masalah
a.
Pembelajaran
dilakukan secara berkelompok. Setiap kelompok beranggotakan tidak lebih dari 5
orang siswa.
b.
Siswa diberi
kesempatan untuk melakukan diskusi dalam menganalisis masalah.
3.
Merumuskan
Hipotesis.
Siswa diarahkan
oleh guru supaya mampu mengutarakan berbagai alternatif penyelesaian dalam
menentukan keliling persegi dan persegi panjang berdasarkan pengalaman mereka
di kehidupan sehari-hari. Ada kemungkinan setiap siswa memiliki perbedan
pengalaman dalam kaitannya dengan materi keliling persegi dan persegi panjang.
Satuan panjang yang mereka gunakan juga tidak akan terpaku pada satuan baku
saja.
4.
Mengumpulkan Data.
a.
Siswa bersama
kelompok melakukan diskusi untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan sesuai
dengan hipotesis yang telah dirumuskan.
b.
Setiap kelompok
menganalisis data yang terkumpul untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan alternatif pemecahan yang dipilih.
5.
Pengujian Hipotesis.
Setiap kelompok
menguji hipotesis yang telah mereka rumuskan dengan menggunakan data yang telah
mereka kumpulkan dan analisis. Setiap kelompok bisa menggunakan cara mereka
tersendiri dalam menentukan keliling persegi dan persegi panjang melalui
serangkaian aktivitas pembelajaran, baik itu dengan menggunakan satuan baku
maupun non baku.
6.
Merumuskan Rekomendasi
Pemecahan
Masalah.
Setiap kelompok
melakukan diskusi untuk menentukan pemecahan masalah yang paling memungkinkan
dan efektif untuk dilakukan. Pada akhirnya alternatif pemecahan masalah apapun
yang diambil oleh setiap kelompok, mereka harus mampu mengadopsikannya dengan
menggunakan satuan baku agar lebih efektif.
F. Kelebihan dan KekuranganPembelajaran Berbasis Masalah
Sebagaimana pendekatan pembelajaran
lainnya, pembelajaran berbasis masalah memiliki
keunggulan dan kelemahan yang perlu dicermati untuk keberhasilan penggunaannya.
Kelebihan dan kekurangan tersebut jangan terlalu
dijadikan persoalan karena yang terpenting
dalam menyikapinya harus dengan pertimbangan yang matang.
1.
Kelebihan
pembelajaran berbasis masalah.
Menurut
Sanjaya (2006) terdapat beberapa kelebihan
pembelajaran berbasis masalah, diantaranya:
a.
Pembelajaran
berbasis masalah
merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
b.
Dapat menantang
kemampuan siswa dan memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan yang baru.
c.
Meningkatkan
aktivitas pembelajaran siswa.
d.
Membantu
siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
e.
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya.
f.
Pembelajaarannya
lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g.
Mengembangkan
kemampuan kritis siswa.
h.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan pada kehidupan nyata.
i.
Dapat
meningkatkan minat siswa untuk belajar terus-menerus.
2.
Kekuranganpembelajaran berbasis masalah.
Menurut
Sanjaya (2006) terdapat beberapa kekurangan pembelajaran berbasis
masalah,
diantaranya:
a.
Ketika
siswa tidak berminat pada masalahnya, maka mereka enggan untuk mencoba.
b.
Membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk mempersiapkannya.
c.
Tanpa
memahami pentingnya pemecahan masalah tersebut maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Selain ketiga kekurangan yang dikemukakan, terdapat beberapa kelemahan
lainya seperti seperti; kendala pada faktor guru yang sulit
berubah orientasi dari guru mengajar menjadi siswa belajar, serta sulitnya merancang masalah yang memenuhi
standar pembelajaran berbasis masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Khuswatun, Evi Nurul. (2013). Pendekatan
Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada
Materi Bilangan Pecahan. Artikel Penelitian. Universitas Pendidikan
Indonesia, I(1) hlm. 1-13.
Rijal.
(2011). Problem Based Learning (PBL).
[Online] Tersedia di: arizal-ridz-arti.blogspot.com/2011/11/problem-based-learning-pbl.html?m=1.Diakses
16 Maret 2014.
Sanjaya,
Wina. (2006). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Suwangsih,
Erna danTiurlina.(2006). Model
PembelajaranMatematika. Bandung: UPI Press
versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :
DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL
versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :
DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL
0 komentar:
Post a Comment