1.
Pengertian
karakter
Secara sederhana
karakter dapat diartikan sebagai ciri khas yang dimiliki individu dalam
berperilaku. Karakter merupakan suatu unsur yang sangat penting, termasuk salah
satunya dalam tujuan pendidikan. Misalnya dalam kurikulum 2013 tergambar jelas
bagaimana pentingnya karakter, bahkan kurikulum itu sendiri pun disebut sebagai
kurikulum berkarakter.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008), “Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang sedang yang lainnya”. Dari
pengertian diatas dapat kita garis bawahi bahwa karakter adalah nilai-nilai
yang unik dan baik yang tertanam dalam diri seseorang.
Samani &
Harianto (2011, hlm. 41) mendefinisikan bahwa, “Karakter adalah cara berfikir
dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara”. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan setiap konsekuensi dari keputusannya.
Sementara itu
Scerenko (Samani & Harianto, 2011, hlm. 42) mengartikan bahwa, “Karakter
adalah sebagai atribut atau ciri-ciri yang dapat membentuk dan membedakan curu
pribadi, ciri etis, dan komoleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau
bangsa”. Menurut Robert Marine (Samani & Harianto, 2011, hlm. 42), mengambil pendekatan yang berbeda terhadap
makna karakter, “Karakter adalah
gabungan yang samar-samar antra sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang
membangun diri pribadi”.
Menurut Character First (Samani & Harianto,
2011, hlm. 42) suatu organisasi swasta nirlaba yang ada di Amerika Serikat
mendefinisikan menjadi lebih sederhana dan menjadi lebih mudah, “Jika engkau
selalu berbuat sesuatu, baik ibumu ada atau tidak ada (wheter there is your mom or not) itulah yang disebut dengan
karakter”. Artinya karakter merupakan sikap dan perbuatan baik dalam
berperilaku yang selalu dipegang teguh oleh seseorang baik sedang ada orang
lain maupun tidak.
Dari berbagai
pengertian diatas dapat dimaknai bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan,
akhlak, cara berfikir, yang bersifat unik dan khas serta bernilai baik dan
positif yang membedakan seseorang dengan yang lainnya untuk hidup dan
bekerjasama dalam berbagai lingkungan baik keluarga, masyakat, bangsa, maupun
negara.
Karakter juga
dapat dipandang sebagai identitas suatu bangsa. Misalnya Suku Sunda yang
terkenal dengan karakternya yang sopan dan ramah. Menurut Samani & Harianto
(2011) secara universal terdapat 11 pilar yang melandasi karakter, yaitu.
1.
Kedamaian
(peace).
2.
Menghargai
(respect).
3.
Kerja
sama (Cooperation).
4.
Kebebasan
(freedom).
5.
Kebahagiaan
(happiness).
6.
Kejujuran
(honesty).
7.
Kerendahan
hati (humility).
8.
Kasih
saying (love).
9.
Tanggung
jawab (responsibility).
10.
Kesederhanaan
(simplicity).
11.
Toleransi
(tolerance).
12.
Persatuan
(unity).
2.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Di dalam
kurikulum 2013, guru tidak hanya sebatas mengajar materi pelajaran saja, tetapi
guru dituntut harus bisa menanamkan karakter positif kepada siswanya.
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh guru
untuk menanamkan karakter pada siswa. Secara sederhana pendidikan karakter
dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk menanamkan
karakter positif kepada siswanya. Sebelum membahas lebih jauh tentang makna
dari pendidikan karakter, harus terlebih dahulu paham apa itu pendidikan.
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan untuk merubah tingkah laku
manusia yang bersifat positif dan cenderung permanen. Dari pengertian tersebut
dapat kita atrikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dan
terencana dalam menanamkan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, cara berfikir, yang
bernilai baik dan positif kepada siswa yang cenderung permanen. Hal ini sejalan
dengan pendapat Winton (Samani & Harianto, 2011, hlm. 43) bahwa,
“Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru
untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya”.
Dalam pandangan
yang dikembangkan dalam Funderstanding (Samani & Harianto, 2011, hlm. 44)
pendidikan karakter diartikan sebagai,
Pendidikan yang mengembangkan karakter
yang mulia (good character) dari
siswa dengan memperhatikan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan
keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun hubungannya
dengan Tuhannya.
Kemudian
Departemen Pendidikan Amerika Serikat menegaskan lagi tentang hubungan manusia
dengan manusia lainnya, yaitu pendidikan karakter merupakan suatu proses
pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang tentang, dan berbuat
berdasarkan nilai-nilai etik, seperti respek, keadilan, kebajikan warga, dan
kewarganegaraan, serta bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
Di pihak lain,
Lickona (Samani & Harianto, 2011, hlm. 44) mendefinisikan, “Pendidikan
karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami,
peduli dan bertindak, dengan landasan inti nilai-nilai etis”. Sementara itu
menurut Scerenko (Samani & Harianto, 2011),
Pendidikan karakter adalah suatu upaya
yang sungguh-sunguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan,
didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi
para bijak dan pemikir besar), serta prkaktik emulasi (usaha yang maksimal
untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).
Dari beberapa
pendapat diatas dapat kita ambil beberapa kata kunci untuk memaknai pengertian
dari pendidikan karakter, yaitu.
1.
Usaha
sadar
2.
Terencana
3.
Budi
pekerti
4.
Cara
berfikir
5.
Nilai-nilai
moral
6.
Bersifat
positif, dan
7.
Cenderung
permanen
Ketika arus
globalisasi semakin deras, perkembangan zaman semakin cepat dan tidak terbatas
masyarakat dunia pun menjadi sangat cemas, tidak terkecuali Indonesia.
Kecemasan yang dialami masyarakat Indonesia bukan tanpa alasan. Hal yang paling
ditakuti dari perkembangan zaman adalah terjadinya pergeseran nilai. Dengan
masuknya berbagai budaya luar ke dalam Indonesia, ini menjadi suatu ancaman
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Budaya dan karakter asli yang dimiliki oleh
negara ini menjadi pertaruhan. Oleh karena itu harus ada upaya untuk mencegah
hal tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan
pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki berbagai tujuan sesuai dengan
sudut pandangnya. Berikut ini beberapa pendapat para ahli terkait tujuan dari
pendidikan karakter.
Menurut
Kementrian Pendidikan Nasional (Fitri, 2012, hlm. 24) terdapat beberapa tujuan
pendidikan karakter.
1.
Mengembangkan
potensi nurani atau afektif siswa sebagai manusia dan warganegara yang memiliki
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.
Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3.
Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus
bangsa.
4.
Mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan.
5.
Mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh
kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
Tujuan yang lain
dipaparkan oleh Barnawi & Arifin (2012, hlm. 28), “Tujuan yang lebih menekanakan pada perubahan
tiga aspek pendidikan, yaitu kognitif, apektif, dan psikomotor”. Tujuan akhirnya adalah mewujudkan insan yang berilmu
dan berkarakter. Karakter yang diharapkan tidak tercabut dari budaya asli
Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan syarat muatan agama. Menurut
Fitri (2012, hlm. 22), “Tujuan dari pendidikan karakter dibagi menjadi dua,
yaitu tujuan berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran”. Tujuan berjenjang
mencakup tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan
tujuan pembelajaran. Sedangkan tujuan khusus yaitu tujuan yang terdapat pada
setiap rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Dari berbagai pendapat tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan semua karakter positif
yang dimiliki oleh siswa untuk kehidupan diamasa yang akan datang yang lebih
baik.
Prinsip
pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter harus
mengusahakan agar siswa bisa mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa sebagai milik mereka. Siswa harus belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mendorong
siswa supaya bisa melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial dan mengembangkan
kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial. Menurut Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2010), pengembangan pendidikan karakter dilakukan melalui empat
prinsip, yaitu (1) berkelanjutan, (2) melalui semua mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah, (3) nilai tidak diajarkan tapi
dikembangkan, serta (4) proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif
dan menyenangkan.
1.
Berkelanjutan.
Prinsip berkelanjutan mengandung makna
bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan
sebuah proses panjang, dan tidak bisa selesai dalam satu kali proses
pembelajaran. Proses tersebut dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
selesai dari suatu satuan pendidikan. Pengembangan nilai-nilai juga harus
dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas dari nilai-nilai
tersebut. Hingga pada akhirnya nilai-nilai yang diharapkan oleh suatu satuan
pendidikan dapat tertanam pada diri setiap siswa.
2.
Melalui
semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Prinsip ini mengandung makna bahwa
proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui
setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler
yang ada di sekolah. Selain itu sekolah juga berperan dalam menerapkan dan
menanamkan nilai-nilai positif budaya masyarakat sekitar kepada setiap siswa
dalam aktifitas sehari-hari yang berlangsung di sekolah.
3.
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa nilai
budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Nilai-nilai tersebut
tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti dalam mata pelajaran
pada umumnya. Materi pada mata pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau
media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena
itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan
materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa. Satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.
4.
Proses
pendidikan dilakukan siswa secara aktif dan menyenangkan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa
proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh siswa dan
bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Guru
hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator bagi proses pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan
dilakukan dalam suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat menimbulkan
motivasi dan semangat pada diri siswa.
Proses
pembelajaran pendidikan budaya dan karakter harus dilaksanakan melalui proses
belajar yang aktif. Pengembangan nilai harus dilakukan secara aktif oleh siswa,
baik dalam menerima nilai dan menjadikan nilai-nilai yang sudah dipelajarinya
sebagai dasar dalam setiap tindakan di kehidupan sehari-hari. Menurut
Kementerian Pendidikan Nasional, terdapat sejumlah nilai untuk pendidikan
budaya dan karakter bangsa Indonesia, yaitu religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin yahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
Nilai-nilai
yang hendak dicapai melalui pendidikan karakter tersebut dapat dilakukan
melalui beberapa indikator. Menurut Hasan, dkk., (Zaenul, 2012) terdapat dua
jenis indikator yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, pertama adalah indikator untuk
sekolah dan kelas, kedua adalah
indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas berkenaan dengan
kegiatan sekolah yang diprogramkan untuk merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi sekolah sebagai pelaksana pendidikan karakter. Sedangkan indikator
mata pelajaran menggambarkan perilaku seorang siswa yang berkenaan dengan mata
pelajaran tertentu. Pada realisasinya indikator-indikator ini saling memiliki
keterkaitan, indikator sekolah dan kelas dapat dikembangkan lebih lanjut
melalui indikator mata pelajaran.
Pengembangan
nilai-nilai pendidikan karakter melalui indikator dapat dilaksanakan di sekolah
dasar melalui beberapa kegiatan, diantaranya:
1.
Religius
dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas ibadah, memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk melakukan ibadah, dan membiasakan diri untuk
mengucapkan salam serta berdo’a baik sebelum maupun sesudah belajar.
2.
Jujur
dapat dikembangkan melalui penyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang,
selalu mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya, dan membiasakan diri
untuk mengerjakan tugas individu dengan usaha sendiri.
3.
Toleransi
dapat dikembangkan melalui menghargai serta memperlakukan orang lain, khususnya
teman tanpa membedakan agama, status sosial maupun ekonomi, warna kulit, dan
sebagainya.
4.
Disiplin
dapat dikembangkan dengan melaksanakan tata tertib yang berlaku di sekolah,
membiasakan diri untuk datang ke sekolah tepat waktu, dan selalu mengerjakan
dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru.
5.
Kerja
keras dapat dikembangkan melalui penyediaan penghargaan bagi siswa yang
berprestasi dari pihak sekolah maupun guru, mendorong setiap siswa untuk
berprestasi, pantang menyerah, dan berkompetisi secara sehat.
6.
Kreatif
dapat dikembangkan melalui penghargaan bagi setiap karya unik dari siswa dan
menciptakan situasi belajar yang dapat memunculkan ide kreatif siswa.
7.
Mandiri
dapat dikembangkan melalui menciptakan suasana sekolah yang dapat menumbuhkan
kemandirian siswa dan melatih siswa agar mampu bekerja secara mandiri melalui
tugas yang bersifat individu.
8.
Demokratis
dapat dapat dikembangkan melalui melibatkan warga sekolah dalam menentukan
sebuah kebijakan, melatih siswa untuk bisa melakukan musyawarah dengan baik,
dan menasehati siswa supaya tidak memaksakan kehendak sendiri kepada orang
lain.
9.
Rasa
ingin tahu dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas informasi bagi
siswa, menciptakan situasi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu
siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi
terhadap lingkungan serta hal positif lain sebagainya.
10.
Semangat
kebangsaan dapat dikembangkan melalui pelaksanaan upacara bendera dan
peringatan hari-hari besar nasional, serta membiasakan siswa untuk meneladani
sifat-sifat para pahlawan nasional.
11.
Cinta
tanah air dapat dikembangkan melalui penggunaan produk dalam negeri, penggunaan
bahasa Indonesia serta bahasa daerah dengan baik dan benar, melestarikan budaya
dan seni daerah, serta menanamkan nasionalisme dan rasa persatuan kepada siswa.
12.
Menghargai
prestasi dapat dikembangkan melalui penyediaan tempat untuk memajang hasil
karya dan tanda prestasi yang dicapai, serta membiasakan semua siswa untuk
selalu memberikan penghargaan kepada siswa lain yang telah berprestasi.
13.
Bersahabat
atau komunikatif dapat dikembangkan melalui penciptaan suasana sekolah dan
kelas yang komunikatif dan interaktif, dan membiasakan diri untuk selalu
melakukan komunikasi dengan teman maupun guru.
14.
Cinta
damai dapat dikembagkan melaui penciptaan suasana sekolah dan kelas yang penuh
kasih sayang, damai, tentram, dan anti kekerasan.
15.
Gemar
membaca dapat dikembangkan melalui penyediaan perpustakaan, program kunjungan
perpustakaan, dan program wajib baca.
16.
Peduli
lingkungan dapat dikembangkan melalui penyediaan tempat pembuangan sampah, penyediaan
area hijau, penyediaan kamar mandi dan air bersih, membiasakan diri untuk
selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan selalu membuang sampah pada
tempatnya.
17.
Peduli
sosial dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas untuk menyumbang dan
kegiatan sosial lainnya, serta membiasakan setiap siswa untuk memberikan
bantuan kepada teman yang membutuhkan.
18.
Tanggung
jawab dapat dikembangkan melalui mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan
baik, melakukan piket sesuai jadwal, dan bertanggung jawab atas segala
perbuatan yang telah dilakukan.
Sekolah dan guru dapat menyesuaikan
nilai serta indikator yang hendak dicapai siswa dengan kebutuhan masyarakat
sekitar dan materi bahasan suatu mata pelajaran. Pendidikan karakter harus
terintegrasi dalam kehidupan di sekolah, baik ketika proses pembelajaran
berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas. Pendidikan karakter di sekolah
akan sangat dipengaruhi oleh perilaku guru. Perilaku guru yang negatif dapat
membunuh karakter positif anak, sedangkan perilaku guru yang positif akan dapat
membangun dan menguatkan karakter positif anak.
1.
Melalui
Keluarga
Dalam membentuk
karakter anak, yang paling utama ialah peran dari keluarga. Keluarga sangat
mempengaruhi karakter setiap anak. Anak akan menjadi baik dan benar itu
tergantung dari pola didik dari orangtua tersebut. Menurut Idris & Jamal (Aisyah, 2013),
Peranan
orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap dan
keterampilan dasar seperti, pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun,
estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi
peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan.
Keluarga memiliki pengertian tersendiri dalam memahami makna arti dari
kata tersebut. Menurut Wikipedia (2014), “Keluarga adalah
lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah”.
Freidman (Yazid, 2010) mengemukakan bahwa “Keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga”. Ki Hajar Dewantara (Adinda, 2012) berpendapat bahwa “Keluarga adalah
kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan
merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan
berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan
masing-masing anggotanya”.
Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah,
ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan
tempat ternyaman bagi anak. Merupakan tempat awal untuk mengasah kemampuan bersosialisasi mengaktualisasikan
diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang.
Menurut Syafa’ati (2012), terdapat 10 cara yang dapat
dilakukan orangtua untuk mendidik secara tepat dalam rangka mengembangkan
karakter yang baik pada anak, yaitu:
a.
meletakkan agenda pembentukan
karakter anak sebagai prioritas utama;
b.
memikirkan jumlah waktu untuk
berkomunikasi dengan anak-anak;
c.
memberikan tauladan yang baik;
d.
menyeleksi berbagai informasi dari
media yang digunakan anak;
e.
menggunakan bahasa yang jelas dan
lugas tentang perilaku yang baik dan buruk, perbuatan yang boleh dan tidak
boleh;
f.
memberikan hukuman dengan kasih
sayang;
g.
belajar mendengarkan anak;
h.
terlibat dengan kehidupan sekolah
anak;
i.
selalu makan bersama, setidaknya
sekali dalam sehari; dan tidak mendidik hanya dengan kata-kata.
2.
Melalui
Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk
melaksanakan pendidikan. Pendidikan dengan masyarakat memiliki keterkaitan
tersendiri. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah
dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan
masyarakat itu. Sekolah merupakan agen sosialisasi di dalam sistem pendidikan
formal. Di sekolah seseorang mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajarinya
dalam keluarga ataupun kelompok bermain. Pendidikan formal disekolah
mempersiapkan siswa agar dapat menguasai peranan-peranan baru pada kemudian
hari.
Peran guru pendidikan moral harus memiliki jiwa kepekaan
terhadap siswa dan tahu kondisi-kondisi apa yang sedang siswa alami di dalam
kehidupan sehari-hari. Guru pendidikan moral juga harus memiliki hubungan baik
dengan orang tua murid masing-masing anak. Hal ini bertujuan membantu guru
dalam mengawasi kondisi moral anak didiknya dan sekaligus membantu orang tua
dalam mendidik dan mengawasi kegiatan anak sehari-hari.
Peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di
sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator,
dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang
guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter siswa yang
efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru oleh
siswa.
3.
Melalui
Lingkungan Sekitar
Lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan
karakter setiap anak, karena anak akan terasa lebih bebas berkreasi dengan
teman-temannya, baik dalam permainan ataupun pola interaksi lainnya. Perubahan
sikap akan terlihat jelas perbedaannya, ketika anak tersebut mengalami peniruan
yang biasa diterapkan oleh teman-temannya. Sehingga dibutuhkannya strategi
pelindung dari hal-hal yang negatif melalui penanaman nilai dan norma yang baik
saat berada di rumah.
Sekarang
semakin sadar bahwa aspek emosi-sosial semakin mendapat perhatian besar di
dunia Internasional. Selama berpuluh-puluh tahun manusia begitu yakin bahwa
keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan kognitifnya.
Pandangan cognitive oriented ini juga mewarnai kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan. Sejak usia dini anak-anak telah diarahkan untuk mencapai
kecerdasan otak yang tinggi, padahal tidak semua anak mempunyai potensi
kecerdasan yang sama. Hampir semua pra-sekolah telah mengajarkan anak membaca
dan berhitung, sehingga aspek-aspek pembinaan karakter anak kurang mendapatkan
perhatian. Padahal banyak anak-anak yang baru masuk TK atau SD tidak mempunyai
kematangan emosi-sosial yang merupakan modal untuk kesiapan mental dalam proses
belajar.
Menurut
Silva (Megawangi, 2004), “Orang-orang yang menggunakan otak kananya untuk
berpikir dan otak kirinya untuk bertindak adalah orang-orang yang superior”.
Selain itu menurut Megawangi (2004) “Apabila aspek emosi dilibatkan dalam
proses belajar, maka proses perekaman akan lebih sempurna dan memorinya akan
bertahan lama”. Selain itu emosi positif akan merangsang keluarnya hormone endofrin yang merupakan hormon
penting untuk merangsang bekerjanya
zat-zat neurotransmitter antar sel,
sehingga otak dapat bekerja lebih efektif dan efisien.
Beberapa
penelitian bermunculan untuk mebuktikan pentingnya pendidikan karakter pada
keberhasilan akademik siswa. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai
hal ini diterbitkan oleh sebuah bulletin, Character
Educator yang diterbitkan oleh Character
Education Partnership. Dalam bulletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi
Dr. Marvin Berkowitz (Megawangi, 2004) menunjukan peningkatan motivasi siswa
sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan
pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensip terlibat dalam
pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada prilaku negatif siswa
yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Hasil
studi yang dilakukan oleh Wright State University (Megawangi, 2004) untuk
mengukur efektifitas program pendidikan karakter estem builders pada 1040 siswa SD menunjukan hasil sebagai berikut.
1.
Keinginan untuk mengerjakan
tugas-tugas sekolah meningkat.
2.
Berani untuk mengekspresikan
opininya di kelas.
3.
Mengerjakan tugasnya secara mandiri
dan percaya diri.
4.
Mengajukan pertanyaan kepada guru
ketika tidak mengerti.
5.
Menerima kegagalan dengan cara yang
positif.
6.
Berani melontarkan ide-ide kreatif
untuk aktivitas di kelas.
7.
Bisa mengambil keputusan dan
menentukan tujuannya.
8.
Berprilaku seperti seorang pemimpin
di dalam kelompoknya.
Jadi,
pendidikan karakter dapat dapat membentuk kesehatan emosi anak yang dapat
meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi anak untuk belajar, yang
selanjutnya untuk kesuksesan dalam bidang akademik. Namun hal sebaliknya tidak
berlaku, dimana pendidikan kognitif anak belum tentu dapat mempengaruhi
kesehatan emosi anak. Hal ini menerangkan mengapa banyak anak-anak yang pandai
dalam bidang kognitif, tetapi sering berprilaku yang merusak dirinya, tidak
mampu mengontrol dirinya, sering mengalami stres, sehingga justru dapat
menurunkan prestasi akademiknya.
Saat ini
tugas dan peran guru semakin berat. Era globalisasi telah melahirkan sejumlah
tantangan yang tidak bisa disepelekan dan harus disikapi secara professional.
Menurut Kunandar (Barnawi & Arifin, 2012) ada lima tantangan globalisasi
yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme, yaitu:
1.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
2.
Krisis moral yang melanda bangsa dan
Negara Indonesia.
3.
Krisis sosial.
4.
Krisis identitas sebagai bangsa dan Negara Indonesia.
5.
Adanya perdagangan bebas.
Secara
langsung dan tidak langsung, kelima tantangan itu membutuhkan penyelesaian
melalui peran guru dalam pendidikan karakter. Krisis moral, krisis sosial, dan
krisis identitas menunjukan pola warga bangsa yang sedang kehausan akan asupan
nilai-nilai kehidupan. Perkembangan iptek dan perdagangan bebas merupakan
sebuah tantangan besar yang hanya bisa dihadapi oleh manusia yang memiliki
karakter ilmiah dan mampu bersaing dalam hidupnya. Oleh karena itu peran guru
akan sangat menentukan dalam melahirkan manusia-manusia yang mampu menghadapi
tantangan di masa global ini.
Lickona,
dkk. (Barnawi & Arifin, 2012) menguraikan beberapa peran guru, yaitu:
1.
Terlibat dalam proses pembelajaran,
diskusi dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter.
2.
Bertanggungjawab menjadi model yang
memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk memengaruhi siswa.
3.
Memberikan pemahaman bahwa karakter
siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan.
4.
Melakukan refleksi atas masalah
moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya
mengalami perkembangan karakter.
5.
Menjelaskan atau mengklarifikasi
kepada siswa secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang
buruk.
Selain itu
Sudrajat (Barnawi & Arifin, 2012) dalam konteks pendidikan karakter seorang
guru seharusnya dapat menjalankan lima peran, yaitu:
1.
Konservator
(pemelihara).
2.
Inovator
(pengembang).
3.
Transmitter
(penerus).
4.
Transformator (penerjemah).
5.
Organisator
(penyelenggara).
Guru
sebagai konservator berperan sebagai pemelihara sistem nilai yang merupakan
sumber norma kedewasaan. Guru sebagi inovator berperan sebagai pengembang
sistem nilai ilmu pengetahuan. Guru sebagai tansmiter berperan sebagai penerus
sistem-sistem nilai kepada siswa. Guru sebagai tarnsformator berperan sebagai
penerjemah sistem-sistem nilai melalui penjelmaan dalam pribadinya dan
prilakunya, dalam proses interaksi dengan siswa. Guru sebagai organisator
berperan sebagai penyelenggara terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara formal maupun secara moral.
Pendidikan
karakter membutuhkan proses atau tahapan secara sistematis sesuai dengan fase
pertumbuhan dan perkembangan siswa. Menurut Fitriya (2013) karakter
dikembangkan melalui tiga tahap, yaitu:
1.
Pengetahuan (knowing).
2.
Pelaksanaan (acting).
3.
Kebiasaan (habit).
Tahap pertama
adalah moral knowing atau pengetahuan
tentang moral. Yang termasuk dalammoral knowing adalah kesadaraan moral, pengetahuan
tentang nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian dan
pengenalan diri.
selanjutnya adalah moral
feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral. Peguatan ini
berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran terhadap jati diri, kepekaan terhadap
penderitaan orang lain, percaya diri, pengendalian diri dan kerendahan hati.
Tahap kedua adalah moral
action yaitu perbutan atau tindakan moral. Untuk mendorong seseorang
melakukan perbuatan yang baik perlu
melihat tiga aspek yaitu kompetensi, keinginan dan kebiasaan. Dalam penerapan karakter kepada siswa perlu dilakukan
dengan komprehensip dan kontinyu agar siswa dapat menguasai indikator karakter
yang hendak dicapai.
Tahap ketiga adalah tahap moral habitual yaitu
pembiasaan indikator karakter yang ditanamkana terhadap kehidupan sehari-hari.
Kompetensi yang ditanamkan pada siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan sekali
namun harus secara kontinyu dibiasakan pada setiap pembelajaran. Karena moral
pada setiap individu itu selalu fluktuatif tidak pernah tetap.
Dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter maka ada lima langkah yang perlu
diperhatikan oleh seorang guru. Agar indikator dari pendidikan karakter
tersebut dapat tercapai. Menurut Zaenul (2012) ada lima langkah yang perlu
ditempuh dalam pendidikan karakter, Yaitu:
1.
Merancang dan merumuskan karakter
yang ingin dibelajarkan pada siswa.
2.
Menyiapkan sumberdaya dan lingkungan
yang dapat mendukung melalui integrasi mata pelajaran dengan indikator karakter
yang ingin dibelajarkan.
3.
Membuat komitmen bersama.
4.
Melaksanakan pendidikan karakter
secara kontinyu dan konsistens.
5.
Melakukan evaluasi.
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
ReplyDeleteFree parking and a 남원 출장샵 casino shuttle. The Harrah's Cherokee Casino & Hotel features free parking, a restaurant and 문경 출장마사지 a casino. 시흥 출장마사지 There are 3 restaurants 동두천 출장안마 on 서산 출장샵 site