LANDASAN
DAN TINGKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
Disusun
oleh:
1. Diah Purnama
Dewi (1105211)
2. Jajang Bayu
Kelana (1105371)
3. Egi
Agustian
(1105661)
4. Khujah Iis
Farsyafat (1106316)
5. Adinda Eka Rahayu
(1106375)
Kelompok 5
Kelas 2-C
PROGRAM
S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS
SUMEDANG
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kurikulum merupakan wahana belajar yang dinamis sehingga perlu dinilai
dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan
perkembangan yang ada dalam masyarakat. Kurikulum
merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam
perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang kuat dalam
pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang
berkualitas. Adapun yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum yaitu
azas filosofis, azas psikologis dan azas sosiologis.
Landasan pengembangan kurikulum
tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis
yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi harus dipahami
dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan.
Mengingat
pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan
kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan Dalam
pengembangan kurikulum harus terlebih
dahulu membahas landasan apa saja yang menjadi dasar
pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efektif dan efisien.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan
pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses
pengembangan manusia. Oleh karena itu dalam makalah yang
berjudul “Landasan Dan Tingkatan Dalam Pengembangan Kurikulum” akan dibahas
tiga landasan yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu azas filosofis, azas
psikologis dan azas sosiologis.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana
azas filosofis dalam pengembangan kurikulum?
2. Bagaimana
azas Psikologis dalam pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana
azas Sosiologis dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan makalah
Adapun
tujuan dari makalah ini antara lain untuk:
1.
Mengetahui azas
filosofis dalam pengembangan kurikulum?
2.
Mengetahui azas
psikologis dalam pengembangan kurikulum?
3.
Mengetahui azas
sosiologis dalam pengembangan kurikulum?
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Azas
Filosofis
Filsafat membahas segala permasalahan
manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat
memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan
praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya
sangat berkaitan erat.
Secara
harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijaksanaan” untuk dapat
mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak manusia harus tahu dan
berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berfikir secara
sistematis,logis dan mendalam. Secara akademik filsafat berarti upaya untuk
menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif
tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya, terdapat
perbedaan pendekatan antara ilmu dengan filsafat dalam mengkaji atau memahami
alam semesta ini. Ilmu menggunakan pendekatan analitik, berusaha menguraikan
keseluruhan dalam bagian-bagian yang kecil dan lebih kecil sedangkan filsafat
berupaya merangkum atau mengintegrasikan bagian-bagian ke dalam satu kesatuan
yang menyeluruh dan bermakna. Ada tiga
cabang besar filsafat yaitu metafisika
yang membahas tentang segala yang ada dalam ala mini, epistemologi yang membahas tentang kebenaran dan aksiologi yang membahas tentang nilai.
Filsafat
pendidikan adalah semua upaya manusia untuk memahami hakikat pendidikan,
bagaimana melaksanakan pendidikan, dan bagaimana upaya mencapai tujuan
pendidikan. Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran
manusia yang amat luas, segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar nyata,
baik material konkrit maupun nonmaterial abstrak. Will Durant dalam Hamdani Ali
(1990) membagi ruang lingkup filsafat menjadi
lima, yaitu: (1) Logika, (2) Estetika ,(3) Etika, (4) Politik, dan (5) Metafisika.
Filsafat membahas segala permasalahan
manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat
memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan
praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis.
Keduanya sangat berkaitan erat.
Setiap negara
mempunyai landasan filosofis dan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, di
Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara
formal adalah Pancasila. Implikasinya bagi pengembang kurikulum adalah (a)
nilai-nilai Pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai
dengan sifat kajian filsafat baik dari segi ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.(b) kelima sila tersebut berisi nilai-nalai moral yang luhur sebagai
dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan,
memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media
pembelajaran dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi
faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah ke
mana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam
memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat
jasmani rohani, memiliki pengetahuan, sikap dan nilai-nilai, tangguh, dan
mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama,
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Nana
Sy.Sukmadinata ( 2010:52-56 ) kelima sila dalam pancasila dalam prespektif
ontologi, epistemologi, dan aksiologi sebagai berikut :
1. Ontologi
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Melalui sila ini
diharapkan setiap manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yaitu dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
menghormati antar pemeluk agama, dan tidak memaksakan suatu agama kepada orang
lain.
b. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Pendidikan tidak
membedakan usia, agama serta tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap
manusia mempunyai kebebasan dalam menuntut ilmu dan mendapat perlakuan yang
sama,kecuali tingkat ketaqwaan seseorang. Manusia Pancasila harus menjiwai,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, sehingga mampu bersikap adil
dan beradab dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Persatuan
Indonesia
Kecintaan kita terhadap
bangsa dan negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila akan menghapus
perbedaan suku, agama, ras, warna kulit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan
perpecahan sektoral. Persatuan yang kokoh dapat menghilangkan pikiran-pikiran
yang berbau separatisme atau rasialisme. Sila ketiga ini tidak membatasi
golongan untuk belajar, artinya setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Jika pendidikan ingin
maju, maka pendidikan harus dapat menghargai pendapat orang lain, dalam
filsafat pendidikan hal ini dikenal dengan aliran progressivisme. UUD 1945 juga
mangamanatkan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun
tulisan. Dengan demikian untuk mengembangkan sebuah kurikulum diperlukan
ide-ide cemerlang dari orang lain.
e. Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam pendidikan, adil
mencakup seluruh aspek kehidupan anak. Oleh sebab itu, dalam struktur kurikulum
harus ada materi yang mengandung unsur agama, pengetahuan umum, pengetahuan
alam, pengetahuan sosial, teknologi, bahasa, dan unsur-unsur lain yang relevan serta memang diperlukan
bagi anak untuk kehidupannya kelak. Dalam proses pembelajaran, guru tidak boleh
membeda-bedakan peserta didik, guru harus bersikap adil dalam memberikan nilai
kepada peserta didik.
2.
Epistemologi
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Pemikiran tentang apa
dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau pancaindra
dan dari ide atau Tuhan.Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang
prosesnya melalui perjuangan rakyat. Melalui Pancasila, kita dapat mengetahui
apakah ilmu itu diperoleh melalui rasio atau datang dari Tuhan.
b. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Pada dasarnya manusia
merupakan subjek yang potensialdan aktif, berkesadaran, tahu akan
eksistensidiri dan dunia. Jika guru memiliki moral atau etika, tentu tidak ada
lagi guru yang berbuat kekerasan dan kesewenangan terhadap peserta didik atau
sesame guru lainnya. Komunikasi antara guru dengan peserta didik akan
memperjelas bahan-bahan pelajaran, sehingga dapat menyamakan persepsi yang diperoleh
dari berbagai sumber. Pengetahuan yang dimiliki seseorang menunjukkan kualitas
dan martabat kepribadiannya.
c. Persatuan
Indonesia
Proses terbentuknya
pengetahuan manusia merupakan hasil dari kerjasama atau hasil hubungannya
dengan lingkungan. Hubungan yang baik antara potensi dasar dengan lingkungan
akan membentuk pengetahuan.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Seorang pemimpin tentu harus bertindak dan bersikap secara
bijak, untuk menjadikan orang yang bijak maka peran pendidikan sangat besar,
baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Guru juga adalah seorang
pemimpin, karena itu ia harus belajar ilmu keguruan agar dapat melaksanakan
proses pembelajaran secara bijak, jika ada persoalan harus diselesaikan melalui
musyawarah untuk mufakat.
e. Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Adil
dapat diartikan seimbang,
seperti seimbang antara “ilmu dunia” dengan “ilmu akhirat”, seimbang antara
“IPTEK” dengan “IMTAQ”. Untuk itu diperlukan pendidikan formal, informal,
maupun nonformal. Program pendidikan harus diupayakan juga untuk mengentaskan
kemiskinan.
3.
Aksiologi
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Percaya kepada Allah
merupakan nilai yang paling esensial dalam ajaran islam. Setiap kita melakukan
praktik ibadah selalu menyebut nama Allah, begitu juga ketiak para kali da’i
menyebarluaskan ajaran islam hal pertama dan utama yang disampaikan adalah keimanan.
Oleh sebab itu, dalam kurikulum formal di Indonesia diberikan mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
b. Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Setiap peserta didik
yang mengikuti proses pembelajaran diperlakukan sama tanpa membedakan
keturunan, ras, status sosial karena dalam Pancasila mereka adalah sama.
Sekolah akan memberikan penghargaan kepada siapa saja dari peserta didik yang
memperoleh prestasi baik, bukan dilihat dari suku, agama, status
sosial-ekonomi, pangkat atau jabatan orang tuanya. Guru juga akan memberikan
penghargaan kepada peserta didiknya yang
aktif, kreatif, dan produktif.
c. Persatuan
Indonesia
Peserta didik yang
sedang melakukan kegiatan belajar, ia harus menyatukan seluruh pikirannya,
fisik dan mentalnya, sikap dan motivasinya, dan lain-lain sehingga bisa mencapai
tujuan belajar sesungguhnya. Di sekolah, ia belajar bersama teman-temannya, di
rumah, ia belajar dengan keluarganya, dan di masyarakat, ia belajar dengan
lingkungannya.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Masyarakat Indonesia
sudah terbiasa dengan sikap gotong-royong dan melakukan musyawarah dalam
memecahkan suatu persoalan. Semua persoalan selalu dimusyawarahkan secara bijak
dan penuh tanggung jawab karena setiap tindakan dan ucapan akan
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
e. Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila ini mengandung
nilai yang luas, antara lain menghormati hak orang lain, suka memberi
pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai karya orang lain, mewujudkan
pembangunan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai ini sudah
tertanam sejak manusia ada di bumi Indonesia.
B.
Azas
Psikologis
Dalam
proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia
berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis
sebenarnya merupakan karakter psiko-fisik seseorang sebagai individu yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam
pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang
mempengaruhinya, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.
1.
Psikologi Perkembangan
Menurut Piaget (Sukmadinata, 2010)
mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif pada anak, yaitu:
a.
Tahap sensori motor/ tahap
discriminating and labeling (0,0- 2,0), yaitu Kemampuan anak terbatas pada
gerakan-gerakan reflex, bahasa awal, waktu sekarang, dan ruang yang dekat saja.
Pada tahap ini anak melakukan kegiatan intelektual yang diterima secara
langsung melalui indra, ketika anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh
keterampilan berbahasa, mereka mengaplikasikannya pada objek-objek yang nyata.
b.
Tahap praoperasional/ tahap
prakonseptual atau masa intuitif (2,0-7,0), yaitu kemampuan anak menerima
perangsang masih terbatas, perkembangan bahasa sangat pesat, pemikirannya masih
statis, belum dapat berpikir abstrak. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan
intuisi bukan berdasarkan analisis rasional,anak mengambil kesimpulan hanya
berdasarkan sebagian kecil yang diketahuinya dari suatu keseluruhan yang besar.
c.
Tahap operasi konkret/ performing
operation (7,0-11,0), yaituanak mulai mengembangkan kemampuan berpikir logika
dan sistematis dalam memecahkan masalah, permasalahan yang dihadapi adalah
permasalahan yang konkret. Mereka menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya.
d.
Tahap operasi formal/ proporsional
thinking (11,0-15,0), yaitu anak mulai menggunakan pola pikir orang dewasa,
mampu berpikir tingkat tinggi, mampu berpikir deduktif-induktif, berpikir
analitis-sintesis, mampu berpikir abstrak dan reflektif serta memecahkan
berbagai masalah. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikir logis, baik
masalahnya yang abstrak maupun yang konkret, anak dapat mengemukakan idea tau
gagasan, berpikir tentang masa depan yang realistis.
2.
Psikologi belajar
Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana peserta didik
melakukan perbuatan belajar. Belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan
lingkungan. Definisi belajar menurut beberapa teori, yaitu:
a.
Teori Disiplin- Mental
(Daya)
Menurut
Bigge dan Hunt (Sukmadinata, 1997)
ada beberapa teori yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu :
1)
Teori disiplin mental theistic, yang
berasal dari psikologi daya. Setiap anak memiliki daya-daya yang dapat dilatih dan
dikembangkan.
2)
Teori disiplin mental humanistik, yang
bersumber dari psikologi humanisme klasik Plato dan Aristoteles. Teori ini
lebih menekankan keseluruhan dan
keutuhan melalui pendidikan umum.
3)
Teori naturalisme atau natural
unflodment atau self-actualization yang bersumber dari psikologi
naturalisme-romantik dengan tokoh utamanya Jean Jacques Rousseau. Anak memiliki
kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri.
4)
Apersepsi atau Herbartisme, yang
bersumber dari psikologi strukturalisme dengan tokoh utamanya Herbart. Belajar
adalah membentuk massa apersepsi yang akan digunakan untuk menguasai
pengetahuan selanjutnya.
Implikasinya
adalah isi kurikulum harus ada mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat
mengembangkan berbagai daya dalam jiwa manusia, kurikulum disusun untuk semua
peserta didik tanpa memperhatikan minat dan kebutuhannya.
b.
Teori Behaviorisme
Teori
ini disebut juga S-R Conditioning yang terdiri atas tiga teori, yaitu:
1)
Teori S-R Bond, yang bersumber dari
psikologi koneksionisme atau teori asosiasi dengan tokoh utamanya Edward L.
Thorndike. Belajar adalah membentuk hubungan stimulus-respon. Menurut teori ini
ada tiga hokum belajar yaitu law of readiness, law of exercise or repetition,
and law of effect.
2)
Teori conditioning atau
stimulus-response with conditioning dengan tokoh utamanya adalah Watson.
Hubungan stimulus dengan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu.
Misalnya pada saat peserta didik mau masuk kelas ada tanda bel, juga ketika
istirahat, ujian, atau ulang sekolah.
3)
Teori reinforcement dengan tokoh
utamanya C.L. Hull. Jika teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus,
maka dalam teori reinforcement kondisi diberikan pada respons, misalnay member
nilai tinggi, pujian atau hadiah.
c.
Teori Gestalt
(lapangan)
Tokoh utamanya adalah Kurt Lewin. Belajar
adalah proses mengembangkan insight, belajar merupakan perbuatan yang
bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan kretif. Prinsip belajar menurut teori
Gestalt, antara lain : (a) bahan pelajaran disajikan dalam bentuk masalah yang
sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, (b) mengutamakan proses untuk
memecahkan masalah, (c) belajar dimulai dari keseluruhan menuju ke
bagian-bagian, (d) belajar memerlukan insight atau pemahaman, (e) belajar
memerlukan reorganisasi pengalaman yang kontinu. Implikasinya adalah kurikulum
harus disusun secara keseluruhan (teori dan praktik) sehingga memungkinkan
peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dan menimbulkan insight peserta
didik.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan berhubungan erat dengan proses perubahan perilaku peserta didik.
Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan potensial
menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama. Pengembangan kurikulum harus dilandasi
oleh asumsi-asumsi yang bersasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang
apa dan bagaimana perkembangan peserta didik serta bagaimana peserta didik
belajar. Terdapat dua cabang psikologi yang sangat diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan teori belajar.
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting
dalam pengembangan kurikulum. Melalui kajian mengenai peserta didik, diharapkan
upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik
penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang
harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya dan penyesuaian dari
segi evaluasi pembelajaran.
Dalam
proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia
berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis
sebenarnya merupakan karakter psiko-fisik seseorang sebagai individu yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam
pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang
mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
C.
Azas
Sosiologis
Menurut
Muzammilah (2011) Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
berbagai gejala sosial hubungan antar individu dengan individu, antar golongan,
lembaga sosial yang disebut juga ilmu masyarakat. Dunia sekitar merupakan
lingkungan hidup bagi manusia. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah
hidup dan bekerja sama hingga mereka mengatur diri mereka sendiri dan
menganggap sebagai suatu kesatuan sosial.
Sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang
didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berubah di dalam
masyarakat. Menurut Durkheim (Sukmadinata, 2010)
pendidikan adalah suatu fakta sosial karana menjadi objek studi sosiologis, ada
tiga ciri utama fakta sosial, yaitu :
1.
Ia berada diluar
individu,tidak seperti psikologi yang berada dalam individu
2.
Memiliki daya paksa
terhadap individu untuk melaksanakan dan menaatinya, orang wajib menggunakan
bahasa tertentu agar ia dapat berkomunikasi dengan orang lain
3.
Fakta sosial itu
tersebar di kalangan warga masyarakat, menjadi milik seorang.
Kurikulum dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke
lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup,
bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik
berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri
yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah
satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang
mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai
tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan
lainnya.
Sejalan dengan
perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut
berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan
dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar
masyarakat.
Israel Scheffer
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat
peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian,
kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
materi di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Setiap
negara mempunyai landasan filosofis dan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, di
Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara
formal adalah Pancasila.
2. Implikasinya
bagi pengembang kurikulum adalah (a) nilai-nilai Pancasila harus dipelajari
secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat baik dari
segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.(b) kelima sila tersebut berisi
nilai-nalai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan
pendidikan pada setiap tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan
kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran dan sistem evaluasi.
3. Dalam
pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang
mempengaruhinya, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Delina,
Santi. (14 Maret 2013). Landasan
Pengembangan Kurikulum.
[Online].
Muzzamilah. (20 Maret 2011). Azas-azas Pengembangan Kurikulum.
[Online].
Sudrajat,
Akhmad. (22 Januari 2008). Landasan Pengembangan Kurikulum
[Online]