Tuesday, 9 June 2015

KARAKTER

AWAS KUMMAT
(Kamu Suka Matematika)

Diajukan untuk Memenuhi Salahsatu Tugas
Matakuliah Model Pembelajaran Matematika.

 

Disusun oleh :
Kelompok 10
Dede Ahmad Sobandi            (1105194/07)
Egi Agustian                           (1105661/15)
M. Junaedi                              (1101465/23)
Topik Rusmana                       (1105142/34)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

 

KARAKTER

A.    Pengertian Pendidikan Karakter

1.      Pengertian karakter
Secara sederhana karakter dapat diartikan sebagai ciri khas yang dimiliki individu dalam berperilaku. Karakter merupakan suatu unsur yang sangat penting, termasuk salah satunya dalam tujuan pendidikan. Misalnya dalam kurikulum 2013 tergambar jelas bagaimana pentingnya karakter, bahkan kurikulum itu sendiri pun disebut sebagai kurikulum berkarakter.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), “Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang sedang yang lainnya”. Dari pengertian diatas dapat kita garis bawahi bahwa karakter adalah nilai-nilai yang unik dan baik yang tertanam dalam diri seseorang.
Samani & Harianto (2011, hlm. 41) mendefinisikan bahwa, “Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara”. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap konsekuensi dari keputusannya.


Sementara itu Scerenko (Samani & Harianto, 2011, hlm. 42) mengartikan bahwa, “Karakter adalah sebagai atribut atau ciri-ciri yang dapat membentuk dan membedakan curu pribadi, ciri etis, dan komoleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa”. Menurut Robert Marine (Samani & Harianto, 2011, hlm. 42),  mengambil pendekatan yang berbeda terhadap makna karakter,  “Karakter adalah gabungan yang samar-samar antra sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun diri pribadi”.
Menurut Character First (Samani & Harianto, 2011, hlm. 42) suatu organisasi swasta nirlaba yang ada di Amerika Serikat mendefinisikan menjadi lebih sederhana dan menjadi lebih mudah, “Jika engkau selalu berbuat sesuatu, baik ibumu ada atau tidak ada (wheter there is your mom or not) itulah yang disebut dengan karakter”. Artinya karakter merupakan sikap dan perbuatan baik dalam berperilaku yang selalu dipegang teguh oleh seseorang baik sedang ada orang lain maupun tidak.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dimaknai bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, cara berfikir, yang bersifat unik dan khas serta bernilai baik dan positif yang membedakan seseorang dengan yang lainnya untuk hidup dan bekerjasama dalam berbagai lingkungan baik keluarga, masyakat, bangsa, maupun negara.
Karakter juga dapat dipandang sebagai identitas suatu bangsa. Misalnya Suku Sunda yang terkenal dengan karakternya yang sopan dan ramah. Menurut Samani & Harianto (2011) secara universal terdapat 11 pilar yang melandasi karakter, yaitu.
1.      Kedamaian (peace).
2.      Menghargai (respect).
3.      Kerja sama (Cooperation).
4.      Kebebasan (freedom).
5.      Kebahagiaan (happiness).
6.      Kejujuran (honesty).
7.      Kerendahan hati (humility).
8.      Kasih saying (love).
9.      Tanggung jawab (responsibility).
10.  Kesederhanaan (simplicity).
11.  Toleransi (tolerance).
12.  Persatuan (unity).

2.      Pengertian Pendidikan Karakter
Di dalam kurikulum 2013, guru tidak hanya sebatas mengajar materi pelajaran saja, tetapi guru dituntut harus bisa menanamkan karakter positif kepada siswanya. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh guru untuk menanamkan karakter pada siswa. Secara sederhana pendidikan karakter dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk menanamkan karakter positif kepada siswanya. Sebelum membahas lebih jauh tentang makna dari pendidikan karakter, harus terlebih dahulu paham  apa itu pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang bertujuan untuk merubah tingkah laku manusia yang bersifat positif dan cenderung permanen. Dari pengertian tersebut dapat kita atrikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dan terencana dalam menanamkan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, cara berfikir, yang bernilai baik dan positif kepada siswa yang cenderung permanen. Hal ini sejalan dengan pendapat Winton (Samani & Harianto, 2011, hlm. 43) bahwa, “Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya”.
Dalam pandangan yang dikembangkan dalam Funderstanding  (Samani & Harianto, 2011, hlm. 44) pendidikan karakter diartikan sebagai,

Pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari siswa dengan memperhatikan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun hubungannya dengan Tuhannya.

Kemudian Departemen Pendidikan Amerika Serikat menegaskan lagi tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya, yaitu pendidikan karakter merupakan suatu proses pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang tentang, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai etik, seperti respek, keadilan, kebajikan warga, dan kewarganegaraan, serta bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
Di pihak lain, Lickona (Samani & Harianto, 2011, hlm. 44) mendefinisikan, “Pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak, dengan landasan inti nilai-nilai etis”. Sementara itu menurut Scerenko (Samani & Harianto, 2011),

Pendidikan karakter adalah suatu upaya yang sungguh-sunguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta prkaktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).

Dari beberapa pendapat diatas dapat kita ambil beberapa kata kunci untuk memaknai pengertian dari pendidikan karakter, yaitu.
1.      Usaha sadar
2.      Terencana
3.      Budi pekerti
4.      Cara berfikir
5.      Nilai-nilai moral
6.      Bersifat positif, dan
7.      Cenderung permanen

B.     Tujuan Pendidikan Karakter

Ketika arus globalisasi semakin deras, perkembangan zaman semakin cepat dan tidak terbatas masyarakat dunia pun menjadi sangat cemas, tidak terkecuali Indonesia. Kecemasan yang dialami masyarakat Indonesia bukan tanpa alasan. Hal yang paling ditakuti dari perkembangan zaman adalah terjadinya pergeseran nilai. Dengan masuknya berbagai budaya luar ke dalam Indonesia, ini menjadi suatu ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia. Budaya dan karakter asli yang dimiliki oleh negara ini menjadi pertaruhan. Oleh karena itu harus ada upaya untuk mencegah hal tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki berbagai tujuan sesuai dengan sudut pandangnya. Berikut ini beberapa pendapat para ahli terkait tujuan dari pendidikan karakter.
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (Fitri, 2012, hlm. 24) terdapat beberapa tujuan pendidikan karakter.

1.      Mengembangkan potensi nurani atau afektif siswa sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.      Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3.      Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4.      Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5.      Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Tujuan yang lain dipaparkan oleh Barnawi & Arifin (2012, hlm. 28),  “Tujuan yang lebih menekanakan pada perubahan tiga aspek pendidikan, yaitu kognitif, apektif, dan psikomotor”. Tujuan akhirnya adalah mewujudkan insan yang berilmu dan berkarakter. Karakter yang diharapkan tidak tercabut dari budaya asli Indonesia sebagai perwujudan nasionalisme dan syarat muatan agama. Menurut Fitri (2012, hlm. 22), “Tujuan dari pendidikan karakter dibagi menjadi dua, yaitu tujuan berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran”. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran. Sedangkan tujuan khusus yaitu tujuan yang terdapat pada setiap rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Dari berbagai pendapat tersebut secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan semua karakter positif yang dimiliki oleh siswa untuk kehidupan diamasa yang akan datang yang lebih baik.

C.    Prinsip Pendidikan Karakter

Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter harus mengusahakan agar siswa bisa mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka. Siswa harus belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mendorong siswa supaya bisa melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial dan mengembangkan kemampuan dalam melakukan kegiatan sosial. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2010), pengembangan pendidikan karakter dilakukan melalui empat prinsip, yaitu (1) berkelanjutan, (2) melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, (3) nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan, serta (4) proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
1.      Berkelanjutan.
Prinsip berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dan tidak bisa selesai dalam satu kali proses pembelajaran. Proses tersebut dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Pengembangan nilai-nilai juga harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas dari nilai-nilai tersebut. Hingga pada akhirnya nilai-nilai yang diharapkan oleh suatu satuan pendidikan dapat tertanam pada diri setiap siswa.
2.      Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Prinsip ini mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Selain itu sekolah juga berperan dalam menerapkan dan menanamkan nilai-nilai positif budaya masyarakat sekitar kepada setiap siswa dalam aktifitas sehari-hari yang berlangsung di sekolah.
3.      Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti dalam mata pelajaran pada umumnya. Materi pada mata pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.
4.      Proses pendidikan dilakukan siswa secara aktif dan menyenangkan.
Prinsip ini mengandung makna bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh siswa dan bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator bagi proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat menimbulkan motivasi dan semangat pada diri siswa.

D.    Nilai dan Indikator Pendidikan Karakter

Proses pembelajaran pendidikan budaya dan karakter harus dilaksanakan melalui proses belajar yang aktif. Pengembangan nilai harus dilakukan secara aktif oleh siswa, baik dalam menerima nilai dan menjadikan nilai-nilai yang sudah dipelajarinya sebagai dasar dalam setiap tindakan di kehidupan sehari-hari. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, terdapat sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa Indonesia, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin yahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
Nilai-nilai yang hendak dicapai melalui pendidikan karakter tersebut dapat dilakukan melalui beberapa indikator. Menurut Hasan, dkk., (Zaenul, 2012) terdapat dua jenis indikator yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, pertama adalah indikator untuk sekolah dan kelas, kedua adalah indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas berkenaan dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai pelaksana pendidikan karakter. Sedangkan indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku seorang siswa yang berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Pada realisasinya indikator-indikator ini saling memiliki keterkaitan, indikator sekolah dan kelas dapat dikembangkan lebih lanjut melalui indikator mata pelajaran.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter melalui indikator dapat dilaksanakan di sekolah dasar melalui beberapa kegiatan, diantaranya:
1.      Religius dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas ibadah, memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk melakukan ibadah, dan membiasakan diri untuk mengucapkan salam serta berdo’a baik sebelum maupun sesudah belajar.
2.      Jujur dapat dikembangkan melalui penyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang, selalu mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya, dan membiasakan diri untuk mengerjakan tugas individu dengan usaha sendiri.
3.      Toleransi dapat dikembangkan melalui menghargai serta memperlakukan orang lain, khususnya teman tanpa membedakan agama, status sosial maupun ekonomi, warna kulit, dan sebagainya.
4.      Disiplin dapat dikembangkan dengan melaksanakan tata tertib yang berlaku di sekolah, membiasakan diri untuk datang ke sekolah tepat waktu, dan selalu mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru.
5.      Kerja keras dapat dikembangkan melalui penyediaan penghargaan bagi siswa yang berprestasi dari pihak sekolah maupun guru, mendorong setiap siswa untuk berprestasi, pantang menyerah, dan berkompetisi secara sehat.
6.      Kreatif dapat dikembangkan melalui penghargaan bagi setiap karya unik dari siswa dan menciptakan situasi belajar yang dapat memunculkan ide kreatif siswa.
7.      Mandiri dapat dikembangkan melalui menciptakan suasana sekolah yang dapat menumbuhkan kemandirian siswa dan melatih siswa agar mampu bekerja secara mandiri melalui tugas yang bersifat individu.
8.      Demokratis dapat dapat dikembangkan melalui melibatkan warga sekolah dalam menentukan sebuah kebijakan, melatih siswa untuk bisa melakukan musyawarah dengan baik, dan menasehati siswa supaya tidak memaksakan kehendak sendiri kepada orang lain.
9.      Rasa ingin tahu dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas informasi bagi siswa, menciptakan situasi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungan serta hal positif lain sebagainya.
10.  Semangat kebangsaan dapat dikembangkan melalui pelaksanaan upacara bendera dan peringatan hari-hari besar nasional, serta membiasakan siswa untuk meneladani sifat-sifat para pahlawan nasional.
11.  Cinta tanah air dapat dikembangkan melalui penggunaan produk dalam negeri, penggunaan bahasa Indonesia serta bahasa daerah dengan baik dan benar, melestarikan budaya dan seni daerah, serta menanamkan nasionalisme dan rasa persatuan kepada siswa.
12.  Menghargai prestasi dapat dikembangkan melalui penyediaan tempat untuk memajang hasil karya dan tanda prestasi yang dicapai, serta membiasakan semua siswa untuk selalu memberikan penghargaan kepada siswa lain yang telah berprestasi. 
13.  Bersahabat atau komunikatif dapat dikembangkan melalui penciptaan suasana sekolah dan kelas yang komunikatif dan interaktif, dan membiasakan diri untuk selalu melakukan komunikasi dengan teman maupun guru.
14.  Cinta damai dapat dikembagkan melaui penciptaan suasana sekolah dan kelas yang penuh kasih sayang, damai, tentram, dan anti kekerasan.
15.  Gemar membaca dapat dikembangkan melalui penyediaan perpustakaan, program kunjungan perpustakaan, dan program wajib baca.
16.  Peduli lingkungan dapat dikembangkan melalui penyediaan tempat pembuangan sampah, penyediaan area hijau, penyediaan kamar mandi dan air bersih, membiasakan diri untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan sekolah dan selalu membuang sampah pada tempatnya.
17.  Peduli sosial dapat dikembangkan melalui penyediaan fasilitas untuk menyumbang dan kegiatan sosial lainnya, serta membiasakan setiap siswa untuk memberikan bantuan kepada teman yang membutuhkan.
18.  Tanggung jawab dapat dikembangkan melalui mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik, melakukan piket sesuai jadwal, dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang telah dilakukan.  
Sekolah dan guru dapat menyesuaikan nilai serta indikator yang hendak dicapai siswa dengan kebutuhan masyarakat sekitar dan materi bahasan suatu mata pelajaran. Pendidikan karakter harus terintegrasi dalam kehidupan di sekolah, baik ketika proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas. Pendidikan karakter di sekolah akan sangat dipengaruhi oleh perilaku guru. Perilaku guru yang negatif dapat membunuh karakter positif anak, sedangkan perilaku guru yang positif akan dapat membangun dan menguatkan karakter positif anak.

E.     Dasar Pembentukan Karakter

1.      Melalui Keluarga
Dalam membentuk karakter anak, yang paling utama ialah peran dari keluarga. Keluarga sangat mempengaruhi karakter setiap anak. Anak akan menjadi baik dan benar itu tergantung dari pola didik dari orangtua tersebut. Menurut Idris & Jamal (Aisyah, 2013),

Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidikan, sikap dan keterampilan dasar seperti, pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan.

Keluarga memiliki pengertian tersendiri dalam memahami makna arti dari kata tersebut. Menurut Wikipedia (2014), “Keluarga adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah”. Freidman (Yazid, 2010) mengemukakan bahwa “Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga”. Ki Hajar Dewantara (Adinda, 2012) berpendapat bahwa “Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya”.
Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak. Merupakan tempat awal untuk mengasah  kemampuan bersosialisasi mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang.
Menurut Syafa’ati (2012), terdapat 10 cara yang dapat dilakukan orangtua untuk mendidik secara tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak, yaitu:

a.       meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama;
b.      memikirkan jumlah waktu untuk berkomunikasi dengan anak-anak;
c.       memberikan tauladan yang baik;
d.      menyeleksi berbagai informasi dari media yang digunakan anak;
e.       menggunakan bahasa yang jelas dan lugas tentang perilaku yang baik dan buruk, perbuatan yang boleh dan tidak boleh;
f.       memberikan hukuman dengan kasih sayang;
g.      belajar mendengarkan anak;
h.      terlibat dengan kehidupan sekolah anak;
i.        selalu makan bersama, setidaknya sekali dalam sehari; dan tidak mendidik hanya dengan kata-kata.

2.      Melalui Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Pendidikan dengan masyarakat memiliki keterkaitan tersendiri. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Sekolah merupakan agen sosialisasi di dalam sistem pendidikan formal. Di sekolah seseorang mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga ataupun kelompok bermain. Pendidikan formal disekolah mempersiapkan siswa agar dapat menguasai peranan-peranan baru pada kemudian hari.
Peran guru pendidikan moral harus memiliki jiwa kepekaan terhadap siswa dan tahu kondisi-kondisi apa yang sedang siswa alami di dalam kehidupan sehari-hari. Guru pendidikan moral juga harus memiliki hubungan baik dengan orang tua murid masing-masing anak. Hal ini bertujuan membantu guru dalam mengawasi kondisi moral anak didiknya dan sekaligus membantu orang tua dalam mendidik dan mengawasi kegiatan anak sehari-hari.
Peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter siswa yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru oleh siswa.

3.      Melalui Lingkungan Sekitar
Lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter setiap anak, karena anak akan terasa lebih bebas berkreasi dengan teman-temannya, baik dalam permainan ataupun pola interaksi lainnya. Perubahan sikap akan terlihat jelas perbedaannya, ketika anak tersebut mengalami peniruan yang biasa diterapkan oleh teman-temannya. Sehingga dibutuhkannya strategi pelindung dari hal-hal yang negatif melalui penanaman nilai dan norma yang baik saat berada di rumah.

F.     Hubungan Karakter dengan Keberhasilan Akademik

Sekarang semakin sadar bahwa aspek emosi-sosial semakin mendapat perhatian besar di dunia Internasional. Selama berpuluh-puluh tahun manusia begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan kognitifnya. Pandangan cognitive oriented  ini juga mewarnai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Sejak usia dini anak-anak telah diarahkan untuk mencapai kecerdasan otak yang tinggi, padahal tidak semua anak mempunyai potensi kecerdasan yang sama. Hampir semua pra-sekolah telah mengajarkan anak membaca dan berhitung, sehingga aspek-aspek pembinaan karakter anak kurang mendapatkan perhatian. Padahal banyak anak-anak yang baru masuk TK atau SD tidak mempunyai kematangan emosi-sosial yang merupakan modal untuk kesiapan mental dalam proses belajar.
Menurut Silva (Megawangi, 2004), “Orang-orang yang menggunakan otak kananya untuk berpikir dan otak kirinya untuk bertindak adalah orang-orang yang superior”. Selain itu menurut Megawangi (2004) “Apabila aspek emosi dilibatkan dalam proses belajar, maka proses perekaman akan lebih sempurna dan memorinya akan bertahan lama”. Selain itu emosi positif akan merangsang keluarnya hormone endofrin yang merupakan hormon penting  untuk merangsang bekerjanya zat-zat neurotransmitter antar sel, sehingga otak dapat bekerja lebih efektif dan efisien.
Beberapa penelitian bermunculan untuk mebuktikan pentingnya pendidikan karakter pada keberhasilan akademik siswa. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah bulletin, Character Educator yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam bulletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz (Megawangi, 2004) menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensip terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada prilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.
Hasil studi yang dilakukan oleh Wright State University (Megawangi, 2004) untuk mengukur efektifitas program pendidikan karakter estem builders pada 1040 siswa SD menunjukan hasil sebagai berikut.

1.      Keinginan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah meningkat.
2.      Berani untuk mengekspresikan opininya di kelas.
3.      Mengerjakan tugasnya secara mandiri dan percaya diri.
4.      Mengajukan pertanyaan kepada guru ketika tidak mengerti.
5.      Menerima kegagalan dengan cara yang positif.
6.      Berani melontarkan ide-ide kreatif untuk aktivitas di kelas.
7.      Bisa mengambil keputusan dan menentukan tujuannya.
8.      Berprilaku seperti seorang pemimpin di dalam kelompoknya.

Jadi, pendidikan karakter dapat dapat membentuk kesehatan emosi anak yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, memberikan motivasi anak untuk belajar, yang selanjutnya untuk kesuksesan dalam bidang akademik. Namun hal sebaliknya tidak berlaku, dimana pendidikan kognitif anak belum tentu dapat mempengaruhi kesehatan emosi anak. Hal ini menerangkan mengapa banyak anak-anak yang pandai dalam bidang kognitif, tetapi sering berprilaku yang merusak dirinya, tidak mampu mengontrol dirinya, sering mengalami stres, sehingga justru dapat menurunkan prestasi akademiknya.

G.    Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Saat ini tugas dan peran guru semakin berat. Era globalisasi telah melahirkan sejumlah tantangan yang tidak bisa disepelekan dan harus disikapi secara professional. Menurut Kunandar (Barnawi & Arifin, 2012) ada lima tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme, yaitu:

1.   Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
2.   Krisis moral yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.
3.   Krisis sosial.
4.   Krisis identitas sebagai bangsa  dan Negara Indonesia.
5.   Adanya perdagangan bebas.

Secara langsung dan tidak langsung, kelima tantangan itu membutuhkan penyelesaian melalui peran guru dalam pendidikan karakter. Krisis moral, krisis sosial, dan krisis identitas menunjukan pola warga bangsa yang sedang kehausan akan asupan nilai-nilai kehidupan. Perkembangan iptek dan perdagangan bebas merupakan sebuah tantangan besar yang hanya bisa dihadapi oleh manusia yang memiliki karakter ilmiah dan mampu bersaing dalam hidupnya. Oleh karena itu peran guru akan sangat menentukan dalam melahirkan manusia-manusia yang mampu menghadapi tantangan di masa global ini.
Lickona, dkk. (Barnawi & Arifin, 2012) menguraikan beberapa peran guru, yaitu:

1.      Terlibat dalam proses pembelajaran, diskusi dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan karakter.
2.      Bertanggungjawab menjadi model yang memiliki nilai-nilai moral dan memanfaatkan kesempatan untuk memengaruhi siswa.
3.      Memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan.
4.      Melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter.
5.      Menjelaskan atau mengklarifikasi kepada siswa secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.

Selain itu Sudrajat (Barnawi & Arifin, 2012) dalam konteks pendidikan karakter seorang guru seharusnya dapat menjalankan lima peran, yaitu:

1.      Konservator (pemelihara).
2.      Inovator (pengembang).
3.      Transmitter (penerus).
4.      Transformator (penerjemah).
5.      Organisator (penyelenggara).

Guru sebagai konservator berperan sebagai pemelihara sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. Guru sebagi inovator berperan sebagai pengembang sistem nilai ilmu pengetahuan. Guru sebagai tansmiter berperan sebagai penerus sistem-sistem nilai kepada siswa. Guru sebagai tarnsformator berperan sebagai penerjemah sistem-sistem nilai melalui penjelmaan dalam pribadinya dan prilakunya, dalam proses interaksi dengan siswa. Guru sebagai organisator berperan sebagai penyelenggara terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal maupun secara moral.

H.    Tahap-tahap Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter membutuhkan proses atau tahapan secara sistematis sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangan siswa. Menurut Fitriya (2013) karakter dikembangkan melalui tiga tahap, yaitu:

1.      Pengetahuan (knowing).
2.      Pelaksanaan (acting).
3.      Kebiasaan (habit).

Tahap pertama adalah moral knowing atau pengetahuan tentang moral. Yang termasuk dalammoral knowing adalah kesadaraan moral, pengetahuan tentang nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian dan pengenalan diri. selanjutnya adalah moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral. Peguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran terhadap jati diri, kepekaan terhadap penderitaan orang lain, percaya diri, pengendalian diri dan kerendahan hati.
Tahap kedua adalah moral action yaitu perbutan atau tindakan moral. Untuk mendorong seseorang melakukan perbuatan yang baik perlu melihat tiga aspek yaitu kompetensi, keinginan dan kebiasaan. Dalam penerapan karakter kepada siswa perlu dilakukan dengan komprehensip dan kontinyu agar siswa dapat menguasai indikator karakter yang hendak dicapai.
Tahap ketiga adalah tahap moral habitual  yaitu pembiasaan indikator karakter yang ditanamkana terhadap kehidupan sehari-hari. Kompetensi yang ditanamkan pada siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan sekali namun harus secara kontinyu dibiasakan pada setiap pembelajaran. Karena moral pada setiap individu itu selalu fluktuatif tidak pernah tetap.

I.       Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter maka ada lima langkah yang perlu diperhatikan oleh seorang guru. Agar indikator dari pendidikan karakter tersebut dapat tercapai. Menurut Zaenul (2012) ada lima langkah yang perlu ditempuh dalam pendidikan karakter, Yaitu:

1.   Merancang dan merumuskan karakter yang ingin dibelajarkan pada siswa.
2.   Menyiapkan sumberdaya dan lingkungan yang dapat mendukung melalui integrasi mata pelajaran dengan indikator karakter yang ingin dibelajarkan.
3.   Membuat komitmen bersama.
4.   Melaksanakan pendidikan karakter secara kontinyu dan konsistens.
5.   Melakukan evaluasi.
 

 versi FULL Makalah ini dapat di DOWLOAD di bawah ini :

DOWNLOAD MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA FULL  

1 comment:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
    Free parking and a 남원 출장샵 casino shuttle. The Harrah's Cherokee Casino & Hotel features free parking, a restaurant and 문경 출장마사지 a casino. 시흥 출장마사지 There are 3 restaurants 동두천 출장안마 on 서산 출장샵 site

    ReplyDelete