Istilah
apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio
yang berarti “ mengindahkan” atau “ menghargai”. Dalam dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi
menurut Gove (dalam Aminudin, 2002, hlm.34) mengandung makna” (1) pengenalan
melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap
nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.” Pada sisi lain, Squire dan Taba (dalam
Aminudin,2002, hlm.34) berkesimpulan bahwa “sebagai suatu proses, apresiasi
melibatkan tiga unsur inti, yakni (1) aspek kognitif, (2) aspek emptif, dan (3)
aspek evaluatif”.
Aspek kognitif berkaitan dengan
keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur keasastraan yang
bersifat objektif. Unsur-unsur sastra yang bersifat objektif tersebut, selain
dapat berhubungan dengan unsur-unsur
yang secara internal terkandung dalam suatu teks sastra atau unsur
intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks sastra yang
secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Unsur intrinsik
sastra yang bersifat objektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa dan
struktur wacana dalam hubungannya dengan kehadiran makna tersirat. Sedangkan
unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi pengarang, latar proses kreatif
penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra.
Aspek emotif berkaitan dengan
keterlibatan unsur-unsur pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan
dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperanan
dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu
dapat berupa bahasa paparan yang mengandung ketaksaan makna atau bersifat
konotatif-intepretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu,
misalnya penampilan tokoh dan setting yang
bersifat metaforis. Misalnya untuk memahami baris puisi Goenawan Moehammad, tahun pun turun membuka sayapnya/ke luas
jauh benua-benua, seorang pada dasarnya tidak cukup mampu memahami aspek
tulisan maupun bahasa yang digunakan, tetapi juga harus memiliki kepekaan emosi
dalam menafsirkan makna subjektif yang ingin di ungkapkan penyairnya.
Aspek evaluatif berhubungan dengan
kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah,
sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir
dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca.
Dengan kata lain, keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum
sehingga setiap apresiator yang telah mampu meresponsi teks sastra yang dibaca
sampai sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu
melaksanakan penilaian. Sebagai contoh, pembaca yang telah mampu memahami karakter pelaku yang tampil
dengan puput tebal, duduk di kelab malam sendirian di tengah malam, secara
imajinatif mampu menghayati kualitas ragam hidup demikian, dirinya mampu
memberikan penilaian.
Sejalan dengan rumusan pengertian
apresiasi sastra di atas, S. Effendi (dalam Aminudin,2002, hlm.35) mengunkapkan
bahwa
“apresiasi
sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
menumbuhkan pengerian, penghargaanm kepekaan pikiran kritis, dan kepkaan
perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu juga disimpulkan
bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu
menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang di apresiasinya, menumbuhkan
sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian
dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan tohaninya”.
1.
Kegiatan langung dan
kegiatan tak langsung dalam mengapresiasi sastra
Dari uraian pengertian apresiasi
sastra di atas dapat disimpulam bahwa apresiasi sastra sebenarnya bukan
merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwuju dalam tingkah laku,
melainkan merupakan pengertian yang didalamnya menyiratkan adanya suatu
kegiatan yang harus terwujud secara kongkret. Perilaku kegiatan itu dalam hal
ini dapat dibedakan antara perlilaku kegiatan secara langsung dan perilaku
kegiatan secara tidak langsung.
Apresiasi sastra secara langung
adalah kegiatan membaca atau meinkmati cipta sastra berupa teks maupun perfomansi
secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung tiu dapat
terwujud dalam perilaku membaca, emmahami, menikmati serta mengevaluasi teks
sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks yang
berupa puisi. Kegiatan langsung yang mewujud dalam
kegiatan mengapresiasi sastra pada perfomansi, misalnya saat anda melihat,
mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan penilaian pada kegiatan
membaca puisi, cerpen, pementasan drama, baik di radio, televisi, maupun
pementasan di panggung terbuka. Keuda bentuk kegiatan itu dalam hal ini perlu
dilaksanakan seara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat melatih dan
mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu
cipta sastra, baik yang di paparkan lewat media tulisan, lisan, maupun visual.
Kegiatan apresiasi sastra , selain
dilaksanakan secara langsung, juga dapat dilaksanakan secara tidak langsung.
Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan cara
mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan,
baik di majalah maupun koran, mempelajari buku-buku maupun esei yang membahas
dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari seharah
sastra. Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan apresiasi secara tidak langsung
karena kegiatan tersebut nilai akhirnya bukan hanya mengembangkan pengetahuan
seseorang tentang sastra, melainkan juga akan meningkatkan kemampuan dalam
rangka mengapresiasi suatu cipta sastra. Dengan demikian, kegiatan apresiasi
sastra secara tidak langsung itu pada gilirannya akan ikut berperan dalam
mengembangkan kemampuan apresiasi sastra jika bahan bacaan tentang sastra yang
ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan kegiatan apresiasi sastra.
2.
Bekal awal
pengapresiasi sastra
Bekal awal dalam mengapresiasi
sastra ini harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin mengapresiasi sebuah
sastra, E.E. Kellet (dalam Aminudin, 2002, hlm.37) mengungkapkan bahwa
“pada saat ia membaca suatu karya sastra, dalam kegiatan tersebut ia selalu
berusaha menciptakan sikap serius, tetapi dengan suasana batin riang.
Penumbuhan sikap serius dalam membaca cipta sastra itu terjadi karena sastra
bagaimanapun lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga untuk
memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya. Sementara
pada sisis lain, sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan
nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu
memberikan hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya”.
Dengan demikian, sastra sebagai
salah satu cabang seni sebagai bacaan, tidak cukup dipahami lewat analisis
kebagasaanya, lewat studi yang disebut text
grammar atau text linguistics, tetapi
juga harus melalui studi kasus yang berhubungan dengan literary text karena teks sastra bagaimanapun memiliki ciri-ciri
tersendiri yang berbeda dengan ragam bacaan lainnya. Adanya ciri-ciri khusus
teks sastra itu salah satunya ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya
sastra yang berbeda-beda dengan unsur-unsur yang membangun bahan bacaan
lainnya.
Dari keseluruhan uraian di atas
akhirnya dapat kita ambil kesimpulan bahwa cipta sastra sebenarnya mengandung
berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan, (2)
unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang
keagamaan,filsafat, politik serta berbagai macam kompleksitas dalam kehidupan,
(3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, serta
(4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik cipta
sastra itu sendiri sebagai suatu teks.
Terdapatnya berbagai macam unsur
dalam karya sastra seperti telah diungkapkan
di atas mengimplikasikan kepada kita bahwa untuk mengapresiasi cipta
sastra, pembaca pada dasarnya dipersyaratkan memiliki bekal-bekal tertentu.
Sejalan dengan kandungan keempat aspek di atas, maka bekal awal yang haris
dimiliki oleh acalon apresiator adalah (1) kepakaan emosi atau perasaan
sehingga pembaca mampu memahamu dan menimati unsur-unsur keindahan dalam yang
terdapat dalam cipta sastra, (2) pemilikian pengetahuan dan pengalaman yang
berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, bai lewat penghayatan
kehidupan ini secara intensif-kontemplatif
maupun dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah humanitas,
misalnya buku filsafat dan psikologi, (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan,
dan (4) pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan
berhubungan dengan telaah teori sastra.
Berbagai macam bekal pengetahuan dan
pengalaman di atas disebut sebagai bekal awal karena seperti telah diungkapkan
di depan, untuk mampu mengapresiasi suatu cipta sastra seseorang harus
terus-menerus menggauli karya sastra. Pemilikan bekal pengetahuan dan
pengalaman dapat di ibaratkan sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan kegiatan menggauli cipta sastra itu sebagai
kegiatan pengasahan sehingga pisau itu menjadi tajam dan semakin tajam, yakni
jika pembaca itu semakin sering dan akrab dengan kegiatan membaca sastra.
Lebih lanjut, seperti telah
disinggung di depan, kepekaan emosi dan perasaan itu bukan hanya berhubungan
dengan kegiatan penghayatan dan pemahaman nilai-nilai keindahan, melainkan juga
berhubungan dengan usaha pemahaman kandungan maknda dalam cipta sastra yang
umumnya bersifat konotatif. Konotasi
maknda dalam cipta sastra itu terjadi karena kata-kata dalam cipta sastra itu
terwujud lewat endapan pengalaman, daya emosional, maupun daya intelektual
pengarangnya selain juga telah mengalami pemadatan. Sebab itulah dalam kegiatan
apresiasi sastra, brooks membedakan adanya dua level, yakni level objektif yang
berhubungan dengan respons intelektual, dan level subjektif yang berhubungan
dengan respons emosional.
Daftar Pustaka
Aminudin.(2002). Pengantar
Apresiasi Sastra.Bandung : Sinar baru algesindo
djuanda, Dadan dan Prana Dwija I .(2006).Apresiasi Sastra Indonesia.Bandung. UPI
Press.
Maulana, dkk.(2009). Model Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang.
0 komentar:
Post a Comment