Saturday, 13 February 2016

APRESIASI SASTRA



     Istilah apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “ mengindahkan” atau “ menghargai”. Dalam  dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove (dalam Aminudin, 2002, hlm.34) mengandung makna” (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.”  Pada sisi lain, Squire dan Taba (dalam Aminudin,2002, hlm.34) berkesimpulan bahwa “sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni (1) aspek kognitif, (2) aspek emptif, dan (3) aspek evaluatif”.
    Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur keasastraan yang bersifat objektif. Unsur-unsur sastra yang bersifat objektif tersebut, selain dapat berhubungan dengan unsur-unsur  yang secara internal terkandung dalam suatu teks sastra atau unsur intrinsik, juga dapat berkaitan dengan unsur-unsur di luar teks sastra yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Unsur intrinsik sastra yang bersifat objektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa dan struktur wacana dalam hubungannya dengan kehadiran makna tersirat. Sedangkan unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi pengarang, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra.
      Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur-unsur pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsur emosi juga sangat berperanan dalam upaya memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa paparan yang mengandung ketaksaan makna atau bersifat konotatif-intepretatif serta dapat pula berupa unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis. Misalnya untuk memahami baris puisi Goenawan Moehammad, tahun pun turun membuka sayapnya/ke luas jauh benua-benua, seorang pada dasarnya tidak cukup mampu memahami aspek tulisan maupun bahasa yang digunakan, tetapi juga harus memiliki kepekaan emosi dalam menafsirkan makna subjektif yang ingin di ungkapkan penyairnya.

        Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan kata lain, keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang telah mampu meresponsi teks sastra yang dibaca sampai sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksanakan penilaian. Sebagai contoh, pembaca yang telah  mampu memahami karakter pelaku yang tampil dengan puput tebal, duduk di kelab malam sendirian di tengah malam, secara imajinatif mampu menghayati kualitas ragam hidup demikian, dirinya mampu memberikan penilaian.
      Sejalan dengan rumusan pengertian apresiasi sastra di atas, S. Effendi (dalam Aminudin,2002, hlm.35) mengunkapkan bahwa
“apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengerian, penghargaanm kepekaan pikiran kritis, dan kepkaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dari pendapat itu juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang di apresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan tohaninya”.
1.        Kegiatan langung dan kegiatan tak langsung dalam mengapresiasi sastra
      Dari uraian pengertian apresiasi sastra di atas dapat disimpulam bahwa apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwuju dalam tingkah laku, melainkan merupakan pengertian yang didalamnya menyiratkan adanya suatu kegiatan yang harus terwujud secara kongkret. Perilaku kegiatan itu dalam hal ini dapat dibedakan antara perlilaku kegiatan secara langsung dan perilaku kegiatan secara tidak langsung.
        Apresiasi sastra secara langung adalah kegiatan membaca atau meinkmati cipta sastra berupa teks maupun perfomansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung tiu dapat terwujud dalam perilaku membaca, emmahami, menikmati serta mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks yang berupa puisi. Kegiatan langsung yang mewujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra pada perfomansi, misalnya saat anda melihat, mengenal, memahami, menikmati, ataupun memberikan penilaian pada kegiatan membaca puisi, cerpen, pementasan drama, baik di radio, televisi, maupun pementasan di panggung terbuka. Keuda bentuk kegiatan itu dalam hal ini perlu dilaksanakan seara sungguh-sungguh, berulang kali, sehingga dapat melatih dan mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta sastra, baik yang di paparkan lewat media tulisan, lisan, maupun visual.
        Kegiatan apresiasi sastra , selain dilaksanakan secara langsung, juga dapat dilaksanakan secara tidak langsung. Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun koran, mempelajari buku-buku maupun esei yang membahas dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari seharah sastra. Kegiatan itu disebut sebagai kegiatan apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan tersebut nilai akhirnya bukan hanya mengembangkan pengetahuan seseorang tentang sastra, melainkan juga akan meningkatkan kemampuan dalam rangka mengapresiasi suatu cipta sastra. Dengan demikian, kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu pada gilirannya akan ikut berperan dalam mengembangkan kemampuan apresiasi sastra jika bahan bacaan tentang sastra yang ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan kegiatan apresiasi sastra.
2.        Bekal awal pengapresiasi sastra
     Bekal awal dalam mengapresiasi sastra ini harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin mengapresiasi sebuah sastra, E.E. Kellet (dalam Aminudin, 2002, hlm.37) mengungkapkan bahwa
“pada saat ia membaca suatu karya sastra, dalam kegiatan tersebut ia selalu berusaha menciptakan sikap serius, tetapi dengan suasana batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca cipta sastra itu terjadi karena sastra bagaimanapun lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga untuk memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya. Sementara pada sisis lain, sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya”.
          Dengan demikian, sastra sebagai salah satu cabang seni sebagai bacaan, tidak cukup dipahami lewat analisis kebagasaanya, lewat studi yang disebut text grammar atau text linguistics, tetapi juga harus melalui studi kasus yang berhubungan dengan literary text karena teks sastra bagaimanapun memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan ragam bacaan lainnya. Adanya ciri-ciri khusus teks sastra itu salah satunya ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berbeda-beda dengan unsur-unsur yang membangun bahan bacaan lainnya.
     Dari keseluruhan uraian di atas akhirnya dapat kita ambil kesimpulan bahwa cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan, (2) unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang keagamaan,filsafat, politik serta berbagai macam kompleksitas dalam kehidupan, (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik cipta sastra itu sendiri sebagai suatu teks.
      Terdapatnya berbagai macam unsur dalam karya sastra seperti telah diungkapkan  di atas mengimplikasikan kepada kita bahwa untuk mengapresiasi cipta sastra, pembaca pada dasarnya dipersyaratkan memiliki bekal-bekal tertentu. Sejalan dengan kandungan keempat aspek di atas, maka bekal awal yang haris dimiliki oleh acalon apresiator adalah (1) kepakaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahamu dan menimati unsur-unsur keindahan dalam yang terdapat dalam cipta sastra, (2) pemilikian pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, bai lewat penghayatan kehidupan ini secara intensif-kontemplatif maupun dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah humanitas, misalnya buku filsafat dan psikologi, (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan, dan (4) pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra.
       Berbagai macam bekal pengetahuan dan pengalaman di atas disebut sebagai bekal awal karena seperti telah diungkapkan di depan, untuk mampu mengapresiasi suatu cipta sastra seseorang harus terus-menerus menggauli karya sastra. Pemilikan bekal pengetahuan dan pengalaman dapat di ibaratkan sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan kegiatan menggauli cipta sastra itu sebagai kegiatan pengasahan sehingga pisau itu menjadi tajam dan semakin tajam, yakni jika pembaca itu semakin sering dan akrab dengan kegiatan membaca sastra.
       Lebih lanjut, seperti telah disinggung di depan, kepekaan emosi dan perasaan itu bukan hanya berhubungan dengan kegiatan penghayatan dan pemahaman nilai-nilai keindahan, melainkan juga berhubungan dengan usaha pemahaman kandungan maknda dalam cipta sastra yang umumnya bersifat konotatif. Konotasi maknda dalam cipta sastra itu terjadi karena kata-kata dalam cipta sastra itu terwujud lewat endapan pengalaman, daya emosional, maupun daya intelektual pengarangnya selain juga telah mengalami pemadatan. Sebab itulah dalam kegiatan apresiasi sastra, brooks membedakan adanya dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respons intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan respons emosional.

Daftar Pustaka 

Aminudin.(2002). Pengantar Apresiasi Sastra.Bandung : Sinar baru algesindo
djuanda, Dadan dan Prana Dwija I .(2006).Apresiasi Sastra Indonesia.Bandung. UPI Press.
Maulana, dkk.(2009). Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang.

0 komentar:

Post a Comment