AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)
Diajukan
untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah
Model Pembelajaran Matematika.
Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi (1105194/07)
Egi Agustian (1105661/15)
M. Junaedi (1101465/23)
Topik Rusmana (1105142/34)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
2014
PENDEKATAN GENERATIF
A. Konsep Pendekatan Generatif
Pendekatan pembelajaran generatif
merupakan terjemahan dari Generative
Learning (GL) pertama kali diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove. Menurut
Osborno & Wittrock (Fahinu, 2013), pembelajaran generatif merupakan,
“Pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa
sebelumnya”. Sehingga pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya
dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu
berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan
disimpan dalam memori jangka panjang. Sedangkan menurut Dika (2013),
“Pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran yang berlandaskan
pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun
dalam pikiran siswa”.
Wittrock
(Dika, 2013) menyatakan bahwa,
“Model pembelajaran generatif
merupakan suatu model pembelajaran tentang bagaimana seorang siswa membangun
pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena atau
membangun arti suatu istilah dan juga membangun strategi untuk sampai pada
suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa”.
Pembelajaran generatif dikonsepkan
berdasarkan model syaraf dari fungsi otak dan telaah kognitif pada proses
pengetahuan. Hal ini ditegaskan Osborne & Wittrock (Hulukati, 2005) bahwa
intisari dari pembelajaran generatif adalah,“Otak tidak menerima informasi
dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi
dari informasi tersebut dan kemudian membuat kesimpulan”. Otak bukanlah suatu “blank
slate” yang dengan pasif belajar dan mencatat semua informasi yang
diberikan.
Penerapan
model pembelajaran generatif merupakan suatu cara yang baik untuk mengetahui
pola pikir siswa serta bagaimana siswa memahami dan memecahkan masalah dengan
baik. Secara ringkasnya model pembelajaran generatif adalah suatu model
pembelajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia
belajar.Dengan demikian melalui model pembelajaran generatif, pengetahuan yang
dimiliki oleh siswa adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh pelajar
tersebut dan bukan pengajaran yang diterima secara pasif.
Osborne
dan Wittrock (Hulukati, 2005) menjelaskan proses pengolahan input indera dalam
otak:
1. Ide yang ada dipikirkan siswa
mempengaruhi dalam mengarahkan indera.
2. Ide yang ada dipikirkan siswa
menentukan masukan dari indera mana yang akan diperhatikan dan mana yang tidak.
3. Masukan indera yang diperhatikan
siswa belum mempunyai arti.
4. Siswa membangun hubungan-hubungan
antara masukan indera yang akan diperhatikannya dengan yang ada dipikirannya.
5. Siswa membangun hubungan tersebut
dan pemasukan indera untuk membangun arti pada pemasukan itu.
6. Kadang-kadang siswa menguji arti
yang dibangun dengan keterangan lain yang disimpan dalam otak.
7. Mungkin siswa menyimpan arti yang
dibangun dalam ingatan.
8. Otak
siswa begitu berperan dalam menyerap dan memaknai informasi, maka siswa sendiri
adalah penanggung jawab utama dalam belajar.
B. Teori Belajar yang Melandasi Pendekatan Generatif
Menurut Wittrock (Fahinu, 1991),
“The generative model is a model of teaching
of comprehension and the learning of the types of relations that learners must
construct between stored knowledge, memories of experience, and new information
for comprehension to occur”.
Model
pembelajaran generatif memiliki landasan teoritis yang berakar pada teori-teori
belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting
dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000) &
Katu (1995) diantaranya:
1.
Menekankan
bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi, jika konsepsi-konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya akan diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam
upaya memahami informasi-informasi baru.
2.
Seseorang
belajar jika bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah
perkembangan sedikit di atas satu tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang
belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut.
Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam
tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya
jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.
3.
Penekanan
pada prinsip Scaffolding, yaitu
pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah.
Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara
bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada siswa untuk bekerja
atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, siswa sebaiknya lansung saja diberikan
tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas
kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
4.
Lebih
menekankan pada pengajaran top-down
daripada bottom-up. Top-down berarti langsung mulai dari
masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses
pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan
guru atau teman sebaya yang lebih mampu.
5.
Menganut
asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan
informasi, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas
informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
6.
Menganut
visi siswa ideal, yaitu seorang siswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan
diri sendiri dalam belajar.
7.
Menganggap
bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta
tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan
mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan
memiliki motivasi abadi dalam belajar.
Sejumlah
penelitian dari Slavin (Dika, 2013) yang menunjukkan pengaruh positif
pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif
terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya yaitu dalam bidang
matematika (Carpenter & Fennema, 1992), bidang sains (Neale,dkk., 1992),
membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987).
Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan
konstruktivis dengan hasil belajar.
C. Tahapan Pembelajaran dalam Pendekatan Generatif
Menurut Osborne dan Wittrock (Lusiana, dkk. 2009), pembelajaran generatif
memiliki empat tahapan, yaitu:“The preliminary step (tahap persiapan), the focus step (tahap
pemfokusan), the challenge step (tahap tantangan), dan the application
step (tahap aplikasi)”.
1.
Persiapan
Tahap ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplor pengetahuan awal mereka mengenai materi ajar yang akan dibahas.
Supaya siswa mau serta bisa melakukan eksplorasi, guru harus memberikan
stimulus. Guru bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan serta meminta siswa untuk
menyampaikan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari mereka yang memiliki keterkaitan dengan bahan ajar. Pada tahap ini
terdapat berbagai kemungkinan, termasuk apakah yang dikemukakan siswa benar
atau salah. Benar atau salahnya apa yang disampaikan siswa bukan menjadi
prioritas, melainkan itu semua hanya sebagai stimulus bagi mereka untuk mau
mengemukakan pendapat. Tahap ini juga bisa memberikan kesempatan kepada guru
untuk mengecek pengetahuan atau konsep prasyarat yang telah diperoleh siswa
pada pembelajaran sebelumya. Pengetahuan serta konsep awal yang dimiliki siswa
ini merupakan modal awal siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang akan
dibahas.
2.
Pemfokusan
Pada tahap menfokuskan guru mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan yang sedang dibahas. Siswa diarahkan untuk mampu mengaitkan
informasi awal dengan informasi baru. Guru harus mampu memfasilitasi siswa
supaya mampu memperoleh pengalaman yang diharapkan serta mendukung mereka dalam
mengkonstruksi pengetahuan baru. Alangkah baiknya, apa yang disediakan guru
tidak membatasi siswa untuk melakukan percobaan, melainkan apa yang disediakan
guru mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu menyelesaikan
persoalan yang mereka hadapi. Pada tahap ini siswa dituntut untuk
berpartisipasi secara aktif dalam proses diskusi kelompok.
3.
Tantangan
Tahap tantangan merupakan tahapan menyimpulkan
dan menulis hasil pekerjaan mereka dalam lembar kerja. Setiap kelompok diminta untuk menyampaikanhasil pekerjaan
(temuan) mereka melalui diskusi kelas. Diskusi kelas mendorong
setiap siswa untuk melakukan proses tukar pendapat. Pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh siswa merupakan hasill pengalaman
belajar mereka pada tahapan sebelumnya.Pada tahap ini siswa dilatih untuk mengeluarkan ide atau kritik, berdebat, dan menghargai adanya perbedaan pendapat
diantara mereka. Apabila penyampaian hasil diskusi dari tiap
kelompok sudah selesai terlaksana, dilanjutkan dengan diskusi antara guru dan
semua siswa. Melalui diskusi yang lebih terarah, setiap siswa (setiap kelompok)
diarahkan untuk menemukan kebenaran konsep matematika dalam matematika konsep
abstrak. Sebagai upaya pemantapan guru bisa memberikan tantangan tambahan
kepada siswa dengan memberikan contoh soal lain untuk membuktikan kebenaran
konsep yang telah mereka temukan.
4.
Aplikasi
Tahap ini merupakan tahap lanjutan bagi siswa untuk
menerapkan konsep yang telah mereka temukan. Siswa diajak untuk memecahkan
masalah-masalah lain dengan menggunakan konsep barunya. Guru bisa menjadikan
hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari siswa yang memiliki keterkaitan
dengan materi ajar sebagai latihan tambahan buat siswa . Pada tahap ini
pemberian soal-soal latihan diberikan lebih banyak agar siswa lebih
memahami konsep yang dibahas secara mendalam dan bermakna. Pada
akhirnya konsep yang dipelajari siswa akan masuk ke memori jangka panjang siswa.
D. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Generatif
Pendekatan generatif memiliki kelebihan
dan kekurangan, sama halnya dengan pendekatan-pendekatan yang lain. Menurut Scalzo (Amelia, 2010)
pembelajaran generatif memiliki keunggulan, yaitu:
1.
Siswa aktif dalam
proses belajar.
2.
Meningkatkan
kemampuan pemahaman siswa,
3.
Meningkatkan
prestasi tanpa menambah jam pelajaran dan tanpa memerlukan perlengkapan yang
mahal.
4.
Mengembangkan
kemampuan metakognitif siswa.
Berdasarkan
pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, pembelajaran generatif memiliki
keunggulan lain, diantaranya:
1.
Siswa diarahkan
untuk mampu merekonstruksi pengetahuan baru dengan menggunakan awal yang
mempunyai keterkaitan.
2.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan diskusi.
3.
Proses serta hasil
belajar akan lebih bermakna bagi siswa.
Adapun beberapa kekurangan dari
pembelajaran generatif, diantaranya:
1.
Kemampuan awal yang
dimiliki siswa merupakan prasyarat untuk memahami konsep baru, sehingga jika
terdapat siswa yang belum memahami materi awal dengan baik perlu dilakukan
pemberian penjelasan tambahan.
2.
Setiap siswa
diarahkan untuk berpartisipasi secara aktif dalam diskusi, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat. Apabila hal tersebut tidak bisa
diarahkan dengan baik oleh guru maka dapat menimbulkan pertentangan antar
kelompok, atau antar siswa dengan siswa dalam suatu kelompok itu sendiri.
E. Peran guru dalam Pendekatan Generatif
Dalam belajar generatif siswa
sendirilah yang aktif membangun pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Model pembelajaran generatif
berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan
dibangun dalam pikiran siswa. Menurut Tytler (Dika, 2013), empat peran utama
guru yang harus diperhatikan dalam pembelajaran generatif yaitu:
1.
Stimulator
rasa ingin tahu.
Guru
berperan menggugah perhatian dan memotivasi siswa untuk menyimak tujuan riil
pembelajaran. Rasa ingin tahu ditumbuhkembangkan. Untuk itu, guru harus
merancang aktivitas- aktivitas yang dapat memberi kejutan bagi siswa.
2.
Membangkitkan
dan menantang ide-ide siswa.
Guru
berperan sebagai pembangkit, pemberi semangat, merangsang siswa untuk berfikir
kritis dalam mengemukakan argumen maupun dalam melakukan investigasi.
3.
Sebagai
narasumber.
Guru
mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh
siswa serta menyiapkan informasi yang memadai baik tertulis maupun verbal
ataupun menyusun rencana untuk menggunakan alat peraga yang mendukung dalam
proses belajar mengajar di kelas.
4.
Sebagai senior co-investigator.
Istilah
ini dapat diartikan bahwa siswa sebagai investigator, guru berperan sebagai
pembantu investigasi (co-investigator),
karena guru lebih berpengalaman dari siswanya maka muncullah istilah senior
co-investigator. Guru berperan sebagai model bagi siswa dalam mengajukkan
pertanyaan, juga merancang suatu aktivitas pembelajaran berupa diskusi ilmiah
sehingga timbul sikap respek siswa terhadap teman sejawat.
F. Implementasi Pendekatan Generatif terhadap Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Contoh
Implementasi Pembelajaran Generatif
Kelas / Semester : IV / 2
Materi Ajar : Menjumlahkan dan
mengurangkan pecahan.
Alat dan Bahan : Pensil, penggaris, penghapus,
gunting, dan kertas origami.
Tahapan
Pembelajaran :
1.
Persiapan
a.
Guru
menjelaskan materi ajar yang akan dibahas, yaitu “Menjumlahkan dan Mengurangkan
Pecahan”.
b.
Guru
memotivasi siswa untuk semangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa
harus merasa nyaman untuk belajar, bahkan bila perlu ciptakan suasana bermain
saat proses pembelajaran berlangsung.
Misalkan dengan menggunakan permainan “Mencari
Harta Karun” (Menjumlahkan dan Mengurangkan Pecahan).
c.
Sebagai
langkah awal permainan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok
bisa terdiri 3-5 orang siswa. Pembagian kelompok diusahakan harus heterogen.
Selanjutnya anggota tiap kelompok harus
menunjuk salah seorang dari mereka untuk menjadi seorang “kapten”.
d.
Guru
memberikan motivasi lanjutan kepada siswa. Siswa diminta untuk menyebutkan
hal-hal atau contoh kasus di kehidupan sehari-hari mereka yang memiliki
hubungan dengan materi ajar menjumlahkan dan mengurangkan pecahan. Siswa
diarahkan untuk memulai diskusi bersama kelompoknya masing-masing.
Guru menjelaskan bahwa hal ini adalah
salah satu aturan main untuk mereka agar bisa memulai petualangan untuk memulai
pencarian harta karun.
e.
Guru
menyebutkan kepada siswa mengenai prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa
untuk mampu memahami materi ajar yang akan dibahas. Beberapa prasyarat tersebut
diantaranya mengenal mengenal dan membandingkan pecahan sederhana, serta
memahami kelipatan persekutuan terkecil (KPK).
Prasyarat tersebut merupakan
perlengkapan mereka untuk “berpetualang”. Berikan motivasi kepada semua siswa
bahwa, bagi siapa saja yang belum memahami “materi prasyarat”, mereka bisa
belajar kepada rekan sekelompoknya atau bisa meminta bantuan kepada guru untuk
meminta penjelasan tambahan pada saat “petualangan”
berlangsung.
2.
Pemfokusan
f.
Setiap
siswa membawa empat lembar kertas origami yang berbeda warna.
g.
Setiap
kelompok mendapatkan lembar kerja siswa (LKS).
LKS yang disediakan oleh guru harus
memuat soal sederhana mengenai menjumlahkan dan mengurangkan pecahan serta
terdapat prosedur yang bisa memberikan kesempatan kepada siswa untuk
beraktifitas dalam menjawab soal.
Misalnya berapa hasil dari :
1)
+
= . . . .


2)
-
= . . . .


h.
Setiap
siswa diarahkan untuk bisa menyelesaikan soal diatas dengan menggunakan kertas
origami. Siswa mulai diarahkan untuk mengaitkan hubungan antara pengetahuan dan
konsep prasyarat dengan konsep baru yang sedang dibahas.
Beberapa soal yang diberikan serta
kertas origami yang dimiliki siswa merupakan petunjuk serta cara mereka untuk
menemukan “harta karun”.
a.
Siswa
diminta untuk menujukkan pecahan mana yang mempunyai nilai lebih besar antara
dengan
dan antara
dengan
,
selanjutnya siswa diminta untuk membuat ilustrasi beberapa pecahan tersebut
dengan menggunakan kertas orogami yang mereka bawa.




Satu lembar
kertas origami yang utuh
Masing-masing
bagian dari kertas origami yang utuh
Masing-masing
bagian dari kertas origami yang utuh
Bagian
yang digaris hitam (dalam proses pembelajaran dipotong) menunjukkan
bagian
dari kertas origami yang utuh
b.
Setiap
siswa bisa melakukan diskusi untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan
kertas-kertas origami yang telah dipotong.
Contoh ilustrasi
penyelesaian soal:
i.
+
=
bagian kertas origami warna kuning digunakan
untuk menutupi
bagian kertas origami warna hijau, sehingga
kertas origami warna hijau yang tidak tertupi tinggal
bagian.
j.
–
=
3.
Tantangan
k.
Setiap
kelompok menyimpulkan dan menulis hasil pekerjaan mereka dalam lembar kerja.
Setiap siswa bisa menggunakan kemampuan
awal mereka yang ada kaitannya dengan materi yang dibahas. Ada kemungkinan
terdapat kelompok yang sudah bisa mengambil kesimpulan dari materi yang dibahas
dalam bentuk kalimat matematika yang abstrak, dalam bentuk rumus matematika.
l.
Setiap
kelompok menyampaikan temuannya kepada kelompok lainnya.
m.
Setelah
semua selesai menyampaikan temuannya, guru memberikan tantangan kepada semua
siswa untuk menemukan rumus untuk lebih mudah dalam menyelesaikan soal
menjumlahkan dan mengurangkan pecahan.
Guru harus mengarahkan semua siswa untuk
berpartisipasi dan bekerja sama dalam proses penemuan rumus agar terdapat
kebermaknaan belajar pada diri setiap siswa. Arahkan agar setiap siswa paling
tidak aktif dalam kelompoknya.
n.
Siswa
bersama guru melakukan diskusi kelas untuk menemukan rumus yang benar.
Pengetahuan siswa mengenai konsep KPK
akan sangat membantu siswa dalam menemukan kebenaran dari konsep yang sedang
dibahas.
Hasil diskusi antara siswa dengan siswa
maupun dengan guru, itulah yang merupakan “harta karun” pada pembelajaran hari
itu.
4.
Aplikasi
o.
Siswa
diberi kesempatan untuk menyelesaikan persoalan lain dengan menggunakan rumus
yang telah mereka temukan.
Guru bisa memberikan soal tambahan untuk
memperdalam pemahaman siswa mengenai materi ajar. Supaya pembelajaran lebih
bermakna berikan siswa soal-soal yang berhubungan dengan kehidupan mereka
sehari-hari (bisa berbentuk soal cerita).
Pada setiap tahapan
dalam pembelajaran generatif, guru harus senantiasa memotivasi siswa. Pemberian
motivasi dimaksudkan supaya siswa merasa nyaman saat mengikuti proses
pembelajaran sehingga siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan barunya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dika, Astia. (2013). Model Pembelajaran Generatif. [Online] Tersedia di: http://tutorial-seo-bloger.blogspot.com/2013/02/model-pembelajaran-generatif.html Diakses 12 April 2014
Hulukati, Evi. (2013). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Dan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Smp Melalui Model Pembelajaran Generatif. Bandung:
Jurnal pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. [Online] Tersedia di:
http://digilib.upi.edu/digitalview.php?digital_id=1173. Diakses
12 April 2014
Lusiana, dkk. (2009). Penerapan
Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang. Palembang: Jurnal
Pendidikan Matematika Volume 3
.
Fahinu. (2013). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Memandirian Belajar
Matematika Pada Mahasiswa Melalui Pembelajaran Generatif. Bandung: Jurnal
pendidikan matematik. [Online] Tersedia di: http://digilib.upi.edu/digitalview.php?digital_id=1123. Diakses
12 April 2014
versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :
DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL












versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :
DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL
0 komentar:
Post a Comment